03. bumerang

371 5 0
                                    

Pagi ini, meja makan terasa canggung sekali, tidak ada yang berniat memulai pembicaraan untuk menyingkirkan kecanggungan. Bahkan, Ibu tiriku yang ingin mengambilkan piring dan lauk untuk Ayahku ditolak dengan tatapan mengintimidasi. siapa yang tidak takut coba jika diperlakukan begitu, Ibu tiriku langsung meletakkan kembali piring yang dia ambil untuk Ayahku. Berbeda dengan Redera, begitu tenang, memang benar-benar antagonis yang tidak boleh aku remehkan.

"Ayah, bagaimana dengan pelayan untuk whiter. Apa sudah Ayah siapkan?" Akhirnya ada yang memulai pembicaraan, dan Redera yang memulainya.

"Sudah, sebentar lagi mereka datang, kau tidak ingin pelayan juga Redera?" Tanya Ayah Whiter yang membuat Redera menopang wajah.

"Tidak Ayah, aku cukup mandiri tanpa pelayan," jawab Redera kelewat tenang.

Redera benar-benar musuh yang membuat Whiter bersemangat, merasa memiliki saingan setimpal, tidak seperti Ibunya yang selalu menggunakan cara licik dan bodoh, sekali tepuk pasti sudah tumbang, benar-benar tidak menggairahkan. Whiter hanya tersenyum smrik, mendengar ucapan Redera, tidak ada untungnya untuk membalas ucapan Redera dengan emosi tapi dengan cara yang lebih menyakitkan.

Pelayan Whiter akhirnya datang, mereka langsung memberi hormat dan memperkenalkan diri. "Perkenalan nama saya Inoka yang akan menjadi pelayan nona Whiter sesuai keinginan bapak."

Dan yang satunya lagi ikut memberi hormat dan memperkenalkan diri. "Saya Marion."

Ayahnya Whiter mengangguk menerima perkenalan mereka dan menunjuk Whiter. "Ini Whiter, mulai sekarang kalian yang akan bertugas menjaga dan melayaninya. Sudah itu saja."

Setelah itu, Ayahnya Whiter mengelap mulutnya dengan lap yang ada dipangkunya dan langsung berdiri pergi begitu saja. Sudah dapat ditebak, pasti Ayahnya Whiter masih marah dengan Ibu tiri Whiter.














Di lorong koridor sekolah, Redera merasakan ada yang aneh dengan Whiter, seharusnya Whiter sudah jalan duluan untuk ke kelas, ini kenapa seperti dia mengikuti Redera atau dia sudah tidak ingat dengan kelasnya. tapi, itu mungkin terjadi kalau ada jiwa orang lain ditubuhnya.

"Tunggu, kau daritadi tidak mengikutiku kan?" tanya Redera menoleh kebelakang bertanya pada Whiter.

Whiter memang mengikuti Redera karena dia sendiri tidak tau dimana kelasnya yang dia tau pasti, dia sekelas dengan Redera. Tapi, Whiter tidak bisa bilang kalau dia tidak tau kelasnya, akan terdengar aneh. "Tidak juga, kita kan sekelas tentu searah."

"Baiklah, jalan duluan."

"Kau mengangu Whiter lagi Redera." Seketika pandangan Whiter maupun Redera beralih kearah sumber suara. Dan tentunya Whiter tau siapa dia, dia adalah seseorang yang harus Whiter jauhi. Tapi untuk sekarang, Whiter akan sedikit mengekor dengannya untuk mengetahui kelas dan mejanya.

"Sudah leonil aku tidak apa-apa, lebih baik kita ke kelas," ajak Whiter menggandeng tangan leonil.

"Cih, Kau benar-benar banyak berubah. Tapi, kita lihat sampai dimana batas perubahan mu itu."

Sampainya didalam kelas, semua orang sudah berbisik tak suka tapi aku tidak akan pernah melepaskan gandengan tanganku pada leonil, aku ingin menunjukkan aku tidak takut dengan mereka. Sejujurnya, alasan ini juga yang membuat aku tidak suka terlibat dengan leonil, pangeran tampan dan baik hati seperti yang ada didalam dongeng, dibuat sempurna seolah tidak ada kekurangan padahal dia tidak lebih dari sekedar pria yang menyukai wanita cantik dengan kepribadian lemah lembut, coba kita perlihatkan betapa kasarnya diriku, apa kau tetap akan disampingku.

Setelah berjalan mengikuti leonil dan melihat-lihat meja yang ada didalam kelas ini, aku langsung tertuju dengan satu meja paling belakang. Dapat aku tebak, meja kotor penuh coretan itu meja milik Whiter.

"Siapa ... "

"Manusia sampah yang sudah mencoret-coret mejaku dan mengotorinya, dasar gila, seperti tidak pakai otak." Potong Whiter yang membuat semua yang ada didalam kelas terbelalak kaget, termasuk leonil, dan Redera yang baru saja masuk kedalam kelas.

Leonil tiba-tiba melepaskan tangan Whiter yang menggandengnya, menatap Whiter. "Kau ... Tetaplah diam, aku yang akan mengurus ... "

"Tidak perlu, dan stop berlaga seperti pangeran." Untuk kedua kalinya Whiter memotong ucapan leonil hingga membuat leonil mengepalkan tangannya kesal dan duduk dimejanya dengan raut wajah mengkerut.

"Aku yang mencoretnya, kau mau apa?" Dengan lagak sombong dia menampakkan diri.

"Berarti kau dong manusia sampahnya." Tidak kalah sombong, Whiter menjawabnya dengan melipat kedua tangannya depan dada, sombong sekali.

"Kurang ajar kau." Kesal dengan ucapan itu, sontak membuatnya ingin mendekati Whiter dan menjambaknya.

Tapi tidak semudah itu, Whiter langsung memiringkan tubuhnya, mengangkat tinggi-tinggi kakinya, lurus, hingga mengenai dadanya, berakhir, dia mengadu sakit diarea itu. Whiter tersenyum puas, juga Redera.

Ini bukan posisi kau bisa memilih Whiter. untuk diam atau bergerak karena keduanya, bumerang untuk mu.









Antagonis vs AntagonisWhere stories live. Discover now