Dear Surga part 2 - Fatimah Hulya Albaihaqi

217 34 0
                                    

Dear Surga,
Masih adakah tempat untukku?
Bertanya demikian, adalah sebuah keharusan.
Mengingat seberapa banyak dosa yang kubuat,
Mengingat aku bukanlah seorang yang dirindu surga.
Aku hanya seorang gadis, yang begitu merindu surga.
Maka, beri aku kesempatan, Rabbi.
--Fatimah Hulya Albaihaqi.

Gadis itu menutup buku diary-nya-- menampilkan sampul buku bercover warna merah jambu, manik-manik dengan karangan bunga kecil membentuk lingkaran dengan huruf "F" di tengahnya. Di ujung atas sebelah kanan terdapat namanya, Fatimah Hulya Albaihaqi.

Gadis itu memakai jilbab lebar, syar'i. Sesuatu yang sangat jarang ditemui pada gadis-gadis jaman sekarang yang selalu lebih memilih model pakaian dengan trend masa kini. Namun meski begitu, gadis itu mampu menunjukkan dirinya, penuh kepercayaan diri dengan menggunakan pakaian besar dan lebar. Baginya, seperti itulah yang diperintah oleh tauladan terdahulu.

Fatimah bangkit, menelusuri rak bukunya, lalu mengambil buku harian lain miliknya. Setelahnya, Fatimah kembali ke mejanya dan membuka buku itu. Buku itu sudah hampir penuh dengan segala impiannya yang telah terwujud; memberangkatkan ibu dan neneknya untuk umrah, membantu anak-anak di panti asuhan, membuat kakek di panti jompo menikahi kekasihnya sebelum meninggal, dan lain sebagainya. Semua itu sudah terwujud dengan masing-masing impian terdapat sebuah polaroid sebagai bukti. Impian kecil, sederhana, namun itu membuatnya bahagia. Lembar dari buku ini tersisa sedikit untuk impian barunya-- dengan lembar terakhir adalah impian terbesarnya, bertemu surga.

Fatimah berhenti di lembar keinginannya untuk mewujudkan harapan salah satu anak panti asuhan untuk mendapatkan sebuah beasiswa untuk melanjutkan kuliah di negeri impiannya. Itu berhasil dengan bantuan darinya. Fatimah tersenyum kecil mengusap polaroid di lengannya yang menampilkan seorang gadis membawa sertifikat tanda memperoleh beasiswa. Setelahnya ia menempelkan polaroid itu di bukunya.

"CALISTA!!"

Fatimah mengernyitkan dahi mendengar pecahan benda dan keributan dari sebelah kamarnya. Ia berjalan mendekati jendela. Suara keributan itu berasal dari rumah tetangga di sampingnya.

Seingatku rumah itu tidak dihuni.

Setelahnya Fatimah kembali. Mencoba untuk tidak peduli dengan apa yang terjadi. Itu sama sekali bukan urusannya, dan ia tidak berhak sama sekali untuk ikut campur.

"I don't believe in God! Never! You know it!"

Sekali lagi sebuah bentakkan dan pecahan sesuatu terdengar. Membuat Fatimah memejamkan matanya dan menyentuh dadanya sebab terkejut.

Astaghfirullah ...

Detik selanjutnya sebuah ketukan di pintu kamarnya mengalihkan perhatian. Suara Umi Khadijah yang memanggilnya membuatnya bergegas membuka pintu. "Ya, Umi?" Ujar Fatimah.

Ibunya tersenyum lembut, "Fa, Umi bisa minta tolong? Antarkan bingkisan ini untuk tetangga baru kita di sebelah, ya?"

Jadi, rumah itu sudah dihuni sekarang?

Fatimah menimbang-nimbang. Ia ragu sebab baru saja mendengar pertengkaran dari tetangga barunya. Namun, ia juga tak kuasa untuk menolak Umi-nya.

Lalu setelah ia berpikir, "Iya, Umi. Fa antar sekarang." Fatimah mengambil alih bingkisan itu dari tangan Khadijah, lalu mencium punggung tangannya. "Assalamualaikum ..."

"Waalaikumsallam warahmatullah,"

Fatimah berjalan menuju rumah tetangga barunya yang paling besar di komplek perumahan ini. Namun, belum sampai ia di depan gerbang, ia dikejutkan dengan sebuah mobil sport hitam yang keluar dari rumah tetangga barunya itu dengan kecepatan tinggi. Sejenak ia memandang dengan raut bertanya-tanya untuk mobil yang sudah melaju jauh darinya. Sebelum ia melanjutkan langkahnya.

Dear Surga Where stories live. Discover now