06 - Calon Istri

419 74 10
                                    

Selamat membaca.
.
.

"Baru tiba?" Ali melirik sebentar Yoan, laki-laki yang tiba-tiba hilang entah kemana dan baru kembali sore hari.

Yoan mengangguk kecil, "sesuai permintaan, anda tuan. Saya sudah menemukan seseorang yang cocok untuk menjadi orang tua anda." ujarnya formal. Karena ini menyangkut pekerjaan, jadi Yoan harus bisa menyesuaikan diri.

"Kau yang urus!" Yoan mengangguk, membuntuti Ali yang jalan didepannya.

Ali menghampiri dua orang yang sedaritadi menunggunya. Seorang wanita dan seorang pria, mungkin pasangan suami istri. Mereka tampak duduk dengan mata yang jelalatan bergerak kesana kemari melihat isi kantor Ali yang terkesan mewah.

"Permisi," Yoan menyela. "Baik tuan, ini bu Farida dan suaminya Bima. Mereka siap menjadi orang tua pura-pura tuan." jelas Yoan membuat Ali berdehem dan mengangguk paham.

"Yo!"

Yoan ikut mengangguk, membawa keduanya pergi ke mall untuk merubah penampilan mereka yang tadinya biasa saja menjadi mewah dan berkelas.

***

Prilly menjatuhkan tubuhnya ke sofa rumah besar Ali. Tadinya Prilly ingin pergi kabur dengan membawa kartu yang Ali berikan, tapi Prilly masih terlalu waras untuk itu. Ia malah takut jadi buronan mengingat ucapan Ali, lagian tinggal disini lebih enak.

Mendengar suara langkah kaki, Prilly menoleh melihat Ali yang datang bersama dua orang di belakangnya.

Prilly spontan berdiri, menunduk kaku saat ketiga orang yang berjalan itu semakin mendekat.

"Jangan menunduk!" ujar Ali menarik Prilly untuk duduk di sebelahnya. "Kenalkan, ini Prilly calon istri saya."

Prilly terdiam, menatap Ali dengan pandangan tajamnya. "OAPAAA?!" kenapa dengan begitu mudahnya Ali berbicara begitu? Tahu akan begini Prilly lebih baik memilih kabur saja tadi. Bodoamat sama anceman Ali!

"Prill, ini mamah dan papahku." mendengar itu Prilly memberikan tangan sebelah kanannya, bermaksud meminta bersalaman. "Saya Prilly, tante om."

"Ah Prilly, nama yang cantik. Saya Farida mamahnya Ali, ini suami saya Bima papahnya Ali. Kami sudah banyak mendengar tentang kamu. Ternyata benar kamu cantik! Pertama melihatmu rasanya saya langsung suka." cerocos Farida seolah-olah antusias.

"Emm ta-ta..."

"Kami akan menikah." Ali menyela, menggenggam tangan Prilly dengan erat alih-alih mengatakan-- Cukup! Jangan bicara lagi.

"Serius? Mamah sangat setuju."

"Papah juga." keduanya tersenyum menatap Prilly membuat Prilly merasa canggung dan kaku. "Kami punya harapan besar sama kamu, karena dilihat-lihat kamu memang orang baik."

"Saya-"

"Mamah akan sangat kecewa kalau kamu menolak." drama Farida menunduk sendu.

Prilly menggigit bibir bawahnya, merasa bingung harus bagaimana. Apa iya, harus menerima?

"Sudah, meting selesai. Hasilnya kami menikah minggu depan." Ali berlalu, meninggalkan Prilly yang melengo tidak percaya. Kenapa Ali begitu tidak sopan kepada orang tuanya? Laki-laki itu berlalu bahkan tanpa menolehkan wajahnya kepada kedua orang tuanya.

"Kami pulang dulu Prilly. Mamah senang bisa bertemu denganmu." Farida berdiri. Yang ia tahu dari Yoan, Ali tidak suka berbasa-basi dengan orang yang menurutnya asing. "Tapi ini kan emak bapaknya?"

"Apa tidak terlalu cepat? Kenapa tidak menginap?" pasalnya mereka baru sampai! Belum ada jamuan apapun bahkan air putih sekalipun.

"Kami sibuk, lain kali ya cantik." Farida mendekat, memeluk Prilly dengan lembut. "Mamah titip Ali ya?"

Prilly mengangguk kecil sembari tersenyum. "Hati-hati mah pah!" "Wajar Prill, orang kaya. Sibuk!"

***

"Ali! Kamu kok ga sopan gitu?" entahlah, secara spontan Prilly berkata aku-kamu pada laki-laki yang tengah duduk disofa ruang keluarga. Tadinya Prilly mau marah, tapi melihat kelakuan Ali kepada orangtuanya Prilly lebih tertarik menegur itu.

Ali menoleh, merubah rautnya menjadi tersenyum. "Sini duduk," laki-laki itu menarik Prilly, agar duduk di samping kanannya.

"Ish! Kamu suka banget narik-narik aku!" gerutunya disertai mencibir.

Ali terkekeh kaku, "gak papa dong, maunya aku."

"Terimakasih ya sudah mau menjadi calon istri saya."

Prilly mengangguk kecil, "dikit-dikit aku, dikit-dikit saya. Labil banget sih?"

"Setelah menikah kamu harus belajar mencintai saya dan jangan berhubungan dengan lelaki manapun."

Prilly membulatkan matanya, menatap Ali dengan tidak suka. "Gue punya pacar tau!" "Tapi boongs!"

"Ohiya, ganti kata lo-gue! Biasain aku-kamu, kaya sebelumnya."

"Idih!" cibirnya. Diam-diam Prilly mengumpat dalam hatinya, menyesali perkataan bodohnya tadi. Bisa-bisanya ia kelepasan menganti kosa kata menjadi aku-kamu.

"Aku mandi dulu."

Ali berlalu, naik keatas kamarnya untuk melakukan ritual bersih-bersihnya itu.

"Ye kampret!"

***

"Li, supaya misi kita berjalan lancar... Lo harus bersikap manis sama Prilly! Jangan sampe lo dingin kaya gini."

Ali mengangkat sebelah alisnya tanda bertanya. Sementara laki-laki dihadapannya berdecak pelan. "Nanti dia ga bakal cinta sama lo! Lo harus bersikap manis. Banyak ajak dia ngomong."

"Ga bisa." Ali mengedarkan pandangannya, mencari spot mata yang tenang untuk dilihat. Keduanya tengah berada di sebuah restauran mewah, tapi satupun tidak ada yang enak dipandang untuk Ali.

"Bisa! Pokoknya harus bisa, demi kelancaran misi."

Percakapannya beberapa bulan lalu dengan Yoan, membuat kepalanya berdenyut sakit. Menikah! Mereka akan menikah!!!

.
.
-Tbc.

Cerita ini tanpa peringatan, jadi jangan berharap ada adegan apapun didalamnya. Ekhem! Kalau lewat dikit gpp ya-

Ini jg g direvisi, soalny mulai sibuk daring.

Sebuah DENDAM [Every Day]Where stories live. Discover now