DUA PULUH EMPAT

255 48 2
                                    

Gadis berparas cantik itu menemui adiknya Ailen, untuk melancarkan niatnya.

"Ada apa kak?" tanya Ailen heran dengan kehadiran Gina di kamarnya. Gina duduk di pinggir ranjang adiknya.

"Ada yang ingin kusampaikan padamu." Gina tersenyum lembut pada adiknya.

"Apa yang ingin kakak sampaikan padaku?" Mata Ailen berkedip. Ia penasaran hal apa yang ingin kakaknya itu sampaikan padanya.

Gina menghela nafas, "akan ku berikan padamu esok hari," Gina menjeda ucapannya untuk sesaat sebelum melanjutkan. "Sebenarnya itu untuk Riana."

Ailen terkejut, "untuk Riana? Apa yang ingin kakak lakukan pada Riana? Kakak tahu kan dia tunangan tuan Ralex."

"Jangan panik begitu, aku tidak ingin melakukan apapun. Aku hanya ingin memberikan hadiah ulang tahunnya," Gina berusaha menyakinkan Ailen.

"Hadiah?"

"Ya, aku ingin memberikan hadiah ulangtahunnya yang sudah lewat," bibir Gina masih menyunggingkan senyum manis. Hadiah yang mengejutkan pastinya, sambung Gina dalam hati. Ia tersenyum manis pada Ailen, adiknya yang polos. Seandainya Ailen tahu apa yang dilakukan Gina, apakah gadis itu akan membencinya?

"Hadiah apa yang akan kakak berikan pada Riana?" tanya Ailen penasaran.

"Rahasia!" Gina berusaha menampilkan senyumnya yang baik pada adiknya itu.

Ailen menatap kakaknya tajam, "kakak tidak memberikan hadiah yang aneh-aneh kan?"

"Tentu saja tidak," tidak salah lagi, sambung Gina dalam hati. "Baiklah kalau begitu, kakak keluar dan jangan lupa dengan hadiah Riana esok hari."

Gina keluar dari kamar Ailen dan menuju dapur.

"Mama!" sapa Gina begitu melihat Arlin sedang membuat kopi hitam. "Apakah mama ingin minum kopi malam hari begini?"

"Oh hai sayang," Arlin menyapa balik Gina. "Tidak, kamu tahu sendiri kan kalau mama tidak suka kopi. Ini untuk Ralex, ia memaksa mama membuat kopi hitam untuknya. Lagi-lagi ia lembur jadi mama terpaksa membuat kopi untuknya. Seandainya ia sudah menikah dengan Riana pasti mama tidak akan serepot ini."

Gina mendelik mendengar kalimat terakhir Arlin. Menikah dengan Riana? Ah apakah mimpi itu akan terwujud jika ia akan melakukan rencananya ini? Gina menatap Arlin yang sedang menyeduh kopi hitam. Mendadak ia memiliki ide bagus, sekalian melaksanakan rencananya.

"Ma bagaimana kalau Gina saja yang mengantarkan kopinya untuk Ralex, aku melihat mama sangat lelah. Sebaiknya mama istirahat saja, biar aku yang mengantar kopinya," kata Gina.

Arlin menatap Gina tidak yakin, "kamu yakin? Mama memang sangat lelah."

"Nah mama sebaiknya istirahat saja, biar aku yang antar pada Ralex," Gina menyakinkan.

"Tapi Ralex ingin mama yang mengantarkannya. Anak itu memang seharusnya menikah," Arlin mengeluh.

Gina tersenyum, "mama tenang saja, biar Gina yang mengantarkannya."

Wanita paruh baya itu keluar dari dapur meninggalkan Gina sendirian. Gadis itu bersorak gembira dan mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya. Beberapa menit kemudian ia membuka kamar Ralex yang tidak terkunci.

Menyadari kehadiran seseorang, Ralex mengalihkan pandangannya dari laptopnya.

"Kenapa kau ada disini?" Ralex menatap tak suka.

"Aku ingin mengantar kopimu," balas Gina sambil meletakkan kopi Ralex di atas meja kerja pria itu. Ralex menatap Gina dingin.

"Memangnya dimana mama? Aku ingin mama yang mengantarkannya bukan kau," ucap Ralex menyakitkan bagi Gina. Gadis itu tersenyum sembari memegang nampan.

"Mama menitipkan kopinya padaku, kata mama ia sangat lelah dan menyuruhku mengantar kopinya padamu," jelas Gina dengan nada lembut. Ralex berdecih.

"Lalu apa yang kau lakukan disini? Cepat keluarlah," usir Ralex. Dengan sakit hati Gina keluar dari kamar pria itu. Lihatlah apa setelah ini pria itu masih bersikap dingin padanya.

