Chapter 1 | Scars

72 21 0
                                    

14 February at 22:08 PM, Near Turch River

Dalam teduhnya naungan malam, seorang pria tengah menyangga badannya pada pembatas jembatan seraya memainkan pemantik api yang digenggamnya. Kedua manik mata sayu itu menatap kosong pada desiran tenang air sungai. Bunyi nyaring dari pemantik api yang dimainkannya terdengar jelas walau beberapa langkah jauh darinya karena suasana malam itu benar-benar sepi dan sunyi. Hanya terdengar suara denting pemantik api, desiran sungai, dan derik jangkrik-jangkrik saling bersahutan.

Jemarinya baru saja mengeluarkan gawai dari saku jasnya yang sudah terpasang earphone. Disumpal kedua telinganya dengan earphone. Matanya terpejam. Mencoba menikmati alunan lagu bergaung di dalam kedua telinga. Kemudian tangannya disibukkan kembali merogoh saku celana dan mengeluarkan satu bungkus rokok. Jari telunjuk dan jempolnya mencapit satu batang rokok keluar dari bungkus rokok. Ditempelkan rokok itu pada bibir basahnya.

Sebenarnya, dia sendiri ragu untuk memantikkan api karena dia tidak memiliki pengalaman merokok sebelumnya. Mencoba satu batang saja belum pernah. Kala itu, terfikirkan untuk merokok dikarenakan keadaan hati yang mendesaknya (mencoba) merokok.

Ketika dirasa hatinya sudah mantap kembali dari keraguan, ia memantikkan api dan menyulutkan pada ujung rokok. Belum sempat menyebat, matanya dibuat celik ketika kedua tangan yang bertopang pada pembatas jembatan merasakan getaran. Seketika kepalanya menoleh ke arah sumber getaran. Matanya menangkap sosok gadis berdiri di atas pembatas jembatan-tak jauh dari titik pria itu bersandar.

Gadis tersebut terlihat membusungkan badannya ke depan seperti sedang berancang-ancang. Melihat hal ekstrem itu, segera dibuang rokoknya ke sungai dan melepas earphonenya. Berusaha berlari secepat mungkin untuk mencegah gadis itu. Sebab firasatnya mengatakan bahwa gadis tersebut ingin mengakhiri hidupnya dengan loncat ke sungai.

***

"Jangan bunuh diri!" sergahnya pada gadis yang tengah terkejut akan kehadirannya.

Dahi gadis itu mengernyit. "Bukan urusanmu! Lepaskan tanganmu!"

Saat tangan kanan kurus itu terlepas dari genggaman Luffy, gadis tersebut bergegas lari mendekati pembatas jembatan dan hendak melompat. Lagi-lagi Luffy menggagalkan usaha kedua kalinya dengan cara yang sama—menarik tubuh ringan gadis itu menjauh dari pembatas jembatan.

"Bodoh! Sudah kubilang jangan bunuh diri! Kalau kau ingin bunuh diri, jangan disini dan jangan saat ini! Yang bakal kerepotan aku!"

Mendengar jawaban yang dilontarkan oleh Luffy, gadis itu terkesiap. Gadis yang lebih kurus dari Luffy membusungkan dada di hadapannya seperti mengajak duel by one dan menatap lekat kedua mata cokelat itu. "Sekali lagi menggagalkanku, akan kuseret untuk ikut bersamaku. Camkan itu!"

Gadis tersebut menunjukkan punggung kurusnya. Melangkah kembali mendekati pembatas jembatan. Kali ini dia tak langsung memanjat, tubuhnya memaku sejenak dan tangannya terlihat mengepal pada besi pembatas untuk beberapa detik lamanya. Lalu kepalanya menoleh ke arah orang asing di belakangnya. Seperti hendak memastikan, apakah pria itu ingin menggagalkan usahanya lagi.

"Kenapa? Bukankah kau ingin mengakhiri hidupmu? Lakukan saja. Aku tidak akan berbuat kacau atas usahamu ketiga kalinya," celetuk Luffy.

Mendengar jawaban dingin dari Luffy, gadis itu mengeratkan cengkraman pada pembatas jembatan. Tubuhnya tersungkur dan menitikkan air mata. "Why, ... why always me? It's unfair."

Luffy berjalan mendekat dan berjongkok di samping gadis yang tampak putus asa, "aku tak tahu apa masalahmu. Yang jelas, jika kau akhiri hidupmu, takkan ada masalah yang terselesaikan."

"Lantas, apa yang harus kulakukan? Tidak ada pilihan lain selain mengakhirinya. Semua penderitaanku!" tangan kurus itu berkali-kali meremas gaun bermotif bunga usangnya.

Beautiful Flowers: Always Got Picked UpWhere stories live. Discover now