Lima; Kali Kedua

1K 162 17
                                    


"Air mata tidak selalu lahir dari duka. Beberapa di antaranya diawali dengan tawa."

***

WARNA langit memengaruhi baik buruknya hari. Kepercayaan tersebut telah Valeria genggam erat sejak masih duduk di bangku kelas 5 SD. Bukan tanpa alasan Valeria menggantungkan nasib harinya pada langit. Sebab, sudah beberapa kali ia mencoba percaya, dan langit tidak pernah mengecewakannya.

Langit berwarna biru cerah selalu mengantar Valeria pada hari yang baik. Meskipun baik tidak selalu berarti bahagia, setidaknya hari itu, Valeria masih bisa menemukan alasan untuk tersenyum. Sedangkan langit mendung selalu menuntun Valeria ke arah yang sebaliknya; gelap dan kelam.

Pagi ini langit mendung, sama sekali tidak ada cahaya matahari maupun semburat hangat yang diciptakan olehnya. Kilat sesekali menampakkan diri dari balik gumpalan kapas yang berselimut tebal. Menambah kesan mistis dan suram di waktu yang bersamaan.

Kondisi langit benar-benar memprihatinkan, begitu juga dengan nasib Valeria. Sedari awal Valeria membuka mata, tidak ada satupun hal baik yang menyapa. Selalu ada saja kecerobohan yang ia lakukan.

Mulai dari jatuh dari kasur saat meregangkan tubuh, tidak sengaja menyenggol gelas di atas nakas sehingga membuat karpet bulu kesayangannya basah, hampir menelan busa pasta gigi karena terkejut mendengar bunyi alarm ponselnya sendiri yang entah sejak kapan berganti menjadi Alamat Palsu milik Ayu Ting-Ting—Valeria curiga ini kerjaan Leo, juga mesin water heater yang tiba-tiba rusak dan mengharuskannya mandi air dingin. Padahal, Valeria paling benci mandi air dingin di pagi hari.

Kesialan bertubi-tubi ditutup dengan pengumuman tak terduga dari Damian yang menyatakan pagi ini Valeria berangkat ke sekolah bersama Reza. Perlu digaris bawahi, pengumuman Damian bukan sekadar informasi, melainkan perintah yang tidak bisa dibantah. Suka tidak suka, Valeria harus tetap mematuhi abang tertuanya itu.

Alhasil, Valeria sempat menjadi pusat perhatian seluruh siswa dan siswi di parkiran karena Reza, abangnya yang paling nyentrik dan mirip Yakuza Jepang. Bermacam-macam reaksi terlukis di wajah siswa-siswi itu. Tetapi yang paling mendominasi adalah ekspresi ingin tahu. Bentuk perhatian yang paling Valeria benci.

"Heh."

Suara bariton disusul bunyi gesekan antar ubin dan permukaan kaki kursi yang digeser kasar itu, menyeret Valeria ke dunia nyata. Valeria refleks menoleh, menatap kesal pelaku yang baru saja memecah lamunannya. "Gue punya nama!"

Zion langsung mundur, menggeser kursinya menjauh dari Valeria.

Mulanya, Valeria pikir Zion menciptakan jarak karena takut padanya. Namun, saat melihat Zion mengambil selembar tisu dan menyeka jejak percikan air di atas meja, Valeria baru menyadari, yang laki-laki itu takutkan ternyata bukan dirinya, melainkan air suci yang tidak sengaja menyembur dari mulutnya.

"Siapa?" tanya Zion di tengah-tengah kesibukan menyemprot hand sanitizer ke permukaan mejanya. Seolah sedang berusaha membunuh virus mematikan.

"Valeria Amberly!" jawab Valeria lantang, nyaris membentak.

"Yang tanya."

Mendengar balasan Zion, suasana hati Valeria yang semula sudah berantakan semakin tak keruan. Valeria menggertakkan gigi, mati-matian menahan diri untuk tidak menggunduli rambut Zion dengan kedua tangannya sendiri. Sudah jelas yang pertama kali membuka percakapan di antara mereka berdua adalah Zion. Tapi, laki-laki itu lagi-lagi bertingkah seolah Valeria yang memulainya lebih dulu.

Gara-Gara Abang [SUDAH TERSEDIA DI SELURUH GRAMEDIA DAN TBO]Where stories live. Discover now