Setelah kepergian Gina, Ralex meraih kopinya tapi matanya masih menatap laptopnya. Ia harus berada di depan layar laptop sepanjang hari. Ralex menyandarkan tubuhnya pada sofa, ia sangat lelah dan menghabiskan kopinya dengan sekali teguk. Ralex menghela nafas, matanya tidak sanggup menahan kantuk lebih lama. Akhinya ia pun jatuh tertidur dengan laptopnya yang masih menyala di atas meja.

Tak lama kemudian, Gina muncul dari balik pintu. Gadis itu menatap kegirangan melihat Ralex tertidur di sofa. Ia memang menaruh obat tidur di kopi pria itu. Gina mendekati Ralex meraih laptop pria itu dan menutupnya. Ia mengangkat tubuh besar pria itu sekuat tenaga.

"Maaf Riana, aku terpaksa melakukan ini. Ralex sudah bukan milikmu lagi setelah ini," ucap Gina pelan namun juga senang.

***

Ailen menerima hadiah dari kakaknya untuk diberikan pada Riana. Walaupun penasaran, Ailen tidak berani membuka kotak kado yang khusus diberikan Gina untuk Riana. Sesampainya di sekolah, Ailen menghampiri Riana yang sudah tiba lebih cepat di kelas pagi ini.

"Selamat pagi Riana," sapa Ailen ramah.

"Selamat pagi Ailen," balas Riana tidak kalah ramah. Pagi ini ia begitu bersemangat.

"Apa itu?" Tanya Riana penasaran.

Ailen menyerahkan kotak kado itu untuk Riana, "ini untukmu dari kakakku. Dia baru keluar dari rumah sakit dan terlambat memberikanmu kado."

Mata Riana berbinar, "oh terimakasih." Riana menerima kado dari Ailen dengan suka cita. Tuhan baik sekali padanya pagi ini. Ia merasakan semangat yang luar biasa sekaligus mendapatkan kado dari kakak Ailen. Siapapun nama kakaknya itu, ucapkan terimakasih padanya. Tiba-tiba Riana teringat kado pemberian dari Ailen yang ia buang saat itu. Riana jadi menyesal mengingatnya, setelah ia dan Ailen berbaikan saat itu, ia mencari hadiah pemberian Ailen padanya di tong sampah tapi kado pemberian gadis itu sudah diangkut bersama sampah-sampah yang lain oleh sopir sampah.

Mengingatnya kembali, Riana merasa bersalah. Maka ia bertekad kalau hadiah dari kakak Ailen tidak akan ia buang pada tong sampah. Riana tidak sabar membuka kado itu pada saat jam istirahat dan ketika istirahat tiba, ia pergi ke taman belakang sekolah membuka kado pemberian dari kakak Ailen. Ia bahkan menolak ajakan ketiga sahabatnya untuk makan di kantin.

Ia terlalu penasaran dengan isi kado itu. Dengan hati senang Riana membuka kotak kado dan ia meraih selembar kertas bertuliskan selamat ulang tahun dari Gina.

Gina? Jadi nama gadis yang dilihatnya di rumah sakit itu Gina?

Dahi Riana mengerut begitu melihat tumpukan foto dibawah kertas selembar tadi. Ini bukan kado yang diharapkannya. Dengan cekatan Riana mengambil tumpukan foto dan membalikkannya.

Matanya terbelalak melihat tumpukan foto-foto itu. Air matanya mengalir begitu saja dan dadanya sesak.

Tega, Ralex tega berselingkuh darinya setelah pernyataan cinta pria itu padanya tempo hari. Apa ini? Kumpulan foto-foto telanjang pria itu bersama gadis lain. Ponsel Riana berdering, gadis itu meraih ponselnya dengan dada sesak. Matanya kembali terbelalak begitu seseorang dari nomor tidak dikenal mengiriminya video sex Ralex bersama wanita bernama Gina. Ia menonton video itu dengan hati hancur. Di video itu terlihat gadis bernama Gina berada di atas tubuh telanjang Ralex dan mencumbu bibir pria itu dengan rakus. Tubuh mereka menyatu dan Gina tampak bergairah menggoyangkan pinggulnya. Mereka tidak memakai selimut sehingga Riana dapat melihat kelamin mereka menyatu.

Riana menekan dadanya yang sesak dan air matanya yang tidak berhenti mengalir. Ia tidak dapat melihat Ralex tertidur saat Gina berada di atas tubuh pria itu karena videonya diambil dari samping.

TBC.

Wah,wah, wah Gina memperkosa Ralex.

Riana & RalexWhere stories live. Discover now