TUJUH BELAS

304 50 3
                                    

Untuk pertama kalinya, Riana bolos upacara yang diadakan setiap Senin. Gadis itu bersama ketiga sahabatnya berkumpul di kantin.

"Sebenarnya ada apa denganmu?" Misya menatap Riana tajam.

"Sepertinya kau menyembunyikan banyak hal dari kami," Tiani menuding Riana.

"Kau bahkan membolos tempo hari," ujar Sarly.

"Ya bahkan aku harus membawa tasmu pulang," kesal Misya.

"Kau bertengkar dengan Ailen?" tanya Sarly.

Riana mendengus, ia bersandar pada kursi kantin. "Apa kalian tidak bisa diam."

Kali ini giliran ketiga gadis itu yang mendengus.

"Katakan saja apa yang sebenarnya terjadi," ucap Sarly.

"Jika kalian terus saja bicara bagaimana aku bisa mengatakannya."

"Baiklah, sekarang katakan!" Misya sudah tidak sabar.

"Sebenarnya aku bingung harus memulai dari mana," Riana menghela nafas, "tapi rasanya aku ingin marah."

Sarly, Misya dan Tiani menatap Riana dengan seksama.

"Sebenarnya aku yang memulai pertengkaran ini dengan Ailen. Bukan tanpa sebab aku mengajaknya bertengkar, itu karena..." Riana menunduk, tangannya terkepal.

"Karena?" Tanya Tiani.

"Karena dia dekat dengan Ralex," Riana membuang pandangannya dari sahabatnya. "Aku tidak suka dia berdekatan dengan tunangan ku."

"Sudah kuduga kalau gadis munafik itu ada apa-apanya dengan tunanganmu," Misya tiba-tiba berucap.

"Sarly lah yang pertama kali menyadarinya di pesta ulang tahunmu," kata Tiani. Sedangkan Sarly tidak berkata apa-apa.

"Jadi karena itu kau bertengkar dengan Ailen?" Tanya Misya.

"Jangan menyebut namanya," protes Tiani.

"Maksudku si munafik itu," Misya membenahi.

Melihat tanggapan sahabatnya tidak membuat Riana senang. Gadis itu malah bertambah pusing.

"Bukan hanya itu, kemarin malam ada seseorang mengirimiku foto Ralex dan gadis itu," ujar Riana. Ia memperlihatkan foto itu pada sahabatnya.

Sarly berujar, "ini bukan hasil editan aku tahu itu. Gadis itu memang bermuka dua. Dari awal aku memang sudah tidak menyukainya tapi kau malah berteman dengannya."

Misya dan Tiani menatap Riana seolah menghakimi gadis itu.

"Aku juga tidak suka padanya," ujar Tiani.

"Apalagi aku," sambung Misya.

"Lalu apa yang harus kulakukan?" Riana berujar frustasi. "Aku tidak suka dia mendekati tunanganku."

"Kau berkencan lagi dengan tunanganmu," saran Misya.

Riana mempertimbangkan saran Misya, "aku ini wanita, apa aku harus mengajaknya berkencan?"

"Buat dia mengajakmu berkencan," ujar Sarly.

Menghela nafas Riana menyetujui saran sahabatnya. "Bagaimana caranya membuatnya mengajakku berkencan?"
🌺🌺🌺

Berkencan? Tentu saja. Dengan bantuan Gema adik bungsu Ralex, Gema membuat pria itu mengajak Riana berkencan. Hari ini Ralex akan berkencan dengan Riana, ia sudah menyiapkan segala sesuatunya yang penting dengan kencan kali ini.

Ralex berusaha untuk membuat kencan kali ini dengan suasana lain. Seharian ia membuka website tentang wanita, seperti apa yang disukai wanita, membuat suasana romantis untuk wanita dan hal lainnya. Ia awalnya ragu untuk mengajak Riana berkencan tapi ia meminta bantuan adiknya untuk mengirim pesan kepada Riana, seolah-olah ia yang mengirimkan pesan pada gadis itu. Padahal yang sebenarnya, ia sama sekali tidak tahu cara mengajak wanita berkencan.

Meminta bantuan Gema adalah yang terbaik. Mengingat adiknya itu mantan playboy.

Di sisi lain Riana menatap ponselnya dengan tersenyum, masih tidak percaya Ralex mengajaknya berkencan. Awalnya Riana yang hendak mengajak Ralex berkencan. Tapi ketika hendak mengirimi pesan pada pria itu, Ralex yang langsung mengirimkan pesan terlebih dahulu.

