DUA PULUH ENAM

322 48 0
                                    

"Ada apa kak? Apa ada masalah serius?" tanya Alex ketika mereka bertiga bertemu.

Ralex melempar kumpulan foto sialan itu ke atas meja. Mereka berkumpul di kantor Ralex. Pria itu juga memperlihatkan video yang dikirimnya dari ponsel Riana pada ponselnya dan menghapus video itu dari ponsel Riana.

Alex dan Gema menonton video itu dengan ekspresi berbeda dan melihat kumpulan foto tak senonoh itu.

"Kau memperkosa Gina?" tanya Alex tidak percaya.

"Sialan! Dia yang memperkosaku. Gadis sialan itu ingin menghancurkan hubunganku dengan Riana." Ralex ingin melemparkan barang-barang yang ada dalam ruang kantornya pada wajah Alex.

Gema ikut kesal, pria paling muda itu memukul kepala Alex. "Alex sialan kau tidak usah berbicara kalau membuat kakak marah."

"Hey, aku juga kakakmu," protes Alex.

"Tidak peduli," balas Gema.

Ralex menghela nafas melihat pertengkaran kedua adiknya. Ia memukul meja sehingga kedua orang itu berhenti berdebat. Selalu saja, jika bertemu mereka selalu bertengkar.

"Aku ingin kalian memberi pelajaran pada Gina," kata Ralex.

"Kak kau serius? Bukankah kau sangat menyayangi Gina seperti saudara?" tanya Gema penasaran.

"Saudara hah? Jika dia menganggapku saudara, dia tidak akan memperkosa saudaranya sendiri," ucap Ralex.

Alex mengangguk, "kau benar kak, sudah sedari lama aku benci gadis itu berdekatan denganmu. Tapi kau dulu sangat mengasihinya."

"Benar aku sampai mual melihatmu begitu perhatian padanya," timpal Gema.

Ralex membenarkan. Ia dulu memang sangat menyayangi Gina seperti saudara tapi setelah kecelakaan Gina membuat Ralex tahu kalau Gina menyukainya. Tapi Ralex tidak menyukai gadis itu dan setelah kejadian ini, Ralex benar-benar menahan amarah supaya tidak mencelakai gadis itu.

"Lupakan gadis itu. Kita culik saja dia sebelum menyebar fitnah. Gadis itu sudah membuat Riana benci padaku," senyum dingin tercetak dibibir Ralex.

"Maksudmu dia mengirimi semua ini pada kakak ipar?" tanya Gema tidak percaya sambil menunjuk foto-foto tidak senonoh itu. Walaupun ia lebih tua dari Riana, ia suka sekali memanggil gadis itu dengan sebutan kakak ipar.

Ralex mengangguk, membenarkan.

"Aku tidak percaya ini, berani sekali gadis itu." Ralex akhirnya geram tangannya mengepal kuat.

"Riana marah besar padaku, ia sampai tidak makan selama dua hari karena masalah ini," kata Ralex.

"Dua hari? Apa kakak ipar baik-baik saja? Kenapa kakak tidak melihat keadaan kakak ipar?" Gema khawatir.

"Dasar adik bodoh, kakak baru saja pulang dari sana." Ralex memukul kepala Gema dengan kesal. Anak paling bungsu itu mengaduh dan mengusap kepalanya.

"Ini membuatku khawatir, aku tidak ingin hubunganku dengan Riana terjadi suatu hal yang tidak baik," lanjut Ralex.

"Aku juga tidak ingin kakak berpisah dengan kakak ipar, lebih baik singkirkan Gina saja," usul Ralex.

"Ide bagus," puji Ralex.

Alex dan Gema saling pandang, setelah memahami pikiran masing-masing, mereka berdua tersenyum licik.
****

Gadis itu tertawa terbahak-bahak setelah menerima kabar dari orang suruhannya kalau Riana tidak masuk sekolah dua hari ini. Ia jelas saja merasa sangat senang sudah merusak kebahagiaan Riana. Sebentar lagi, sebentar lagi Ralex akan menjadi miliknya.

Dengan hati senang ia keluar dari kamarnya tapi dihadang seseorang. Senyum Gina semakin lebar melihat adik perempuannya.

"Apa isi kado yang kakak berikan pada Riana?"

Gina cukup terkejut dengan pertanyaan adiknya tapi ia kembali tersenyum. "Hanya kado biasa."

"Kakak tidak perlu berbohong, setelah menerima kado dari kakak, Riana tidak mau berbicara denganku lagi. Dia juga kembali kekelas dengan mata bengkak dua hari yang lalu setelah itu dia tidak masuk sekolah lagi," ungkap Ailen sedih.

