prolog

663 9 0
                                    

Apa diusia yang menginjak 19 tahun tepatnya kelas 3 SMA kalian masih menyukai buku dongeng tipis, dengan cerita simpel, konflik tidak berat, dan ending yang dapat ditebak khusus dibuat untuk anak-anak? Jika iya, kalian mungkin memiliki kesamaan dengan Arika. Rak bukunya penuh dengan buku cerita dongeng. Cerita si kancil pencuri yang cerdik, semut dan burung, burung dan kerbau, pokonya banyak sekali dan buku yang sedang dia baca sekarang adalah "ibu tiriku" tema ceritanya pasaran dan hampir mirip dengan cerita bawang merah dan putih juga Cinderella. Whiter si baik dan Redera si jahat juga Ibu tirinya yang jahat ingin membunuh ayah Whiter agar menguasai hartanya dan Whiter dijadikan pembantu tetapi Whiter bertemu pangerannya dan hidup bahagia bersamanya akhirnya cerita selesai dengan happy ending.

Apa kalian pernah berpikir, jika seseorang yang punya hobi membaca dongeng seperti ini dapat membully seseorang? Mungkin saja, apa yang tak mungkin di dunia ini. Disaat malam dia akan menghidupkan lampu belajar dan membaca buku dongengnya dengan tenang, paginya, dia akan tidur dikelas tetapi sesekali terbangun mendengarkan gurunya membaca materi walaupun tidak paham. Waktu istirahat biasanya waktu untuknya membully seseorang.

Dia anak yang berkecukupan orang tuanya kaya raya, dia anak pintar juga berprestasi. Apa yang terpikirkan dipikiran kalian apa penyebabnya membully seseorang itu? Karena keluarganya tidak harmonis dan melampiaskannya dengan membully seseorang? Tentu tidak. Atau karena, tuntutan orang tuanya yang harus menjadikan anaknya selalu nomor satu hingga dia stres dan membully temannya? Ada beberapa yang benar tapi juga salah. Jadi apa alasan sebenarnya?

"Akupun tak tau kenapa membully-nya."

Arika—si tukang bully, dia sekarang sedang menerima telpon dari temannya berdiri melihat suasana diluar rumahnya melalui jendelanya. Orang dirumahnya semuanya pergi, tinggal dia dirumah sendiri, tapi itu tidak membuatnya takut. Karena bagi si tukang bully sendirian itu lebih menyenangkan, lebih bebas begadang sampai jam berapapun, jika ada orang tuanya pasti akan dimarah begadang sampai selarut ini padahal baru jam 12 malam.

"Ma, pa, sudah pulang?"

Seketika si tukang bully membeku saat membalikkan badannya. Dia pikir yang sudah membuka pintu kamarnya diantara mereka ternyata tidak satupun diantara mereka tetapi orang mencurigai dengan pakaian serba hitam dan memegang pisau dapur.

Tadinya orang yang mencurigakan itu menundukan wajahnya hingga wajahnya tidak terlihat tapi saat dia menegakkan wajahnya melihat kearah si tukang bully, wajah samar-samar terlihat karena sulit melihat wajahnya disaat semua gelap dan penerangannya hanya lampu belajar.

Dia berlari melewati meja belajar si tukang bully membuat sisi wajahnya mengenai lampu belajar. Si tukang bully bergeming saat sadar ternyata pisaunya sudah menusuk perutnya dan bisa melihat jelas wajahnya sangat jelas. "K-kau."

Darah mengotori kaca jendela juga buku yang sedang digenggam si tukang bully, Dia terjerembab ke lantai menempelkan buku yang dia pegang keperutnya berharap mengurangi pendarahan di tubuhnya—padahal percuma.

"Maaf, aku tau karena ucapanku padamu yang membuatmu membullyku tapi, aku juga tidak tahan seumur hidup dibully mu. Aku berpikir semua akan berakhir setelah membunuhmu. Selamat tinggal Arika," ucapnya ingin berdiri tetapi tiba-tiba si tukang bully menarik tangannya, terlihat sangat berusaha sekali karena sulit untuk menggerakkan tangannya disaat darahnya sedang mengalir sangat deras.

"T-tidak... ak... an berakhir sa... m... Pai disini!  Ka... u akan... bunur diri... Karena menyesal!"

Dan didetik itu juga si tukang bully menutup matanya.





Antagonis vs AntagonisWhere stories live. Discover now