10. siapa yang lebih jahat?

145 2 0
                                    

Sudah dua hari termasuk hari ini aku menjalani perawatan dirumah sakit. Kemarin-malam Axelas datang, dokter yang berjaga malam tidak sengaja mendengar suara ributku dan secara bersamaan mengetahui aku telah sadar, dia langsung memeriksaku lalu menyuruh Axelas untuk pulang katanya untuk kesehatan pasien. Sepertinya dia mendengar perdebatan sengit kami. Dokter itu juga memberi tahu soal kesadaranku. Katanya, orang yang jatuh dari ketinggian sepertiku bisa sadar lima hari atau seminggu. Hebatnya aku bisa sadar dalam satu hari seperti ini-sebuah keajaiban.

Mungkin karena ini bukan duniaku. Itulah sebabnya aku tidak takut mati jika disini.

Aku terbangun dari tidurku yang sangat lelap karena baru tertidur jam tiga pagi. Suster tersenyum sambil basa-basi manis padaku juga memberi tahu jika ayahku datang tadi pagi membawa bunga matahari. Aku tentu tersenyum sambil berpikir, apa ayah yang ada di duniaku akan melakukan hal sama dan sangat perhatian seperti ini jika aku terbaring dirumah sakit? Aku tidak tahu pasti jawabannya, karena ayah diduniaku terlalu abu-abu untuk dinilai. Terkadang dia terlihat mencintaiku terkadang dia terlihat mencintaiku karena aku seperti alatnya. Jika dipikirkan lagi, sifat picikku memang berasal dari ayahku. Walaupun sebaik apapun ayah Whiter padaku, aku tetap tak tersentuh sedikitpun. Karena dia, alat untukku.

Aku sedikit bosan, hanya terbaring dirumah sakit apalagi ini kamar VIP, tidak ada orang selain aku disini dan jika tidak ada dokter ataupun suster kamar ini akan sunyi.

Aku duduk, menyingkap selimutku dan menurunkan perlahan kakiku kelantai terasa dingin menyengat telapak kakiku, lantas aku memakai sendal yang ada dikamar lalu menarik tiang infus untuk ikut bersamaku-pergi keluar.

Tidak ada yang menarik tetapi aku terlalu bosan juga untuk berdiam diri dikamar. Setidaknya, diluar tidak terlalu membosankan karena Rumah sakit ini memang bagus juga mahal. Diluarnya dipenuhi pohon hijau, rumput hijau, juga kursi panjang. Tidak jarang udara segar berhembus menggoyangkan daun pohon.

"Mau eskrim," tawarnya menyodorkan eskrim itu tepat diwajahku.

"Kau gila! Menawari eskrim dirumah sakit," jawabku ketus menepis eskrim itu hingga jatuh.

Axelas hanya tersenyum santai menanggapinya dan mengambil lagi eskrim itu, jujur aku sedikit aneh dengan sifatnya. "Kau terlihat seolah mengkhawatirkan nyawamu saja."

Aku kaget mendengar ucapannya lalu menatapnya penuh selidik." Apa maksudmu."

"Maksudku." Axelas menunjuk dirinya sendiri sambil menunjukkan wajah yang menjengkelkan menurutku. "Kau menjatuhkan dirimu sendiri kan? Bukan siapa itu namanya yang mendorongmu."

Tidak ada jawaban dariku membuatnya melanjutkan ucapannya. "Kau melakukan hal senekat itu, seolah tubuh itu bukan milikmu jadi kau seenaknya. Kau itu kan, egois."

"Kau tidak berniat pergi dari sini? Aku muak denganmu."

"Kau tidak penasaran dengan hasil dramamu?"

"Kali ini apalagi maksudmu Axelas!" Kataku benar-benar marah kali ini. Itulah buruknya diriku dalam mengontrol emosi.

"Redera menderita, Itu hasil yang kau inginkan kan?"

Benar sekali.

"Aku yakin, dia akan dibully mungkin bahkan dikucilkan. Maka dari itu, cepatlah sembuh dan lihat dia menderita secara langsung," ucap axelas pada akhirnya dan langsung pergi meninggalkanku.

---

Redera terus melihat kearah bangku belakang-tempat Whiter duduk. Jujur saja, Redera sedih karena Whiter sakit membuat perhatian ayah tirinya itu teralihkan dari ibunya karena ibu Redera juga sekarang lagi sakit. Seperti pagi tadi saja, habis makan langsung pergi, untuk melihat ibu Redera ayahnya tidak bisa, dan malah meminta Redera untuk meminta bantuan kepada pembantu dirumah agar mengurusnya. Redera tau Whiter juga lagi sakit tapi apa tidak bisa melihat ibunya sebentar saja.

"Wow. Kau terlihat sedih Whiter tidak masuk. Karena kau benar-benar sedih atau kau tidak ada bahan untuk membully seseorang?" Ucapannya diikuti dengan tangannya menggebrak meja membuat Redera kaget.

"Hei Manda. jangan begitu, kau mengejutkannya," kata seorang wanita. Setahu Redera, namanya adalah intan.

Redera berusaha tenang mengeluarkan kotak pensilnya dan mengambil permen yang ada didalamnya lalu mengemutnya. Manda dan intan tentu kesal dengan sikap Redera yang selalu berusaha bersikap tenang apalagi dia sekarang sedang memejamkan matanya sambil mengemut permen itu. Secara tiba-tiba, langsung membuka matanya. "Aku masih anak dari pemilik sekolah ini."

"Wah benar-benar tidak tau malu." Manda yang berbicara seolah kehabisan kata-kata. Dan sementara intan yang ada disampingnya. "Kenapa mau melaporkan kami karena membully mu? Kau tau kan, yang bersekolah disini pasti orang kaya? Kalau kau tidak punya bukti video. Orang tua kami akan menuntut mu balik, sebagai pencemaran nama baik.

"Ah, jika memiliki bukti video pun, bisa dihapus dengan bantuan teman-teman yang bersekongkol membully mu."

Seketika Redera kaget setelah menyadari sesuatu dari ucapan intan.

Antagonis vs AntagonisWhere stories live. Discover now