Chapter 34

9.1K 1.1K 135
                                    

"Sekali kau terikat dengan kami, melepaskan diripun kau tak akan sanggup."

◾◽◾

Nafas Yoojung tercekat menatap darah segar yang mengotori lantai. Menghitung detik, mengamati apakah pemuda itu masih hidup atau tidak. Sungguh ia tak ingin membunuh seseorang. Ia terlalu takut untuk menjadi pembunuh.

Beruntungnya, Yoojung dapat melihat dada Taeyong yang naik turun secara samar. Pemuda bersurai merah itu masih hidup. Yoojung meloloskan nafas lega.

Tanpa menunggu lagi, ia segera melewati tubuh Taeyong. Ujung jari kakinya sedikit menginjak darah pemuda itu menimbulkan jejak merah di setiap langkahnya.

Tangannya cekatan membuka pintu ruangan tempat Ten berada. Terkunci. Lantas ia membalikkan badan, kembali mendekati Taeyong. Dengan berhati-hati lantaran tak ingin membuat Taeyong sadar, Yoojung memeriksa seluruh saku pemuda itu. Ia menemukan sebuah kunci di saku jinsnya.

Lantas ia kembali bergegas membuka ruangan yang terkunci itu. Bau busuk menerpa indera penciumannya begitu pintu terbuka. Bersamaan dengan itu Yoojung harus kenelan dalam-dalam kenangan mengerikan kematian ayahnya disini. Waktu tak mengizinkannya untuk meratapi kemalangannya.

Hal paling penting saat ini adalah kabur dari sini dan mencari pertolongan. Untuk urusan dimana mayat ayah dan ibunya dibuang, serta mayat-mayat lain itu nanti setelah ia aman. Ia harus menyelamatkan dirinya dulu dan juga Ten.

Di sudut ruangan tepat di atas kursi, terduduk Ten dengan kepala terkulai ke bawah. Pemuda itu tampak kacau, bahkan wajahnya jauh lebih tirus. Yoojung mengumpati para psiko sinting itu.

Langkah kakinya berjalan cepat menghampiri Ten. Tangannya langsung cekatan membuka seluruh ikatan yang diikat sangat kuat hingga ia kesulitan untuk membukanya. Ten tersadar dari tidurnya ketika merasakan ikatan di tubuhnya terlepas.

"Yoojung-ssi? Ba.. bagaimana kau.."

Yoojung menggeleng cepat, menatap taham Ten. "Jangan menanyakan apapun sekarang. Kita harus kabur dari sini sekarang. Apakah kau bisa jalan?"

Kerut di kening Yoojung membuat Ten merasa bersalah. Pandangan matanya beralih menatap lututnya yang hancur. Akan sangat sulit untuk berjalan. "Kau bisa meninggalkanku disini. Cepatlah pergi dari sini dan lapor polisi."

Namun Yoojung menggeleng keras. "Aku tak akan pergi tanpamu!" Tegasnya. Lantas dengab cekatan menarik tubuh Ten dan memapahnya paksa. Tubuh pemuda itu sangat berat. Namun entah darimana Yoojung mendapat kekuatan sehingga ia dapat dengan mudah memapah pemuda itu menuju ruangan tempat kumpulan lemari berisi baju para korban berada.

Ten dapat melihat Taeyong tergeletak bersimbah darah begitu keluar dari ruangan busuk itu. Ia menghela nafas lega ketika akhirnya paru-parunya mendapat pasokan oksigen segar dan tak ada bau busuk lagi. Yoojung mendudukannya di sudut ruangan, sedang gadis itu membuka seluruh lemari guna mencari pintu keluar.

Tepat di lemari urutan tengah, Yoojung dapat melihat tombol hitam di bagian dalam lemari di balik baju-baju yang menggantung. Yoojung memencetnya dan seketika bagian dalam lemari tersebut terbuka menampakkan lorong gelap sebuah tangga menuju ke atas.

Yoojung bersorak dalam hati. Ruapanya tak sulit menemukan pintu keluar. Jantungnya berdegup semakin kencang. Ia berharap semoga ia dapat kabur dengan mudah.

Semua pikiran negatif terus bercokol dalam benaknya. Namun berkali-kali pula ia mendorong pikiran negatif itu menjauh.

Dengan susah payah, Yoojung memapah Ten menapaki anak tangga. Di ujung sana terlihat samar sebuah pintu. Begitu tiba di puncak tangga, Yoojung mendorong pintu tanpa kenop itu dan sepersekon detik kemudian matanya disambut oleh cahaya lampu sebuah ruangan yang ia kenali.

APARTMENT 127 [SUDAH TERBIT - PREORDER DIBUKA]Where stories live. Discover now