Aurora - 4

69.3K 9.9K 1.1K
                                    

Gue baru saja menyelesaikan tugas dari Miss Mya sewaktu Lisa (sahabat kental gue) menghampiri di perpustakaan kampus.

"Lagi ngapain?"

"Bernapas," jawab gue membereskan buku.

"Garing lo." Lisa mencibir gue.

"Bodo amat."

"Kenapa sih lo???" selidik Lisa melihat sikap gue yang nggak seperti biasanya.

Gue menarik napas panjang. "Bryan marah sama gue."

"Kenapa???"

"Gue nggak sengaja mukul aset masa depan dia...."

Alis Lisa bertaut. "Aset masa depan??? Maksudnya?"

Gue memutar bola mata dengan malas. "His little elephant."

Sedetik kemudian, Lisa nutup mulutnya pakai tangan sambil menahan tawa. Kalau ini di apartemen, pasti dia sudah tertawa berguling-guling di lantai. Gue nggak bersuara melihat reaksi dia yang seperti itu.

"Kok bisa???" tanya Lisa masih berusaha nggak tertawa.

"Dia ngajarin gue main bilyar. Eh, gue salah sodok...," tutur gue pelan.

"Ya lagian elo aneh-aneh aja! Ceroboh!"

"Gue bingung sekarang harus gimana," keluh gue.

"Ya kayak biasanya aja. Kenapa harus bingung, sih?"

"Kayak biasanya aja gue kebanyakan diem di depan dia. Apalagi situasinya kayak gini."

"Astaga, Ra.... Kenapa sih elo terlalu mikirin harus gimana???"

Dahi gue berkerut. "Kenapa emang???"

"Ya aneh aja. Lo harusnya kan bisa bersikap profesional. Tugas elo kan cuma jaga kebersihan apartemen dia. Kenapa harus bingung?" kejar Lisa.

"Bingunglah. Gue kan habis bikin kesalahan," jawab gue cepat.

"Cuma itu? Jangan bilang elo mulai... suka beneran sama Bryan???"

"Kalo iya kenapa?" tanya gue polos yang bikin Lisa menoyor gue.

"Nggak apa-apa sih. Cuma mau ngingetin aja. Lo harus sadar diri aja, lo siapa terus dia siapa," sahut Lisa yang bikin gue tertohok.

Gue menghela napas.

"Gue sadar kok. Walaupun gue beneran suka sama dia, tapi gue nggak akan berharap apa pun. Gue suka dia dalam diam aja udah cukup. Gue bisa ketemu dia di apartemen aja udah bersyukur...."

"Kok elo jadi baper gini sih???" sindir Lisa.

"Munafik kalau ada orang jatuh cinta yang enggak mendadak baper."

Lisa mendecak pelan. "Lo udah ngapain aja sama Bryan??? Udah selfie belom? Barokah ya idup lo!"

Gue menghela napas.

"Boro-boro! Gue mah udah kicep duluan. Gue kayak orang tolol yang kehabisan kata-kata di depan dia," jawab gue jujur yang membuat Lisa geleng-geleng kepala.

"Segitu sukanya ya lo sama dia?"

Gue nggak menjawab.

"Daripada elo bingung, mending lo izin dulu deh sama majikan lo itu. Kita harus ke Hongdae habis ini. Inget kan ada tugas kelompok?" sambung Lisa.

Spontan gue menepuk jidat. "Duh, hampir aja gue lupa!"

"Ya udah gih! Buruan! Lumayan kan jadi alesan buat lo biar nggak ketemu dia sementara waktu."

Gue mengangguk. Tapi sejujurnya, dari lubuk hati gue yang terdalam, gue selalu ingin bertemu Bryan. Terkadang gue memang kesal sama sikap dia yang bossy, agak pervert, dan menyebalkan itu. Gilanya, gue semakin gregetan sama dia. Sudah kodratnya wanita kali ya lebih suka sama hal yang bikin gregetan daripada yang terlalu kalem.

Meskipun gue gemas setengah mati sama Bryan, tapi gue nggak berkutik di depan dia karena alasan pribadi. Gue memang kelihatan lebih santai di depan teman dia, misalnya Loey dan Sean. Tapi gue kaku di depan Bryan.

Iya. Gue memang kaku di depan Bryan karena tiga alasan.

Pertama, dia majikan gue. Sudah sepantasnya gue menjaga sikap gue di depan dia. Kedua, dia aneh, menyebalkan, dan kadang pervert. Dia kadang menjahili gue dan membuat pikiran gue tersesat. Salah satu cara gue membentengi diri adalah gue harus kaku dan nggak terbawa sama kegilaan dia. Ketiga....

Gue.... Gue malu mengakui ini, tapi gue memang mulai suka sama dia. Suka dalam artian lebih. Katakanlah gue nggak tahu diri. Memang iya. Gue memang sangat nggak tahu diri karena lancang suka sama Bryan. And my biggest problem is gue emang paling nggak tahu harus bersikap bagaimana di depan orang yang gue suka. Gue bisa mendadak mati gaya.

Sekarang begini.... Dari awal gue memang nge-fans sama dia dan sekarang situasinya mengharuskan gue untuk bertemu dia setiap hari. Meskipun sifat dia seperti itu¾sangat jauh dari image sempurna, tapi entah kenapa di otak gue dia malah jadi semakin manly dan unik. Gue masih normal. Mungkin gue jadi orang paling berhati batu kalo gue nggak jatuh cinta ke dia dengan seperti gini.

Iya.... Gue bego.

Tapi gue memang sudah cinta sama dia dengan apa adanya dia. Kondisi gue nggak sama kayak fangirl lain yang hanya bisa ketemu di layar ponsel. Gue real ketemu dia. Setiap hari. Setiap waktu. Dan hati gue takluk. Gue nggak bisa bilang ini terlalu cepat, karena memang sejak dulu gue suka dia meskipun awalnya hanya sebatas fans ke idol. Sejak tiga tahun yang lalu, gue selalu memperhatikan dia melalui layar kaca ataupun layar ponsel. Jauh sebelum dia jadi majikan gue.

And suddenly, all the love songs were about you, Bryan.

-Bersambung

Fangirl TaleOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz