Hottest Vacation

6.1K 437 9
                                    

Livia Pramudita, gadis 25 tahun yang tahun lalu baru menyelesaikan kuliahnya. Dia melarikan diri sejenak dari hiruk-pikuk ibu kota. Di usianya sekarang, sang ibu sedang gencar-gencarnya mencarikan calon suami untuknya.

Kata ibu Livia, tidak baik anak gadis berlama-lama sendiri. Nanti malah terbiasa dan tidak tertarik bersama laki-laki.

Saat mendengarnya, kepala Livia memang mengangguk seolah setuju dengan kalimat itu. Tapi nyatanya tidak. Bagi Livia, dunia ini tidak hanya tentang sebuah hubungan saja.

Bukannya Livia tidak tertarik untuk menjalin sebuah hubungan dengan seorang laki-laki. Hanya saja dia belum menemukan yang cocok untuk dijadikan pasangan sampai saat ini.

Padahal tipe idaman Livia tidaklah sulit dicari. Hanya seperti ayahnya saja. Yang cintanya habis dicurahkan sepenuhnya kepada pasangan saja.

Jika membahas sebuah hubungan, maka kedua orangtuanya lah yang selalu Livia jadikan acuan. Kalau pun sifat ibunya sedikit menyebalkan karena menuntut ini itu darinya, maka ayahnya adalah kebalikannya. Tidak pernah menuntut apa pun.

Kini Livia jauh-jauh terbang ke London hanya untuk menghindari kalimat yang terus menerus diulang oleh sang ibu. Daripada jadi anak durhaka yang melawan perkataan orangtua, lebih baik Livia menghindar saja, kan?

"Gimana hari pertama lo di sini?"

Livia mengedikkan bahu. Tidak ada yang menarik saat dia tiba di sini. Semua tempat sudah pernah dia datangi setahun yang lalu bersama kembarannya saat mereka liburan. Tidak banyak juga yang berubah.

"Besok lo sibuk?" tanya Livia sambil memainkan ponsel membalas pesan Ansell.

"Gak begitu sibuk sih. Kenapa? Lo mau ke suatu tempat?"

"Hm." Kepala Livia mengangguk.

"Oke. Gue temenin."

"Gak perlu."

Livia meletakkan ponselnya, kemudian menatap gadis di sebelahnya yang kebingungan. "Gue bisa pergi sendiri. Lo jemput Ansell," lanjutnya dengan nada memerintah.

"What the—"

"Turunin ego lo, Stell. Ansell rela jauh-jauh ke sini ninggalin kerjaannya demi hubungan kalian."

Livia menepuk paha Stella, pacar kembarannya. Entah kenapa dia ikut terseret ke dalam hubungan rumit antara Ansell dan Stella. Livia jadi semakin yakin untuk tetap sendiri melihat hubungan kedua manusia tersebut.

"Gue sama Ansell kayaknya gak ada harapan. Lo gak perlu repot-repot buat—"

"Selesaiin semuanya secara terang-terangan. Lo harus ngomong langsung ke dia jangan ke gue."

Livia menghela napas panjang. Selain ditakdirkan menjadi kembaran Ansell, dia juga ditakdirkan menjadi tempat curhatnya Stella. Padahal masih ada Ayla, sahabat gadis itu. Tapi selalu dirinya yang dicari saat hubungannya dengan Ansell bermasalah.

"Oke. Besok gue ngomong langsung."

Livia mengangguk dan mengacungkan jempol. Dia tidak mau pusing dengan percintaan kembarannya. Livia ke sini untuk menenangkan diri dan menghibur diri. Bukan menjadi tempat penampungan masalah kembarannya.

Saat Stella keluar dari kamarnya, Livia membuka sebuah aplikasi. Di sana dia banyak berteman dengan orang-orang baru yang belum pernah dia jumpai secara nyata.

Tidak ada yang menarik untuk dia jadikan pasangan. Kalau hanya sekadar berteman, Livia sangat senang dengan siapa saja yang menurutnya enak diajak bicara tentang hal apa pun.

Usai mengirimkan pesan pada temannya, Livia segera menutup aplikasi. Dia tahu temannya itu tidak online. Tapi setidaknya dia sudah memberi tahu kalau dirinya ada di London saat ini.

SHORT STORY 2024Where stories live. Discover now