52. Cahaya Halilintar

197K 25.1K 32.2K
                                    


52

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

52. CAHAYA HALILINTAR

"Abis ini Aia langsung bobo aja. Kalo nanti Aishakar atau Atlanna bangun, biar aku yang urusin bareng Bunda. Kamu istirahat aja, ya," tutur Langit.

Alaia tidak menyahut, bahkan tak sedikitpun ia bergerak. Tangannya yang semula memeluk Langit kini terlepas. Maka Langit memeriksa dengan cara mendongakkan wajah Alaia agar bisa ia lihat.

"Sayang," panggil Langit ketika ia ketahui cewek itu tidak bereaksi, matanya tertutup rapat, dan tubuhnya terkulai lemas serta dingin.

Lagi, Langit memanggil. "Aia?"

Dan sama sekali tak mendapat respons dari Alaia. Rasa cemas sangat cepat merasuki Langit hingga sekarang ia mencoba menyadarkan perempuan itu, namun Alaia enggan membuka mata atau sekadar menyahut dengan gumaman.

Lantas Langit mengangkat tubuh Alaia dan dibawa keluar dari toilet. Bunda maupun Ragas tersentak yang tentunya kaget melihat Alaia tumbang. Segera Langit merebahkannya ke atas brankar, tapi ia melarang siapapun untuk memanggil dokter.

"Kenapa Si Mimiw?" Ragas bertanya-tanya.

Bunda semakin khawatir karena badan Alaia bagai benda tak bernyawa. Deru napasnya tipis dan begitu pelan. Langit menggenggam tangan Alaia demi membagikan kehangatan, tapi terasa percuma.

Di pergelangan tangan Langit terdapat arloji hitam yang melingkar. Satu jam lagi menuju tengah malam. Perasaannya sangat yakin bahwa selain kelelahan pascamelahirkan, Alaia juga butuh laut.

Lewat tatapan yang saling dilemparkan antara Langit dan Ragas, keduanya seakan paham bahwa Alaia harus dibawa ke pantai, namun masalahnya ada di Bunda. Bagaimana cara pamitan ke Bunda dengan alasan logis?

"Bun, Alaia kayaknya capek banget. Badannya pasti kaget gara-gara abis lahiran terus nyusuin. Pasti kayak remuk banget tuh tulang-tulangnya, makanya modar." Ragas menyeletuk.

Pok! Satu pukulan mendarat ke muka Ragas karena menyebut Alaia modar alias mati. Siapa yang mukul? Jelas saja Langit.

"Atuh sakit, ih." Ragas menekuk wajah.

Tanpa menanggapi kelakuan Ragas, Langit kembali mengamati Alaia dan beralih ke Bunda. Dia tidak punya banyak waktu buat berdiam di rumah sakit dan membiarkan Alaia tertidur seperti itu terus. Maka, Langit mengajukan izin ke Bunda dengan ala kadarnya.

"Bun, Angit mau bawa Alaia ke luar," ungkapnya.

"Alaia udah capek begini mau kamu ajak keluar. Kesian atuh," balas Bunda.

"Biasanya kalo lagi keadaannya begini, Alaia seneng diajak ke pantai. Itu kayak obat buat dia, Bun." Langit bertutur sambil menilik wajah pucat itu.

Jarang sekali Alaia pingsan dan baru sekarang Langit begitu nafsu mengajak seseorang ke pantai dalam keadaan tak sadarkan diri. Langit beralasan seperti itu agar Bunda tidak curiga kenapa tiba-tiba Langit ingin membawa Alaia menjauh dari rumah sakit padahal tempat inilah yang sangat tepat untuk memeriksa keadaan manusia.

ALAÏA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang