Tujuh; Garis Singgung

542 59 2
                                    

"Takdir hanya bertanggung jawab pada apa yang harus terjadi, bukan apa yang seharusnya."

***

"NGGAK MAU!"

Valeria tanpa sadar meninggikan nada suaranya. Tindakannya itu membuat ruangan seketika berubah hening dan canggung. Aktivitas sarapan terhenti. Bunyi denting sendok yang semula mendominasi tergantikan dengan suara tarikan napas Reza yang entah mengapa terdengar sedikit kasar pagi ini.

Di samping Reza, Leo bergeming dengan mulut penuh nasi goreng, Jerry berhenti mengoles selai nanas di lembar roti tawarnya, dan Damian mengalihkan pandangan dari layar ponsel. Mereka menampilkan ekspresi serupa; terkejut dan bingung.

"Kenapa?" pertanyaan mereka berempat diwakili oleh Karina. "Kalian, kan, satu sekolah. Sekelas lagi. Nggak ada salahnya berangkat bareng."

"Nggak mau!" Valeria masih bersikeras menolak. Ia memutar otak, mencari alasan agar Bunda berubah pikiran. "Walaupun sekelas, aku sama Zion nggak akrab, Bun."

Karina meraih selembar tisu, membersihkan jejak remahan roti di ujung bibirnya. "Kalau belum ya diakrabin, dong. Sama tetangga masa nggak akrab?"

Valeria melirik keempat abangnya. Menunggu mereka membantunya membantah keinginan Bunda.

Biasanya, Abang paling tidak suka Valeria berangkat ke sekolah tanpa di antar salah satu di antara mereka. Apalagi dengan laki-laki asing. Tidak heran jika Valeria masih jomlo sampai sekarang. Tetapi, di saat Valeria berharap abang-abangnya bertindak, mereka justru bungkam. Tidak memberi tanggapan sama sekali.

"Atau kamu mau berangkat sama Bang Jerry aja?"

Secercah harapan terbit di wajah Valeria usai mendengar tawaran dari Jerry. Akan tetapi, selayaknya senja, harapan itu tidak bertahan lama.

"Nggak boleh," Karina menekan ucapannya. "Bunda udah terlanjur bilang sama Jeng Tiara. Zion juga udah mengiyakan. Nggak enak kalau tiba-tiba dibatalin."

Siapa suruh buat kesepakatan sendiri? Batin Valeria kesal.

Sepertinya, Jerry dapat membaca suara hati Valeria karena abang ketiganya itu tiba-tiba berbisik pelan, "Kamu berangkat sama Zion dulu, ya?"

Valeria mencebikkan bibir. "Nggak mau."

"Hari ini aja," Jerry menepuk lembut puncak kepala Valeria. "Nanti pulang kerja abang bawain ice cream mint choco ukuran besar, deh."

Sebenarnya, Valeria masih kesal. Tetapi, ia tahu, emosinya tidak akan bisa merubah apa pun. Terlebih, tawaran Jerry lumayan menggiurkan. Jadi, demi ice cream mint choco ukuran besar, Valeria rela mengalah.

Valeria menghela napas berat. "Janji?" tanyanya sembari mengacungkan jari kelingking.

Jerry mengaitkan jari kelingkingnya dengan milik Valeria. "Janji."


***

"Tiga detik belum naik, gue tinggal."

Valeria mendongak, menatap kesal Zion yang sedang bercokol di motor Vixion hitamnya dengan gaya pongah. "Nggak lihat gue lagi ngiket tali sepatu?"

Gara-Gara Abang [SUDAH TERSEDIA DI SELURUH GRAMEDIA DAN TBO]Where stories live. Discover now