Riana membaca kembali pesan dari pria itu sebelum mematikan ponselnya. Ingatan Riana tiba-tiba berputar kembali ke perayaan ulang tahunnya. Dimana saat itu Ralex berdiri di samping Ailen. Bahkan kata Sarly, Ailen datang bersama dengan Ralex dan menggandeng lengan pria itu. Orang tua Ralex juga tidak mempermasalahkan kedua orang itu.

Mood Riana memburuk, apa pria itu akan menjelaskan tentang hubungan diantara mereka? Mengapa rasanya Riana tidak siap? Padahal ia sangat tidak mengharapkan pertunangan ini.
🌺🌺🌺

Ralex sudah akan bersiap pergi untuk berkencan, ketika melihat Ailen berdiri di ruang tamu. Ia mendekati gadis itu.

"Ada apa?" Tanya Ralex ketika Ailen memegang kotak hadiah, Ralex tidak yakin apa itu tapi seperti hadiah.

"Ini," Ailen tidak enak untuk membicarakannya. "Tuan akan berkencan dengan Riana bukan?"

Ralex mengangguk.

"Tolong berikan hadiah ini untuk Riana, aku lupa memberikannya."

Ralex menerima hadiah itu, "baiklah."

Setelah itu Ralex keluar dari rumah megah itu. Ia tidak boleh terlambat, jangan sampai Riana yang menunggunya. Lebih baik ia yang menunggu gadis itu, seperti ia menunggu Riana tubuh besar untuk bertunangan dengan gadis itu.

Ralex turun dari mobilnya ketika ia sampai pada restoran tempat ia akan berkencan dengan Riana.

Memilih tempat duduk dekat dengan kolam renang, Ralex menunggu kehadiran Riana. Suasana restoran ini tidak terlalu ramai. Karena pengunjungnya sudah dibatasi.

Sebenarnya tidak ada batas pengunjung untuk kemari, semua ini rencana Ralex. Ia membuat restoran ini seolah-olah tidak ramai pengunjung. Para pengunjung disini adalah suruhan Ralex karena ia sudah Membooking tempat ini. Jadi ia membuat suasana sedikit romantis. Karena sesungguhnya Ralex bukanlah pria romantis. Ia bahkan tidak tahu romantis itu seperti apa kalau bukan dari adiknya Gema si mantan playboy.

Ralex melihat jam tangannya, lalu memperhatikan restoran ini. Awalnya Ralex berniat untuk membuat Riana dan ia saja yang berada di sini. Tapi Ralex mengurungkan niatnya itu, ia mempunyai rencana lain.

Hampir lima belas menit Ralex menunggu Riana, tapi gadis itu tak kunjung menampakkan diri. Ralex khawatir, jika lima menit lagi Riana masih belum datang ia akan menelepon gadis itu.

Akhirnya Ralex bisa bernafas lega, ketika melihat siapa yang datang mendekat. Ralex berdiri dan menarik kursi untuk gadis itu. Riana menaikkan alisnya, tidak percaya apa yang ia lihat. Benarkah ini Ralex tunangannya? Kenapa terlihat sangat romantis?

"Maaf menunggu lama, jalanan macet, ada sedikit masalah kecil di jalan." Riana menjelaskan keterlambatannya.

"Tidak masalah, yang penting tunanganku sampai dengan selamat," Ralex tersenyum kecil. Riana tertegun, ia tidak percaya ini Ralex si beruang kutub tidak banyak bicara itu.

Menyadari tatapan Riana, Ralex kembali tersenyum. Ia juga tidak percaya, ia bisa bicara seperti itu kepada Riana.

"Mau pesan apa?" Tanya Ralex.

"Ah, samakan denganmu saja," jawab Riana. Ralex mengangguk lalu memanggil pelayan. Setelah mengatakan pesanannya, Ralex kembali menatap Riana.

"Kau cantik," puji Ralex. Ia tidak berbohong, Riana benar-benar cantik dalam balutan gaun malam itu. Berbeda dengan Ralex, Riana menahan nafasnya mendengar pujian itu, telinganya memanas sampai wajahnya.

Ralex mengerutkan keningnya melihat wajah Riana yang memanas. "Apa kau baik-baik saja?" Tanya Ralex khawatir.

Riana tersenyum, "ya aku baik-baik saja, hanya saja disini sangat gerah," Riana mengipas wajahnya dengan telapak tangan.

"Benarkah?" Alis Ralex terangkat. Ia yakin suhu disini ini tidak panas, ia
bahkan merasakan suhu dingin AC disini sangat dingin. Ralex membalikkan telapak tangannya yang dingin lalu menempelkannya di pipi Riana. "Sudah mendingan?"

Riana hampir pingsan dengan perilaku Ralex. Benarkah ini tunangannya?

TBC.

Riana & RalexWhere stories live. Discover now