06. rencana pertama

214 3 0
                                    

Selesai makan malam, aku memperhatikan semuanya. Tentang Ayah dan Ibu tiriku yang sudah berbaikan lagi, mereka sesekali mengumbar kemesraan. Dan tentang Redera yang begitu tenang melahap makanannya tapi, sambil sesekali mengajakku berbicara dengan wajah dibuat-buat seolah sangat bahagia bisa berbicara denganku. Jangan lupakan Ayahku, Redera juga mengajaknya berbicara. Redera memang pandai dalam hal mengajak orang berbicara, tersenyum palsu, dan memuji untuk mendapatkan sesuatu. Karena Ayah dan Ibu tiriku sudah berbaikan, sudah saatnya aku melancarkan rencana yang akan menjatuhkan Ibunya Redera.

Membuka pintu kamar pelan-pelan, Whiter pergi menuju dapur.

"Bik." Panggil Whiter kepada pembantu dirumahnya, dia tahu pembantu itu sudah berkerja sama dengan Ibu tirinya.

"Ah, nona Whiter ... Ada apa ... N—nona," ucapnya terputus-putus, terlihat sekali dia panik.

"Tukar minuman itu." Dengan tatapan lurus dan menakutkan, membuat pembantu itu menunduk ketakutan, tidak berani menatap Whiter.

"Ap—apa maksud nona." Masih menunduk memainkan tangannya yang sedikit bergetar.

"Ah—harus sekali ya, aku jelaskan agar kau mengerti? Baiklah, aku jelaskan. Diminuman itu, ada racun kan?" pertanyaan Whiter membuat wajah pembantu itu menegang seketika.

"Yang akan membuat Ayahku perlahan-lahan lemah tak berdaya, lalu sakit-sakitan, dan mati deh," lanjut Whiter begitu santai mengucapkannya. karena jujur, Whiter tidak memiliki perasaan sayang atau sedih jika Ayahnya meninggal karena bukan Ayahnya sesungguhnya, tapi kalau Ayahnya yang ada dicerita ini meninggal. tentu hidupnya akan sulit, rumah dikuasai Ibu tirinya, dia dijadikan pembantu tanpa bayaran—sungguh menjijikkan jika dibayangkan.

Pembantu itu seketika bersujud, menangis memohon ampun." Nona maafkan—"

"Diam, bodoh!"

"I—iya nona."

"Baiklah berdiri," perintah Whiter yang langsung dituruti oleh pembantu itu.

"Aku berikan uang kepadamu, lebih dari yang Ibu tiriku berikan padamu dan bekerja samalah denganku." Lanjut Whiter memberikan uang kepada pembantu itu dan matanya langsung berbinar bahagia.

Untung sebelum kedua pelayan Whiter pergi balik kekamar mereka tadi, Whiter sempat meminta sejumlah uang, walaupun dengan tatapan bingung ingin bertanya tapi terlalu takut.

"Terimakasih nona, apa tugas saya?"

"Mudah, tukarkan saja minuman itu, agar Ibu tiriku meminum yang ada racunnya, dia meminta itu setiap malam dibuatkan, kan?" tanya Whiter yang mendapatkan anggukan dari pembantunya.

Tidak masalah bagi pembantu itu Whiter tahu darimana rencana si Ibu tiri dan persekongkolan dia dengan ibu tiri yang terpenting baginya sekarang adalah berpihak dengan orang yang memberinya banyak uang dan saat mengetuk pintu kamar si Ibu tiri dan ayah Whiter, Untuk memberikan minuman ini.

Pintunya dibuka kasar dengan menampilkan wajah si Ibu tiri yang ingin menerkam mangsanya saat itu juga apalagi, rambutnya acak-acakan, begitupun kancing bajunya yang sudah sedikit terbuka, dan juga bibirnya terlihat basah. "Kau ini ... Kemana saja, begitu lama."

"Maaf nyonya, nona Whiter tadi, lagi mengambil minum, tidak mungkin saya memberikan racun itu didepannya." Tentu pembantu itu sedikit ketakutan mengucapkan kebohongan itu tapi jika gagal, duit dari Whiter atau si Ibu tiri mungkin akan lenyap di genggamannya.

"Baiklah yang mana?" tanya-nya sedikit berbisik.

"Yang ini nyonya," tunjuk pembantu itu kepada minuman yang tidak ada racunnya seolah minuman itu beracun untuk diberikan kepada Ayahnya Whiter.











Saat Whiter balik ke kamarnya, membuka pintu. Berharap merebahkan tubuhnya dan tidur dengan nyenyak, semuanya langsung sirna dengan orang lancang yang sudah masuk ke kamarnya, melihat-lihat foto Whiter berdua Ayah dan Ibunya Whiter.

"Lancang sekali." Dengan raut wajah yang marah, tidak bisa disembunyikan.

Tapi yang sedang tertangkap basah berada dikamar Whiter, malah terlihat begitu santai sambil tersenyum. Dan meletakkan kembali foto yang dia lihat. "Aku sudah menunggumu, kenapa lama sekali sayang."

Whiter berjalan melewati pria aneh itu dan melihat jendela rumahnya yang terbuka dan melihat kebawah. "Cukup tinggi, bisa mati jika jatuh."

"Benar, aku mengorbankannya untuk menemuimu sayang." Bisik pria itu ditelinga Whiter yang sekarang berdiri tepat dibelakangnya.

"Jadi, kau mengorbankan apapun demi diriku?" Whiter berbalik bertanya, berusaha tenang untuk tidak marah lagi.

"Bisa dibilang tidak dan ya." Jawaban yang menjengkelkan menurut Whiter apalagi dengan senyuman itu.

"Kalau iya, bisa perlihatkan kepadaku, bagaimana kau bisa masuk kesini." Dengan nada memohon, Whiter berusaha mengusirnya dengan cara itu.

Tidak diduga pria itu naik keatas jendela dan melompat ke bawah, Whiter sedikit kaget tapi, ternyata dia berpegangan ke tangan pohon yang letaknya pohon itu tidak jauh dari kamar Whiter Dan menaiki pohon itu, merosot, dan melompat kebawah dengan aman, dia tersenyum bangga memperlihatkan aksinya seolah tidak takut mati. Tapi Whiter hanya memutar mata jengah, tidak sedikitpun merasa itu hebat sama sekali dan menutup jendela kamarnya.

"Wow, pandangannya meremehkanku sekali, biasanya jika itu wanita, bukannya akan langsung jatuh cinta."

"Ah, dia pria sepertinya, yang bersembunyi ditubuh wanita," ucapnya tertawa dengan ucapannya sendiri sambil terus melihat kearah jendela.

Antagonis vs AntagonisWhere stories live. Discover now