SEMBILAN

390 92 0
                                    

Sekitar jam tujuh malam Ralex mengantar Riana yang tertidur ke rumah gadis itu. Setelah berpamitan pada kedua orang tua Riana, Ralex mengendarai mobilnya keluar dari gerbang rumah Riana.

Senyum yang tadi menghiasi wajahnya saat berpamitan pada orang tua Riana, sudah menghilang dan kembali pada wajah datar dan dinginnya. Saat di perjalan pulang mengantar Riana tadi, asistennya meneleponnya bahwa 'dia' sudah sadar.

Jantung Ralex berdegup kencang mendengar kabar itu. Ralex bahkan menolak ajakan makan malam orang tua Riana. Sebenarnya ia ingin menerima ajakan makan malam itu tapi ia tidak bisa karena seseorang yang disana membutuhkan dirinya.

Mobil Ralex berhenti disebuah rumah sakit swasta. Ia turun dari mobilnya. Sejenak setelah Ralex keluar dari mobil, ia menghela nafas panjang. Kata asisten pribadinya 'dia' terus menerus memanggil namanya. Maka dari itu Ralex tidak bisa mengabaikan 'dia' yang tengah berbaring lemah di brankar rumah sakit.

Akhirnya Ralex memutuskan memasuki rumah sakit swasta itu. Ia melewati satpam yang tengah berjaga di luar lobby rumah sakit. Langkah kaki Ralex menyusuri lorong lorong rumah sakit dan berhenti pada ruangan VVIP yang bertuliskan nama 'GINA'

Ralex membuka kenop pintu lalu melangkah masuk setelah menutup pintu kembali. Ia menatap nanar pada seorang gadis yang tengah berbaring lemah diatas brankar. Ia mendekati brankar itu dan duduk dikursi sebelah brankar.

Tatapan Ralex berubah sendu. "Gina bagaimana kabarmu?" Ralex mendengus kasar, saat ini Gina tidak akan bisa menjawab sapannya.

Setelah beberapa saat memandangi wajah Gina, Ralex teringat sesuatu. Ia langsung menghubungi Riana.

"Hm." suara serak Riana membuat kening Ralex berkerut.

"Kau baru bangun?"

"Iya," lalu suara menguap dari Riana disebrang sana membuat Ralex terkekeh.

"Kenapa menertawakan ku?" Riana terdengar sewot.

"Maaf."

"Kau meneleponku hanya untuk menertawakan ku?"

"Bukan begitu," bantah Ralex.

"Lalu?"

"Aku merindukanmu," Ralex tidak berkata bohong. Ia memang merindukan Riana, sungguh.

Diseberang sana Riana mewanti-wanti agar jantungnya tidak lepas dari tempatnya. Perkataan Ralex entah mengapa membuat jantungnya tidak nyaman.

"Riana," panggil Ralex.

"Ah...iya, aku mengantuk."

"Kalau begitu tidurlah lagi dan selamat malam."

"Selamat malam," balas Riana lalu sambungan diputuskan oleh Riana. Ralex menyimpan ponselnya kedalam saku celananya.

Dan ketika Ralex menatap pada Gina, ia membatu. Tatapannya dan Gina saling beradu.

Gina tersenyum lemah, "itu tadi tunanganmu ya?"

Ralex mengangguk membalas pertanyaan Gina. Ia tidak ingin menjawab pertanyaan Gina secara langsung. Takut akan menyakiti perasaan gadis itu.

"Pasti dia sangat cantik sehingga membuatmu tersenyum."

Ralex menghela nafas. Ini yang tidak ia harapkan. Ralex tahu bahwa Gina menyukainya.

"Kenapa kau terbangun?" Ralex mengalihkan pembicaraan.

"Entahlah, mataku memaksa untuk terbangun karena mendengar suaramu," kata Gina.

"Apa suaraku terlalu keras sehingga mengganggumu?"

Riana & RalexWhere stories live. Discover now