02 - Ditolak

432 89 9
                                    

Selamat membaca.
.
.

Gadis itu menggeleng menghapus sebuah bayangan yang tiba-tiba singgah. Lalu mengangguk, karena ia sudah tahu. Siapa yang tidak tahu putra dari Wirama? Semua orang pasti tahu! Laki-laki yang katanya tampan dan ternyata memang benar-benar tampan ah ralat---

SANGAT TAMPAN!

"Saya sedang membutuhkan seseorang yang bisa membantu saya." ujarnya dengan tenang, tapi mata tajamnya menyorot penuh harap kepada gadis didepannya.

"Insyaallah saya bisa, pak Rakha."

"Emm... Saya lebih suka dipanggil Ali." ujarnya tersenyum lagi.

"Ba-baik pak Ali." Prilly menunduk malu. Laki-laki yang mengaku lebih suka dipanggil Ali itu, sedaritadi menatapnya dengan senyuman manis. "Gula lewat."

"Kamu yakin bisa?"

Prilly memberanikan dirinya untuk mendongak, menatap mata tajam namun teduh milik Ali dengan was-was. "Membantu seperti sekretaris biasa kan pak?"

"Memangnya kamu pernah menjadi sekretaris sebelumnya?" bukannya menjawab Ali malah balik bertanya.

"Be-belum."

"Lalu? Kenapa memberanikan diri melamar kesini? Apa kamu yakin saya akan menerima kamu?"

Prilly kembali menunduk, ia sendiripun tidak yakin karena memang belum berpengalaman. Tadi juga saat menerima surat lowongan itu Prilly tidak mau terlalu berfikir panjang, menurutnya itu--- langka. "Ka-kalau tidak diterima saya tidak apa-apa pak."

Ali menyimpan telunjuk didagunya, alih-alih berfikir. "Emmm, asal kamu berjanji mau membantu saya."

"Saya pasti membantu, tapi membantu apa kalau saya diperkenankan tau?" Prilly masih menunduk, tidak berani menatap Ali secara terang-terangan seperti tadi. Walaupun wajah Ali tampan dan senyumannya manis tapi Prilly benar-benar takut, ah lebih tepatnya gugup.

Ali menghela nafas kecil, "orang tua saya mendesak agar saya segera menikah. Tapi saya sendiri sedang malas mencari kekasih."

"Lalu?"

"Bisakah kamu melihat saya?"

Prilly refleks mendongak, melihat Ali yang tadinya datar kini tersenyum hangat lagi. "Seperti ini kamu semakin terlihat cantik."

Blush! Prilly meremas kepalan tangannya, merasa pipinya menghangat dan yang pasti sudah memerah. "Oh shit! Dasar buaya!" batinnya menggerutu.

"Jadi, apa kamu mau membantu saya dengan menikah dengan saya?"

"Ee-eh a-apa?!" Hazel eyes itu hampir saja keluar karena terkejut. "Ma-maaf pak, tapi niat saya kesini mencari pekerjaan bukan mencari suami." ujarnya setelah beberapa menit mengontrol diri.

Bugh! "Disini tidak membuka lowongan pekerjaan!" Ali geram, tangannya tanpa sadar menyentak meja dengan keras dihadapan Prilly.

Prilly membulatkan matanya, terkejut-lagi- sekaligus takut. Dengan rasa takut yang menjalar ia membuka resleting sling bag-nya dan mengulurkan surat brosur yang ia dapatkan tadi pagi dari seseorang. "Ini pak,"

"Ini? Ini sudah lama, lihat tahunnya."

15 September 2020

OH SHIT! APA KARENA TERLALU SEMANGAT? Prilly sampai tidak melihat tanggal yang tertera dipojok bawah surat!

Sementara Ali tersenyum dalam diamnya, ternyata benar! Prilly tidak menyadari tahun yang tertera disana. Karena tulisan tahun sengaja dibuat kecil dan tertera dipaling pojok. Ah Sahabatnya memang pintar!

"Ka-kalau begitu saya permisi." baru akan beranjak suara Ali membuatnya kembali terdiam.

"Saya suka sama kamu." setelah mengatakan itu, Ali mengutuk dirinya didalam hati. Harusnya ia jangan mau mengikuti saran dari Yoan, pasti dampaknya begitu memalukan!

Prilly berdiri kaku! Bagaimana bisa laki-laki itu menyukainya padahal ini awal pertemuan mereka?

Melihat Prilly diam, Ali membuang nafasnya dengan kasar. Persetanan! Sudah terlanjur mengungkapkan apa yang Yoan suruh. Mau meralatpun untuk apa? Ya--- sudah terlanjur basah kenapa tidak menyelam? Siapa tahu 'kan bisa menyelam sambil minum air.

"Saya akan bahagiakan kamu, asal kamu mau menjadi istri saya." Ali kembali melanjutkan kalimat yang sudah diajarkan Yoan sembari berjalan mendekat kearah Prilly. "Kartu nama saya ada diatas meja, kalau kamu butuh silahkan kamu ambil. Bukan cuma kebahagiaan, tapi semua saya kasih buat kamu. Rumah, mobil, uang dan semua!" setelahnya Ali berlalu keluar dengan senyum manisnya.

Sementara Prilly masih terdiam kaku ditempatnya. Prilly sebenarnya adalah gadis yang royal, suka berfoya-foya dan begitu suka pada hal mewah. Tapi semenjak kakaknya meninggal, ia menjadi pribadi yang mandiri dan hemat.

Semenjak itulah Prilly berubah! Prilly yang royal menjadi irit dan begitu rajin. Karena ia baru tahu, mencari uang itu tidak semudah mengeluarkannya.

"Nikah tanpa cinta? Ga deh," tanpa mau berfikir Prilly pergi dari sana, meninggalkan kartu nama yang tidak ia lirik sama sekali.

Tekadnya dari dulu tidak pernah berubah, Menikah sekali seumur hidup! Takutnya ketika menikah tanpa cinta dan perasaan, Prilly malah bosan dan memutuskan bercerai. Heh! Membayangkannya saja Prilly tidak mau.

Biarlah ia menjadi orang susah, toh sudah nyaman. Ah bahkan Prilly tidak merasa ganjil oleh kelakuan mantan calon bosnya itu, eh ya begitulah.

Ali yang melihat itu dari kamera ponselnya pun mengeram marah. "PRILLY, ARGH!!!" pekiknya keras. Untung lantai 14 hanya ada ruangan pribadinya. "Oke tenang, Li! Kita main secara ganteng."

"Gadis munafik! Sudah ditawarkan mobil bahkan rumah pura-pura tidak tertarik. Lihat nanti!"

"Harga diri gue udah terinjak-injak lagi dimata tu perempuan."

Ali membanting ponselnya begitu saja, berlalu masuk kedalam kamar pribadinya lalu memilih mengatur startegi disana-- ah tapi sepertinya tidur lebih menarik.

.
.
-Tbc

Mau ikut tidur ah sama Ale:) Bhay-

Sebuah DENDAM [Every Day]Where stories live. Discover now