Selamat Ulang Tahun

15 2 3
                                    

Saat jam istirahat, Judy berjalan menuju ke kelas Frey untuk memberikan ucapan secara langsung dan khusus, agar lebih berkesan daripada sekadar di SMS tadi. Lagipula ia ragu Frey telah membaca pesannya. Ia menuju ke koridor kelas 2, dan kelas Frey adalah 2-4.

Beruntungnya, ia melihat gadis itu berjalan dari arah berlawanan sambil membawa gelas teh, atau kopi, Judy tak tahu. Yang jelas, Frey melihatnya di koridor dan tersenyum lebar, lalu berlari menghampirinya. Tanpa disangka-sangka, gadis itu memeluknya singkat.

"He-hei..." Judy tertawa canggung sambil menepuk punggungnya. "Ada apa hingga kau bertingkah begini?"

Frey menggeleng, namun tetap tersenyum. "Terima kasih banyak untuk ucapanmu malam tadi."

"Sama-sama," Judy menepuk lengan Frey, ikut melengkungkan senyum di bibir. "Anggap saja yang tadi ucapan titipan dari Hank dan Mitchie. Sekali lagi, selamat ulangtahun ya, Freya Lencheister."

Gadis itu tertawa renyah. Ia lalu memeluk Judy sekali lagi, kali ini lebih lama daripada sebelumnya. Judy memejamkan matanya rapat-rapat, berharap Frey tak mendengar detak jantungnya yang berdetak liar.

"Terimakasih, Jude. Kau memang laki-laki terbaik yang pernah kutemui."

Frey tersenyum manis sekali lagi sebelum berlari meninggalkan Judy yang berdiri termangu di koridor. Pemuda itu belum sanggup bergerak karena ia masih harus bereaksi atas apa yang terjadi barusan.

Ia bisa merasakan wajahnya memanas, seolah-olah seluruh darahnya naik ke kepala. Buru-buru, dia meninggalkan koridor kelas 2 dan kembali menuju ke ruang kelasnya.

Kalau begini jadinya, Judy tak yakin ia siap memberikan kue dan kado itu pada Frey malam nanti.

**

Pada pukul tujuh malam, Judy melancarkan aksinya.

Ia keluar dari rumahnya sambil membawa piring kue pancake-nya di tangan kiri, dan kado di tangan kanan. Judy berjalan dengan sangat hati-hati agar tak terjatuh atau terpeleset. Begitu sampai di depan rumah keluarga Lencheister, ia berhenti melangkah.

Lalu menghela napas berat. Ia mengapit kotak kadonya di ketiak dan beralih mengambil ponsel yang tersimpan di saku jaketnya. Lalu, ditempelkannya ponsel itu di telinga.

"Sekarang bagaimana? Aku sudah berdiri di depan rumahnya," katanya, dengan nada gelisah yang terdengar jelas.

"Ya masuk lah, Bodoh," suara Hank yang menyebalkan terdengar dari seberang. "Apa susahnya mengetuk pintu dan melangkah ke dalam?"

"Dan kau mau Frey yang membuka pintu, dan dia melihatku membawa kue dan segala barang ini?" sindir Judy. "Oh, ayolah, Hank, beri aku saran yang benar-benar bagus."

"Serius. Yang perlu kau lakukan hanya masuk. Atau mungkin mengetuk pintu rumahnya dengan pelan. Berani taruhan, pasti Nenek Lencheister sedang berada tak jauh dari pintu. Menyesap kopi di ruang tamu mungkin? Ia akan melihatmu segera, dan kau hanya perlu berbisik bahwa kau akan datang ke kamar Frey secara sembunyi-sembunyi," cerocos Hank. "Ayolah, Jude!"

Judy menghela napas. Perkataan Hank mungkin ada benarnya. Ia memantapkan diri. Setelah itu, Judy menaiki undakan di teras yang mengantarkannya pada pintu rumah keluarga Lencheister.

Dugaan Hank benar. Dari kaca jendela berbentuk persegi panjang yang ada di sebelah pintu, terlihat Nenek sedang duduk di ruang tamu, dan mengerjakan pekerjaan rutinnya—merajut. Judy tersenyum senang.

Jude & FreyOnde as histórias ganham vida. Descobre agora