"Hanya kado biasa Ailen mungkin ada sedikit yang spesial di dalam kado itu. Mungkin dia memangis bahagia," balas Gina.

"Gara-gara kakak sahabat Riana membullyku," kata Ailen.

Senyum manis Gina luntur, "siapa yang membullymu?"

"Aku tidak peduli bullyan itu, aku ingin tahu hadiah apa yang kakak berikan pada Riana?" tanya Ailen mengabaikan pertanyaan Gina.

Gina geram, ia menyentuh bahu adiknya, "katakan pada kakak siapa yang berani membullymu? Kau bilang sahabat Riana, bukankah kau juga sahabat gadis itu?"

Ailen menjauhkan tangan Gina darinya dan berkata, "yang membullyku adalah ketiga sahabat Riana. Sedangkan aku hanya teman sebangku Riana."

"Mengapa kau tidak diangkat menjadi sahabat gadis itu?"

"Aku tidak sepopuler mereka, mereka anak orang kaya," jelas Ailen.

Gina tahu Riana anak orang kaya dan gadis populer. Tapi ia tidak tahu Riana dan sahabat gadis itu suka mengucilkan Ailen. Ia benci ini, anak orang kaya selalu semena-mena pada mereka. Jika Ailen mau, Ailen bisa menjadi seperti mereka karena keluarga Argamawan selalu dibelakang mereka. Gina sangat yakin itu karena waktu sekolah dulu, ia selalu mengaku anak orang kaya dan diantar jemput pulang sekolah oleh supir pribadi Argamawan. Semua orang percaya dan mau berteman dengannya. Dengan semua kebohongan itu, ia memiliki banyak teman ditambah wajahnya yang cantik, banyak lelaki yang mau menjadi kekasihnya.

Tapi Gina heran kenapa adiknya tidak melakukan hal yang sama, malah adiknya terlihat seperti anak beasiswa yang sekolah disekolah elit. Dan lihat akibatnya, adiknya dibully oleh gadis populer. Dalangnya adalah Riana, gadis itu harus lenyap supaya semuanya bahagia. Ia bahagia bersama Ralex, Ailen bahagia dengan jauh dari bullyan.

"Bagus sekali, aku memberikan hadiah yang luar biasa pada gadis sombong itu," ucap Gina membuat mata Ailen terbelalak.

"Apa isi hadiah yang kakak berikan pada Riana?" Ailen geram melihat kakaknya itu tidak peduli.

"Kau tidak perlu tahu Ailen, hadiah itu pasti akan membuat Riana ingin bunuh diri. Ia pasti merasa sangat sedih." Gina tertawa.

"Kak hentikan semuanya, ini semua salah kakak. Jika kakak tidak memberikan hadiah itu pada Riana pasti aku tidak akan dibully. Wajar saja sahabatnya membullyku karena mereka merasa memang aku penyebabnya Riana begini." Ailen marah dan ia sangat membenci perbuatan Gina ini. Jika kakaknya itu tidak mengirimi hadiah yang aneh-aneh pada Riana, gadis itu pasti tidak menjadi seperti ini.

Dari penjelasan ketiga sahabat Riana, gadis itu tidak keluar dari kamarnya setelah pulang sekolah dan tidak makan juga. Bagaimanapun Ailen merasa bersalah karena dialah pengantar hadiah Gina kepada Riana. Riana pasti tidak mau berteman dengannya lagi. Padahal ia sangat berharap menjadi teman Riana. Apalagi Riana akan menjadi nyonya masa depan Argamawan. Ia ingin hubungannya dengan Riana terbentuk dengan baik.

Gina tertawa, "kau mengatakan semuanya salah kakak? Kau selalu saja menyalahkan kakakmu ini. Kenapa kau tidak berkaca, gadis seperti Riana itu hanya memanfaatkanmu sebagai batu sandungannya saja. Dengan kata lain dia menjadikanmu pembantunya."

"Apapun yang ada dipikiran kakak itu tidak benar. Riana orang yang baik," bela Riana.

"Kau tidak perlu berbohong adikku, kakak tahu kalau kau hanya menjadi pembantu gadis itu. Kakak melihatnya sendiri kau menawarkan baju seragamu pada gadis itu saat baju seragamnya kotor." Kata Gina.

"Dimana kakak melihatnya?" tanya Ailen tapi seseorang menghentikan perdebatan mereka.

Orang itu adalah pelayan Argamawan. "Nona Gina tuan Ralex ingin bertemu dengan anda."

Mata Gina berbinar sedangkan Ailen menatap curiga. Sebelum ia sempat mengeluarkan suara, Gina lebih dulu mendahuluinya.

"Kakak pergi dulu Ailen, ingat masalah bullyan ini akan kita bahas setelah aku pulang."







TBC.

Riana & RalexWhere stories live. Discover now