Sinar Rembulan

16 4 7
                                    

Pada akhir pekan, Hank dan Mitchie mengunjungi rumah nenek mereka di kota. Dan tentu saja Judy dan Frey juga akan diajak. Mereka menaiki mobil sedan keluarga Dubois. Biasanya, mereka menginap di rumah nenek Hank selama satu atau dua malam. Hal itu dilakukan setidaknya sekali dalam satu bulan.

Neneknya Hank sama baiknya dengan Nenek Lencheister. Masakannya luar biasa dan selalu terasa mewah. Di rumah Nenek Dubois, ia akan tidur satu kamar dengan Hank dan kadang mereka tidak pernah tidur, hanya mengobrol sampai pagi. Lalu pada pagi harinya, mereka berempat akan ditraktir makan di restoran hotel tempat Kakek Dubois bekerja. Suami-istri itu jenius dalam hal memasak.

Tidak sulit mendapatkan izin dari orangtuanya. Dan Judy hanya perlu menyiapkan ransel berisi dua pasang pakaian, uang dan ponsel untuk mengabari keluargaya. Benda yang terakhir itu tak terlalu terpakai.

"Mitch?" Hank berteriak dari garasi pada pagi hari jam sebelas, saat mereka bersiap-siap berangkat. "Astaga, di mana sih? Mitchieeee! Dasar lamban!"

Hank berlari masuk ke dalam rumah untuk menyuruh Mitchie cepat-cepat bersiap. Melihat keadaan itu membuat Judy bersitatap dengan Frey.

"Kupikir kau masih sakit?" Judy mengerutkan keningnya.

"Memangnya harus setiap hari?" Frey balas bertanya. "Apa aku tidak boleh sembuh?"

Tak lama kemudian, Mitchie keluar dari rumah dengan tergopoh-gopoh, mencangklong tasnya sambil berlari menuju mobil. Ia menarik lengan Frey dan berseru, "Ayo!"

"Yang di belakang ini kalian atau aku dan Judy?" tanya Hank galak. Ia menyingkirkan Mitchie dari hadapannya. "Minggir, aku mau masuk."

Hank melipat kursi di bagian tengah dan duduk di kursi mobil yang paling belakang, lalu diikuti Judy. Sesaat dilihatnya Mitchie memandang Hank dengan tatapan benci dan wajahnya mendidih kemerahan. Judy menepuk pundak Mitchie ketika gadis itu duduk di kursi depannya, bermaksud menguatkan hatinya. Ini bukan pertama kali Mitchie terlihat kesal ketika bertengkar dengan Hank.

"Hank, lain kali panggil Mitch dengan lebih baik," tegur Ibunya. Mobil melaju membelah jalanan curam di kaki bukit.

Hening yang tidak mengenakkan.

Tak lama kemudian, terdengar isak kecil keluar dari Mitchie. Hank menatapnya dengan tatapan lelah.

"Kau pikir berapa sih umurmu? Apa menangis itu masih diperlukan?" bentaknya pada sang adik. Judy terdiam di sebelahnya. "Kalau kau masih berani menitikkan airmata, aku akan minta putar balik jalan dan lebih baik kita pulang."

Hening lagi. Mitchie berhenti menangis.

Judy hanya diam. Dia tak menyangka ini akan terjadi. Setelah itu, tak ada satu pun dari mereka yang bicara.

Mereka memutuskan makan siang di sebuah restoran sederhana. Suasana masih terasa alot dan mereka menghabiskan makanan lebih cepat karena tak ada hal yang bisa dibicarakan. Setelah selesai makan, Mitchie naik ke mobil lebih dulu dan menyendiri untuk sementara.

Judy menepuk bahu Hank. "Kau tak seharusnya melakukan itu, Hank."

Temannya hanya menghela napas. "Aku tahu."

Mereka kembali ke mobil. Namun, saat Frey hendak naik dan duduk di sebelah Mitchie, Hank menahannya dan membisikkan sesuatu pada gadis itu. Frey mengangguk dan ia pun melipat kursi di bagian tengah, lalu masuk ke bagian mobil paling belakang.

Judy tersentak. Apa ini artinya ia akan duduk dengannya? Sepanjang sisa perjalanan?

Hank menatapnya dengan penuh harap, maka Judy mengangguk. Hank perlu menenangkan adiknya, tak ada gunanya bagi Judy menolak. Ia pun duduk di kursi belakang, di sebelah Frey, sementara Hank kini duduk di bagian tengah untuk meminta maaf pada sang adik.

Mobil perlahan berjalan. Hank berdeham, tangannya terulur untuk mengacak kepala Mitchie. "Hei. Maafkan aku."

Mitchie tidak menjawab, melainkan langsung memeluk Hank dan menangis lagi. Cara yang biasa mereka lakukan untuk saling meminta maaf. Judy dan Frey saling bertatapan, dan mereka tersenyum.

Perjalanan ke kota memakan waktu cukup lama. Mereka berangkat pada pukul sebelas, dan baru tiba pada pukul tiga sore. Nenek Dubois menyambut mereka dengan sukahati, dan mereka disuguhi masakan-masakannya yang ajaib.

Pada sisa hari itu, Hank dan Mitchie sudah berhenti merajuk dan suasana sudah kembali nyaman. Mereka memutuskan berkumpul di taman belakang rumah dan memanggang daging bersama-sama untuk makan malam.

Saat pukul sepuluh, perut Judy sudah penuh dan saking kenyangnya, ia tak mampu bangkit dari kursinya. Maka ia pun bersandar saja dan berniat untuk tinggal di taman ini lebih lama.

"Kau tinggal menyusulku di kamar kalau-kalau butuh tidur, Teman," kata Hank sebelum meninggalkan Judy sendirian di taman.

Satu hal yang Judy suka lakukan di sini adalah duduk di kursinya, dan hanya diam menatap langit malam selama yang ia inginkan. Memandangi rasi bintang yang tergambar di langit beserta dengan sinar rembulannya.

Mungkin sudah satu jam lebih ia hanya duduk diam di situ sampai suara langkah kaki mendekat ke arahnya. Judy menoleh dan seketika, jantungnya seperti merosot turun ke perutnya.

"Hei, Frey," panggilnya pada gadis yang kini menghampirinya, dan duduk di kursi sebelahnya. "Tidak tidur?"

"Mitchie mendengkur keras sekali. Aku sampai tidak bisa memejamkan mataku," Frey mendengus. Ia juga bersandar di kursi dan menatap Judy. "Kau sendiri?"

"Aku kekenyangan. Ugh, aku tak sanggup bangkit," Judy memegangi perutnya, berpura-pura kesakitan. "Mungkin bisa saja aku akan tidur di sini."

Frey tertawa dan mengangguk-angguk, kemudian ia juga ikut menatap langit yang sama dengan Judy.

"Apa mungkin karena...ini?" tanya Frey. "Kau selalu melakukan ini setiap berkunjung ke sini."

"Ah..." Judy menggumam. "Kau benar. Ya, ini salah satunya."

"Aku juga akan melakukannya kalau jadi kau," Frey menggumam.

Hening. Tak ada yang bicara. Frey kini menatap langit, tapi tidak dengan Judy. Dia tak tahu harus menatap apa, atau siapa. Dia bergerak gelisah di kursinya.

Apa memang karena efek sinar rembulan dan bintang-bintang, Frey jadi terlihat lebih bersinar di sebelahnya?

Jude & FreyOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz