Aurora - 9

66.4K 8.9K 1.3K
                                    

Sisa malam gue berakhir di kamar Bryan. Sendirian. Bryan tahu diri, jadi dia pasti memilih untuk tidur bersama Loey dan Sean di kamar sebelah. Astaga.... Mimpi apa sih gue bisa menginap satu apartemen sama mereka?!

Tubuh gue terebah dengan sangat nyaman di pembaringan. Gue lelah. Gue telah mencapai titik sangat mengantuk. Di saat mata gue siap memicing, tiba-tiba¾

"AAAAARRGGHHHH!!!"

Lolongan Bryan membuat gue terkejut dan panik setengah mati.

"AARRGGHHH!!! PERGI!!! PERGI!!!"

Suara Loey yang besar itu menjerit nggak kalah kencang dari Bryan.

"AUUUU-YAAAA!!!!!!" Sean malah menjerit memanggil gue.

Gue tambah panik mendengar suara mereka yang sudah sekencang mahasiswa yang lagi demo pakai toa. Itu pita suaranya segede gorong-gorong atau gimana sih??? Gue curiga, dulu emak mereka ngidam sangkakala pas hamil.

Gue berlari secepat yang gue bisa. Tiga mahluk jantan itu masih berteriak histeris dari dalam kamar dengan suara glodakan yang rusuh banget. Gue pun membuka pintu kamar dan menemukan tiga cowok itu berdiri berhimpit-himpitan di pojok dengan muka pucat. Gue jadi tambah panik, kan!

"Ada apa?!" tanya gue ikutan heboh.

"AAAARRRGGHHHH!!!"

Mereka bertiga malah berteriak berjamaah menggunakan nada A minor, E, dan G. Muka ketiganya bertambah pucat eraya kabur bersamaan. Mereka kompakan sembunyi di belakang gue.

"Ada apa ini?!" tanya gue makin bingung.

Sean menunjuk ke dinding dekat ranjang yang membuat gue terperangah.

"Kecoa?!"

Itu doang?! Seriously?! Mereka jejeritan macem anak gadis yang histeris liat abs dan otot di badan Sean cuma gara-gara kecoa???

"Itu? Hanya itu?" tanya gue memastikan.

Jawaban mereka nggak gue butuhkan karena tiba-tiba ada kecoa terbang ke arah kami. Tiga cowok yang gagal mempesona di belakang gue itu pun langsung berteriak melengking, lalu berikutnya yang gue denger adalah suara berdebum.

Gue menoleh dan mata gue hampir melompat melihat Sean pingsan dengan satu kecoa yang mendarat manja di wajahnya. Haduh! Nih cowok, ya! Dada boleh sebidang lapangan bola, perut boleh berpetak-petak kayak sawah. Tapi pingsan ketemu kecoa?!

Hhhh....

Bukannya menolong Sean yang pingsan, Bryan sama Loey malah menjauh gara-gara melihat kecoa itu masih menempel di kening Sean. Gue nggak bisa meletakkan harapan tinggi-tinggi ke mereka. Gue pun bersimpuh di dekat Sean untuk memegang antena kecoa itu.

Dengan segera gue masuk ke toilet. Gue mengambil sabun cair yang akhirnya gue tuang ke badan kecoa itu. Setelah sekarat, gue melempar mahluk itu ke dalam toilet, lalu gue flush sampai lenyap dari hadapan gue.

"Sean! Bangun- AAAARRGGHHH!!!" jerit Loey.

Nah, apalagi tuh? Pasti kecoa yang di dinding tadi!

"Au-yaaa!!! Cepaaattt!!!" jerit Loey.

Gue segera meluncur ke mereka. Dugaan gue tepat. Kecoa yang gue maksud jalan merangkak dengan super percaya diri ke arah Loey. Gue bergerak cepat mengambil minyak kayu putih dari dalam ransel, lalu gue meneteskan minyak kayu putih ke badan kecoa sialan itu. Beberapa waktu berlalu, dan akhirnya gue, Loey, dan Bryan jadi kesaksian tewasnya dua kecoa hari ini.

"Sudah. Beres."

Gue mengambil kecoa itu dan nge-flush lagi. Saat gue kembali, Sean sudah sadar. Dia masih bengong. Tapi sebengong-bengongnya dia, tetep aja ganteng.

Fangirl TaleWhere stories live. Discover now