Aurora - 12

60.1K 13.4K 2.8K
                                    

Vote = moga ketemu bias.
Comment = moga di-notice bias.
Vomment = moga bisa deket sama bias.
Sider = jempol cantengan bin panuan.

☺☺☺

•••

Tempat favorit gue di kampus adalah perpustakaan. Soalnya itu satu-satunya tempat yang bikin gue lupa waktu tanpa perlu mengeluarkan uang. Tapi kayaknya gue udah nggak perlu mengkhawatirkan uang lagi mulai sekarang. Barusan ada pesan dari Bryan. Katanya, dia udah transfer duit ke rekening gue sejumlah yang gue minta kemaren.

Gue baru aja mau meletakkan ponsel di tas. Tapi benda itu bergetar lagi. Ada pesan lagi dari Bryan.

"Kau di mana? Kampus? Share location sekarang juga. Tidak usah bertanya," baca gue dengan kening berkerut.

Gue mengabulkan permintaan majikan gue yang aneh itu. Setelah gue shareloc, ponsel gue adem ayem. Gue pun membaca buku dengan damai selama bermenit-menit.

"Aurora." Kedamaian gue di perpustakaan ini luntur sudah karena sebuah suara yang sangat gue kenal.

"Bryan???"

Kok gue nggak kaget ya lihat dia yang mendadak berdiri bersandar di sekat meja gue?

Majikan gue ini kurang kerjaan banget. Mau ngapain coba dia ke kampus gue? Udah mah sepi lagi perpusnya. Suasana sesepi ini terus tiba-tiba muncul cowok ganteng. Berasa FTV nggak sih??? Bagus nih buat inspirasi FTV "Cintaku Untuk Oppa Tampan Nyantol di Perpustakaan".

"Kau tidak mengenakan masker. Tidak takut ketahuan fans?" tanya gue pelan.

Bryan menggeleng. "Aku baru saja melepasnya. Omong-omong, tempat ini sepi sekali. Apa selalu seperti ini?"

"Hampir selalu," sahut gue lalu menatap dia heran. "Ada perlu apa ke sini?"

"Bertemu dosen-dosenmu," jawab Bryan tersenyum.

Kening gue berkerut. "Untuk apa?"

"Meminta izin secara personal khusus untukmu, Aurora. Loey yang menyuruhku," kata dia tersenyum. "Aku pikir, itu yang memang seharusnya kulakukan."

Gue nggak ngerti. Dia lagi bahas apa sih???

"Kau akan tetap ke Jeju, Aurora," kata dia seolah bisa membaca pikiran gue. Seketika gue pun ingin melakukan aksi protes, tapi keburu ditahan sama dia. "Hanya tiga hari!"

"Kenapa aku harus ikut? Nanti tidak ada yang menjaga apartemenmu," ucap gue berusaha menolak dengan halus.

"Aku hanya kasihan melihatmu terlalu keras kuliah dan bekerja. Aku ingin kau tidak terlalu lelah. Jadi tolong terima niat baikku," pinta dia dengan muka sepolos pantat bayi yang belum dipopokin.

Gue makin lemah kalau Bryan terus-terusan kayak gini.... Gue yang berniat mau pergi dari hidup dia mendadak makin jatuh ke dalam perasaan cinta dan kagum—meskipun sikap dia sering ngeselin. Gue nggak bisa mengontrol perasaan gue meskipun gue paham, dia baik-baikin gue cuma sekadar formalitas majikan ke pembantunya.

"Aku ada presentasi kelompok dan ujian. Jadi tidak mungkin aku ikut," ucap gue membuat alibi. Tentang ujian, gue nggak bohong. Gue cuma bohong di bagian presentasi kelompok.

"Oh begitu...." Bryan mengangguk yang membuat gue lega. Akhirnya dia mengerti.
"Karena itulah aku ke sini, Aurora. Tulis semua nama dosen yang mengajar di kelasmu minggu depan. Aku akan menemui mereka dan meminta dispensasi untukmu."

Fangirl TaleOù les histoires vivent. Découvrez maintenant