Surprises of The Past

2.9K 457 6
                                    

Terjebak dalam sebuah hubungan tidak sehat memang melelahkan. Apalagi kalau sudah jatuh cinta secara bodoh. Bertahan pun akan dilakukan. Dinda mengalaminya. Sesering apa pun Vito menyakiti, Dinda akan selalu memaafkan.

"Dinda, percaya sama gue, kalau Vito beneran cinta dan menghargai lo sebagai pacarnya, dia nggak akan tega ingkar janji kayak gini."

Sebagai seorang sahabat, Citra sangat menyayangkan sikap Dinda saat ini. Gadis itu bebal untuk diberi tahu. Jelas-jelas Vito sudah sering ingkar janji, tapi Dinda masih saja memakluminya.

"Gue aja capek sama sikap dia ke lo, Din. Emang lo nggak capek ngadepin cowok kayak Vito? Hubungan kalian tuh udah toxic. Nggak bener kalo dilanjutin terus."

Mau berbusa pun mulut Citra untuk memberi tahu Dinda tentang sikap brengsek Vito, gadis itu tetap pada pendiriannya. Sebelum Dinda yang merasa capek, dia tidak akan berhenti dan menyerah pada hubungannya.

"Lo balik aja, Cit. Gue nggak papa kok. Dibawa tidur juga udah enakan ini."

Dinda merebahkan diri sambil memejamkan mata. Sedangkan Citra menghela napas panjang melihat betapa keras kepalanya sang sahabat.

"Oke, gue balik. Kalau ada apa-apa tolong segera hubungi gue. Jangan berharap lebih sama tuh cowok brengsek."

"Iya."

Malam ini bukan kali pertamanya Vito ingkar janji. Apalagi yang membuat rencana adalah laki-laki itu. Dia yang memberikan harapan pada Dinda. Seolah hubungan mereka akan lebih baik ke depannya. Dinda pikir Vito benar-benar ingin berubah dan menjadikannya prioritas seperti awal mereka pacaran dulu.

Sayangnya, Vito bukan laki-laki yang bisa dipercaya. Seperti dia yang mudah berjanji, seperti itu pula dia mudah mengingkari. Karena yang Vito tahu, sesering apa pun dia membuat kesalahan, Dinda akan selalu memaafkannya.

Dalam pejaman matanya, bulir bening mengalir dari sudut mata Dinda. Isakan pilu mulai terdengar saat di ruangan itu hanya ada dirinya. Dia tidak ingin memperlihatkan kesedihan sialan ini di depan Citra. Biar saja dia yang menanggungnya sendiri. Bertahan adalah pilihannya. Terluka pun harus dia terima.

Dinda terlelap setelah puas menangis. Kepalanya pusing saat terbangun di pagi hari. Ponselnya sepi sekali seperti sebelumnya. Bahkan saat membuka ruang obrolan dengan Vito pun tidak ada perubahan. Pesan yang Dinda kirimkan sejak semalam belum dibaca oleh laki-laki itu.

"Kali ini gue beneran capek."

Menarik napas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya perlahan. Dinda beranjak dari kasur. Dia harus berbenah dengan cepat karena ada kelas pagi ini.

Mandi, berdandan, kemudian mengambil barang-barang yang harus dia bawa ke kampus. Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, Dinda keluar dari kamarnya.

Untungnya mata sembab Dinda bisa ditutupi dengan make up. Dia juga menggunakan kacamata pagi ini untuk berjaga-jaga dari curiganya seorang Citra.

***

"Ada kelas lagi?"

Citra menggeleng. "Lo?"

"Sama. Mau ke salon nggak?" ajak Dinda.

"Sorry, Din. Gue udah ada janji sama Justin nyari kado. Si kembar ulang tahun."

"Oh, oke. Gue titip kado deh kalau gitu."

"Oke."

Dinda dan Citra berpisah di parkiran kampus. Citra sudah lebih dulu pergi saat Justin menjemputnya. Sedangkan Dinda masih duduk termenung di dalam mobil. Dia bingung harus ke mana. Kalau balik ke apartemen, Dinda takut akan teringat lagi dengan Vito.

SHORT STORY 2024Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang