LIMA

555 105 6
                                    

Satu minggu telah Riana mendekam dirumah. Tubuhnya yang sakit mulai perlahan pulih berkat bantuan Elin yang setiap hari mengolesi obat yang dibawanya mengolesi punggung dan bahu Riana.

Satu minggu pula Riana tidak masuk sekolah. Itu membuat teman-temannya penasaran. Mulai dari grup sekolah, grup kelas, facebook, instagram, line dan aplikasi lainnya penuh dengan rasa penasaran orang-orang. Ingat Riana adalah gadis populer. Jadi ketidak hadirannya membuat fans beserta orang-orang menjadi bingung.

Tentu saja Riana kesal karena ponselnya menjadi ribut. Mamanya sudah memberi kabar ke sekolah bahwa ia tidak bisa masuk untuk sementara waktu karena sakit. Seharusnya orang-orang itu tidak terlalu penasaran karena mamanya sudah memberi kabar. Ini adalah salah satu resiko menjadi populer.

Riana sendiri heran, mengapa orang-orang itu terlalu penasaran. Ia bukan artis atau anak penjabat negara. Tapi memang orangtuanya adalah pengusaha terkenal di Indonesia.

Kadang kala Riana berpikir untuk kabur saja daripada menjadi bahan perbincangan orang-orang. Tidak semua orang membicarakannya dengan hal-hal baik, ada juga yang membicarakan keburukannya.

Apa mereka semua tidak pernah berpikir kalau menjadi salah satu anak sosialita itu melelahkan? Mungkin ada beberapa orang populer yang oke-oke saja menjadi perbincangan. Tapi tetap saja ada yang merasa lelah. Bagaimana tidak, ponselnya saja setiap hari berbunyi terus menampilkan notifikasi-notifikasi. Ada juga orang yang dengan kurang ajarnya mengiriminya hal-hal yang tidak senonoh. Jika Riana memposting status ataupun foto. Ada saja orang yang menyindir atau menghinanya. Ingin sekali Riana kabur dari semua ke popularitasnya ini.

Riana masih ingat awal ia menjadi sorotan media. Saat itu umurnya hampir enam tahun. Dan mamanya mengajak ke pesta bersama. Tentu saja Riana kecil sangat gembira. Selama ini mamanya tidak pernah mengajaknya pergi ke pesta. Hanya kedua kakaknya saja yang selalu diajak pergi. Setiap mereka pergi ke pesta, Riana selalu ditinggal sendiri dirumah bersama pengasuhnya. Tapi kali ini mama mengajaknya. Riana terlalu gembira sehingga ia tidak bisa menahan senyumnya.

Mama mendandaninya dengan sangat cantik. Gaun mekar yang dipakainya membuat Riana terkagum-kagum. Lalu sepatu yang sesuai dengan ukuran kakinya. Begitu indah semuanya sehingga Riana tidak berhenti bercermin. Ia merasa semuanya begitu indah dan cantik seperti difilm disney. Riana kecil bahkan berputar-putar seperti di film-film itu, sehingga ia terjatuh dan membuat mamanya marah.

Mama memarahinya membuat Riana sedih. Ia hampir saja ingin menangis tapi mama kembali memarahinya dan menyuruhnya jangan menangis supaya bedak yang dipakai Riana tidak terhapus. Benar mama sudah sangat cantik mendandaninya lalu kenapa harus menangis, begitulah yang ada dibenak Riana kecil.

Sely, mama Riana menggandeng tangan kecil Riana memasuki pesta. Pesta yang diadakan ada di hotel bintang lima. Riana terpukau dengan keindahan susana di pesta tapi dahinya berkerut. Apa ini yang dinamakan pesta? Penuh dengan orang-orang. Tapi kebanyakan dari orang-orang itu adalah orang dewasa. Hanya beberapa anak kecil yang ikut ke pesta. Itupun mereka ada di pengawasan orang tua mereka. Riana mendesah lesu, ia pikir pesta itu meriah dan banyak anak-anak seusianya.Tapi ini, ah... Riana ingin pulang saja.

"Mama aku ingin pulang," Riana kecil merengek pada Sely.

Sely melotot geram. "Jangan membuat mama marah Riana."

Dengan berat hati Riana mengikuti langkah mama hingga mereka tiba di sebuah meja panjang. Diatas meja banyak beraneka jenis makanan. Mata Riana langsung berbinar begitu melihat banyaknya makanan yang ada diatas meja.

Riana melihat papa dan kedua kakaknya duduk di kursi meja penuh makanan itu.

"Mama, mama itu papa dan kakak."

"Iya," sahut mama asal. Mama malas menghadapi Riana yang rewel. Tapi ia maklum baru pertama kalinya ia mengajak anak bungsunya itu ke pesta.

Sely mendekati suami dan anak-anaknya. Disana juga ada si pemilik pesta dan beberapa tamu kehormatan.

"Mama!" panggil Kevin dan Clasie membuat mama tersenyum. Ia mengelus rambut anaknya dengan sayang. Melepaskan gandengannya pada Riana kecil.

Riana mematung memandangi orang-orang dewasa itu. Tubuhnya yang kecil membuat orang-orang tidak dapat melihatnya.

Sehingga ada seseorang yang menabraknya. Riana mendongak menatap si penabrak tubuhnya. Ia sekarang terduduk dilantai ubin dengan gaun mekarnya. Anak remaja laki-laki yang menabrak Riana menatap gadis kecil itu datar.

"Kenapa kakak menabrakku?"

Dahi anak remaja itu mengerut, ia memandang tak suka. "Hei siapa yang menabrakmu gadis kecil?"

Riana mengerjap. "Gadis kecil?"

"Ya dan itu kau," raut wajah remaja laki-laki itu berubah datar. "Awas jangan menghalangi jalanku."

"Kau tidak jadi ke toilet?" Anak laki-laki lainnya berdiri di samping remaja laki-laki itu.

"Gadis kecil ini menghalangi jalanku," kata remaja laki-laki itu sembari menunjuk Riana.

"Gadis kecil?" Anak laki-laki itu menoleh arah tunjukan kakaknya. Lalu matanya berbinar.

"Hei siapa namamu?"

Riana menatap anak laki-laki itu.

"Oh mengapa kau duduk dilantai?" Anak laki-laki itu membantu Riana berdiri. "Namaku Gema, siapa namamu?"

Mata bulat Riana yang cantik mengerjap pelan. "A...aku Riana"

"Riana berapa umurmu?" Tanya anak laki-laki itu lagi.

"Lima hampir enam tahun."

"Wow, berarti aku kakakmu. Usiaku 9 tahun"

"Kakak," panggil Riana kecil.

"Ya seperti itu," Gema tertawa bahagia.

"Gema jangan terlalu dekat dengan orang asing," remaja laki-laki itu menarik tangan anak laki-laki yang bernama Gema, meninggalkan Riana dalam keterpakuan nya.
🌺🌺🌺

Pria itu menyandarkan tubuhnya pada sofa yang ada di ruangannya. Ia mengusap wajahnya kasar. Pikirannya tidak bisa tenang memikirkan gadis yang dirindukannya. Sungguh ia ingin sekali melihat wajah gadis itu. Bertahun-tahun lamanya ia memendam perasaannya pada gadis itu. Karena tidak sanggup hanya melihat dari jauh, ia meminta orang tuanya menjadikan gadis kecil itu menjadi tunangannya.

Orang tuanya tentu saja terkejut dengan permintaan anak sulungnya. Selama ini anaknya tidak pernah dekat dengan wanita manapun. Sekali ingin mendekati gadis, ia menginginkan gadis yang jauh dari diusianya. Tidak masalah hanya berbeda sepuluh tahun. Kedua orang tuanya akhirnya mengabulkan permintaan anaknya. Mereka juga senang karena orang tua gadis kecil yang diinginkan anaknya adalah sahabat mereka.

Mengingat bagaimana caranya ia mendapatkan gadis itu, ia tersenyum. Ia memang tidak pernah menampakkan wajahnya didepan gadis itu tapi ia mengawasinya dari jauh.

"Masih sama?"

Pria itu melihat asal suara lalu kembali mengabaikannya.

"Sudahlah temui saja gadis kecilmu itu," suara itu kembali terdengar.

"Bukan urusanmu."

"Aku tahu ini memang bukan urusanku, setidaknya aku sudah mengingatkanmu."

"Diam kau Alex!"

Suara tawa Alex bergema. "Aku tahu kau galau saat ini. Kalau kau tidak mau menemuinya biar aku saja yang menemui gadis kecilmu itu."

"Jangan coba-coba," tatapan tajam pria itu sedikit membuat nyali Alex menciut.

"Dengar kak, lekas temui dia, sebelum dia direbut laki-laki lain."

Alex segera keluar dari ruangan kakaknya, ia tidak mau menjadi santapan kekesalan kakaknya si pemarah itu. Ralex, ya pria itu Ralex.

Ralex memandang arah hilangnya Alex lalu ia menghela nafas. Tangannya terkepal membayangkan jika gadis kecilnya didekati pria lain.

TBC.

Riana & RalexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang