TIGA BELAS

312 72 2
                                    

Pesta ulang tahun Riana memang dirayakan dengan megah di hotel bintang lima. Tapi tidak membuat Riana merasa senang karena pemandangan Ralex yang berdiri di dekat Ailen. Pria itu juga tidak berinisiatif mendekatinya ketika Riana tidak menyuapi pria itu.

Tatapan Ralex juga tidak mengenakan membuat Riana bimbang mendekati tunangannya itu. Dan Ailen? Riana merasa kalau gadis itu adalah orang yang munafik. Pura-pura baik padanya saja. Riana bersandar pada kursi dekat dengan kolam renang. Pesta ulang tahun Riana masih berlangsung, ada dance untuk para anak muda. Sedangkan para orang tua sudah pulang. Dan untung saja di pesta ulang tahunnya ini tidak ada alkohol. Jika ada, Riana yakin teman-temannya akan mabuk semua karena kenakalan mereka. Lihat saja dance mereka yang mengerikan itu. Riana menggeleng melihat kelakuan mereka.

Memejamkan mata Riana bersandar, merasa lelah dengan hari sial ulang tahunnya ini. Juga lelah dengan keberadaan Ailen yang berada di perayaan ulang tahunnya. Ailen, senyum Riana terlihat mengerikan ketika mengingat nama Ailen. Sekarang entah kemana kedua orang itu. Setelah para orang tua pulang, Ralex dan Ailen juga menghilang entah kemana.

Ralex adalah tunangannya walaupun awalnya ia tidak mengakuinya tapi pada kenyataannya mereka telah bertunangan. Tapi kenapa Ralex dekat dengan Ailen?

Riana memperhatikan jari manisnya yang berisi cincin pertunangan mereka. Riana benci akan dirinya sendiri mengapa begitu menaruh hati pada Ralex ketika mereka pulang dari pantai pada waktu itu. Memejamkan mata mungkin lebih baik sekarang.

Ingatan tentang kebersamaan Riana dengan Ralex membuat Riana kembali membuka matanya. Salah, ternyata memejamkan mata membuat Riana mengingat kembali tentang kebersamaan Riana dan Ralex. Ingatan tentang Ralex yang rela menampung Riana di punggung pria itu.

"Riana!" Sarly berjalan mendekati Riana.

"Ada apa?"

Sarly duduk di samping Riana dan menatap gadis itu dengan wajah serius.

"Kenapa menatapku seperti itu?"

"Aku ingin bertanya mengapa Ailen ada di pesta ulang tahunmu?" tanya Sarly.

Riana memilih menatap ke arah lain, ia tidak ingin Sarly melihat matanya. "Mana aku tahu, bukankah kalian yang mempersiapkan pesta ini? Mengapa bertanya padaku?"

"Nah itu dia, aku juga bingung. Tadi kak Clasie meneleponku dan merencanakan tentang pesta ulang tahunmu." Sarly melanjutkan, "kami merencanakan semuanya dan memperindah tempat ini. Tapi siapa sangka Ailen juga ikut dan dia datang bersama tunanganmu."

"Bukankah semua teman sekelas kita diundang?" Tanya Riana.

"Bukan itu masalahnya, tapi dia datang bersama dengan tunanganmu sambil menggandeng lengannya."

"Apa?" Riana langsung menoleh ketika mendengar ungkapan Sarly.

"Aku juga bingung ada hubungan apa sebenarnya dia dengan tunanganmu. Bahkan calon mertuamu juga tidak masalah dengan kedekatan mereka."

Riana menatap kolam renang yang ada di sana. Pengakuan Sarly membuat Riana bingung harus bersikap seperti apa. Ia kira Ailen adalah gadis yang baik tapi ternyata tidak lebih dari parasit.

"Tiani dan Misya juga kaget, kami tidak percaya kalau gadis yang selama ini bertampang baik ternyata tidak lebih dari perusak hubunganmu."

"Cukup Sarly." Riana mengatur nafasnya, dia tidak ingin mendengar pengakuannya Sarly lagi. Itu akan membuat moodnya bertambah kacau. Ulang tahun yang di dambakannya selama ini malah membuatnya menjadi gadis paling tidak berdaya.

Sarly menghela nafas, "dengarkan aku Riana, bukankah selama ini kita berempat telah berjanji tidak akan berteman dengan sembarang orang? Tapi kau malah melanggarnya, aku sering melihatmu membalas sapaan Ailen dan berbicara dengannya. Kau lihat semuanya?"

Riana menunduk tidak membantah ucapan Sarly. Sarly kembali menghela nafas dan pergi dari sana. Meninggalkan Riana yang bimbang dengan dirinya sendiri.
🌺🌺🌺

"Selamat pagi Riana?" Sapa Ailen ketika Riana sampai pada bangkunya. Riana hanya menoleh sekilas pada Ailen tanpa menjawab sapaan gadis itu.

Ailen tersenyum pada Ailen, "apa kau sedang datang bulan?"

Riana mengabaikan Ailen, ia memilih bersandar pada kursinya, tidak melihat pada Ailen. Ailen sampai bingung tapi ia mencoba mengerti.

"Oh ya, kemarin aku lupa memberi kado untukmu. Dan hari ini aku membawanya," Ailen membuka tas sekolahnya dan menyerahkan pada Ailen kotak kado. Riana belum juga merespon.

"Riana ada apa denganmu? Kau terlihat berbeda hari ini?" Ailen menatap Riana sedih membuat Riana tersenyum sinis. Gadis murahan, pikirnya.

Ailen masih menyodorkan kotak kado itu. Tapi melihat tidak ada respon dari Riana membuat Ailen merasa khawatir. Ailen menyentuh pundak Riana dan di tepis gadis itu.

"Menjauh dariku," teriak Riana membuat sekelas menatap pada mereka. Ailen yang diteriaki menjadi gelagapan.

"Riana ada apa denganmu? Kau terlihat berbeda? Apa kau sakit?"

Riana tersenyum mengejek pada Ailen, "mengapa kau peduli padaku?"

Ailen terpaku, "Riana apa yang kau katakan? Tentu saja aku peduli padamu. Kau adalah sahabatku."

Riana berdecih lalu berdiri dari duduknya, "sejak kapan aku dan kau bersahabat? Berteman saja aku tidak mau denganmu apalagi sahabatan."

Mendengar pengakuan Riana, Ailen tentu saja kaget. Ia pikir ia bisa bersahabat dengan Riana tapi ternyata gadis itu tidak menganggapnya seperti itu.

"Riana ku pikir..."

"Kau pikir apa?" Riana memotong ucapan Ailen. Teman sekelas mereka bahkan berkumpul di sekeliling bangku mereka. Tapi Riana sudah terlanjur marah dan mengabaikan sekelilingnya.

Ailen menunduk, "Riana aku tidak tahu mengapa kau marah padaku. Jika aku ada salah katakanlah padaku apa salahku."

Riana tidak menjawab tapi malah mendesis di dekat telinga Ailen, "munafik." Katanya sebelum pergi dari kelas.

"Riana!" panggilan Ailen di abaikan Riana. Gadis itu memilih menjauh menenangkan pikirannya. Ia mengutuk dirinya sendiri mengapa begitu emosi tadi. Mungkin ini semua tentang perasaannya yang mulai tumbuh pada Ralex sehingga cemburu ketika pria itu dekat dengan wanita lain.

Riana menghapus air matanya dan menghentikan langkahnya. Ia menatap sekelilingnya dan tersadar ia keluar dari gerbang sekolah. Riana menepuk keningnya dan memilih berbalik ke sekolah tapi ingatan tentang pertengkarannya dengan Ailen membuat Riana mengurungkan niatnya untuk kembali ke sekolah. Ia menunggu kendaraan yang lewat sehingga akhirnya ia memilih menaiki angkot yang lewat. Ini pertama kalinya ia menaiki kendaraan umum tapi Riana tidak peduli. Ia hanya memikirkan dirinya sendiri.

"Bolos sekolah?"

Riana tersentak ketika merasa ia bolos dan melihat orang yang menegurnya.

"Apa kau melupakan wajah tampanku?"

Riana bergidik ngeri melihatnya.

"Ternyata kau melupakanku ya, ah sedihnya." Riana mengabaikan pria itu. Tentu saja dia tidak lupa dengan pria yang membuatnya merasa tersinggung waktu itu. "Kita belum berkenalan, aku Tony dan kau Riana kan gadis populer?"

Riana memilih tidak menjawab.

"Tumben sekali gadis kaya sepertimu mau menaiki angkot? Apa orang tuamu sudah bangkrut?" pria itu tertawa membuat penumpang lain merasa terganggu. "Maaf," Tony menjadi salah tingkah.

Kini giliran Riana yang tertawa tapi tidak sekencang Tony.

"Ternyata kau bisa menjaga tata krama juga," ucap Tony mengejek.

"Kau belum menjawab pertanyaanku, mengapa kau bolos?" Tanya Tony penasaran. "Apa kau sedang datang bulan?" Tony dengan kurang ajarnya melihat ke bagian belakang Riana.

"Mana? Kenapa aku tidak melihat yang berwarna merah?" tanya Tony polos. Riana menahan kemarahannya sebelum berteriak.

"Pria kurang ajar!"




TBC.

Kejadian membolos malah berujung kejadian tidak mengenakkan.

Riana & RalexWhere stories live. Discover now