9 - Undangan

179 25 0
                                    

Rembulan tersenyum di lembaran temaram. Mia menepi seorang diri di Telaga Teratai. Beberapa minggu telah berlalu sejak kedekatannya dengan Dirga. Dari sekian banyak waktu yang mereka lalui bersama, menikmati permainan biola lelaki itu di sore hari tetap menjadi momen yang paling ditunggu Mia.

Mia melihat bintang jatuh. Seketika ia menutup mata dan membuat permohonan.

Tuhan ... jika keajaiban-Mu berpihak padaku malam ini, hadirkan ia di sisiku. Ia yang mampu getarkan jiwaku setiap saat.

Mia membuka mata perlahan-lahan.

"Kalau aku duduk di sini, ganggu, enggak?"

Tiba-tiba seseorang berdiri di samping gadis bersweter rajut ungu itu. Ia tersentak, sontak mendongak ke sumber suara.

"Dirga ...?"

Dirga merasa lucu dengan ekspresi Mia, kemudian ia duduk dengan posisi yang sama.

"Ini benar-benar kamu, Dir?"

"Kaget, ya?"

Mia mengulum senyum.

Tuhan ... keajaiban-Mu sungguh nyata.

"Malam-malam suka ke sini juga?"

Mia hanya mengangguk.

"Enggak takut?"

"Gimana, ya? Sejak kecil aku sudah terbiasa dengan tempat ini. Aku merasa ... air, bunga teratai, dan pepohonan yang ada di sini adalah teman-temanku. Jadi sama sekali enggak takut."

"Gitu, ya?" Dirga tersenyum geli.

Mia kembali mengangguk.

"Oh ya, kok, datangnya malam-malam begini? Ada hal penting, ya?"

"Enggak juga. Tadinya lagi suntuk, dan entah kenapa yang ada di pikiranku hanya tempat ini."

"Masa, sih?"

Dirga mengangguk tegas sembari tersenyum. Lalu keduanya membiarkan hening mengambil alih untuk sesaat.

"Kamu pernah pacaran?" pelan Dirga.

Pertanyaan tidak terduga itu membuat Mia menoleh dengan mata setengah memicing. Ia lantas menggeleng.

"Kenapa?"

"Enggak ada, tuh, yang mau sama aku." Jawaban Mia disusul cengiran.

"Kalau misalnya ada?"

"Emang ada?" Pandangan Mia menghunjam ke mata Dirga.

"Ya ... kan, misalnya." Dirga cepat-cepat mengalihkan suasana, menghalau apa-apa yang berpotensi membuatnya salah tingkah.

Sesaat hening kembali di antara mereka.

"Kamu sendiri, pernah pacaran?"

Tadinya Dirga sudah berhasil menguasai diri, tapi pertanyaan barusan kembali menggandakan detak jantungnya. Tenggorokannya mendadak kering. Lelaki berkemeja abu-abu itu pun menggeleng saat Mia menoleh meminta jawaban.

"Yang bener?" Telunjuk Mia mengacung ke wajah Dirga yang tampak malu-malu.

"Selama ini aku terlalu fokus kuliah dan kerja, sampai lupa pacaran."

Keduanya terkekeh. Dirga sangat menyukai tawa Mia. Rasanya ingin dibungkus dan dibawa pulang.

"Mia ...."

"Hm?" Mia kembali melabuhkan tatapannya di manik mata Dirga, dengan tawa yang belum reda sepenuhnya.

"Entah apa yang spesial di dirimu."

Calon Besanku Cinta Pertamaku [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang