Ex-loved

5.5K 532 16
                                    

Aurora Belle. Gadis muda yang menyukai rambut pendek berwarna coklat terang itu kini merasa bebas setelah melihat penampilannya di cermin. Inilah dia yang sebenarnya. Terlihat lebih elegan dibandingkan ketika berambut panjang sepinggang.

"Sumpah ya, Ra, lo gak nyesel?"

Seraphina bertanya pada temannya itu dengan nada sedih. Dia menyukai rambut panjang Rora. Apalagi gadis itu rajin sekali merawatnya sehingga tampak selalu indah dan wangi.

"Gak sama sekali. Gue beneran merasa plong banget sekarang." Rora berujar dengan nada bangga.

"Buang sial gak sampai sebanyak itu juga. Sekalian buang dendam lo?" Chloe menyahut dengan helaan napas panjang.

"Tahu nih anak. Padahal break doang sama tuh laki. Gak beneran putus. Tapi perubahannya signifikan banget," balas Sera masih dengan nada tak terima melihat penampilan baru temannya itu.

"Guys, please... Break? No! It's not just a break anymore! This is really a breakup!" Rora berujar dengan suara bergetar.

"Ra, sekarang gue tanya. Kenapa lo harus nunggu dihubungi duluan? Yang ngajak break waktu itu lo, kan?" Gantian Chloe yang bertanya dengan nada penasaran.

"Iya. Gue yang mutusin buat kita break. Gue sama dia pacaran gak setahun atau dua tahun, Chloe. Udah jalan 6 tahun kalau aja dia gak bohongin gue."

Sera dan Chloe sama-sama menghela napas. Rora memang keras kepala. Gadis itu juga tidak suka mengalah kalau dirinya memang tidak terbukti bersalah. Rora akan mempertahankan keteguhan hatinya sampai mendapatkan apa yang dia inginkan.

Sama halnya dalam sebuah hubungan yang sedang dia jalani sejak 6 tahun lalu. Rora memiliki kekasih, tapi hubungan mereka tidak ada kejelasan masih berlanjut atau tidak sejak 6 bulan yang lalu. Rora benci dibohongi dan kekasihnya malah melakukan hal itu.

"Kalau dia beneran gak bersalah, perjuangin gue. Cari berbagai cara buat jelasin ke gue. Tapi nyatanya apa? Gak ada, kan? Ini udah 6 bulan dan dia sama sekali gak ada inisiatif buat ketemu gue, buat telpon gue. Yang lebih simpel lagi, dia gak pernah chat sekali pun sampai hari ini."

Rora bersedekap dada di depan kedua temannya. Apa lagi yang harus dia pertahankan pada hubungan yang tidak ada kejelasan ini? Rora muak dengan kegelisahannya memikirkan perasaannya sendiri di setiap malam. Dia sudah lelah menangisi laki-laki itu.

"Okay, sorry. I don't know how complicated your head is right now."

Chloe menyerah. Dia teman Rora dan gadis itu memang tampak baik-baik saja di depannya. Tapi Chloe yakin Rora hanya menutupi segala kesedihannya selama ini. Tidak ada gunanya juga Chloe bersikeras untuk memojokkan gadis itu. Yang ada malah hubungan pertemanan mereka yang akan bermasalah.

***

Rora duduk dengan tenang sambil mengunyah makanannya. Sebenarnya dia sudah kenyang karena tadi sore sudah makan bersama Sera dan Chloe. Tapi kedua orangtuanya memaksa Rora untuk bergabung di meja makan sehingga gadis itu terpaksa makan meski sedikit.

"Gimana penelitian kamu?"

"Oke."

Ibu Rora menatap putrinya dengan pandangan aneh. Tumben sekali gadis itu tidak bersemangat membahas tentang penelitiannya. Biasanya, setiap ditanya tentang tugas akhir kuliahnya itu Rora akan semangat menjelaskan kepada mereka tentang segala prosesnya.

"Udah mutusin buat kerja di perusahaan Papi habis ini?" Sang ayah masih bertanya meski dia tahu kalau Rora sedikit aneh.

"Udah. Kayaknya aku bakal coba masuk ke perusahaan pas nungguin jadwal wisuda. Mau belajar pelan-pelan dulu."

SHORT STORY 2024Where stories live. Discover now