Chapter 4 | Incidence (2)

44 19 0
                                    

15 February at 10:25 AM, Near Gardandila Apartment

"Lutchain! Kemana kau? Aku ada perlu denganmu!"

"Maaf, Bos. Saya pergi menyangkut pekerjaan. Saya akan mengabari anda nanti."

"Tung−"

Luffy mematikan gawainya begitu saja tanpa sempat mendengar dengan lengkap penjelasan seseorang diseberang telepon dan fokus mengamati sekitarnya. Banyak sekali kerumunan orang-orang menyatu padu di depan salah satu jajaran apartemen yang menjulang tinggi. Bahkan di sana sudah banyak mobil polisi dan ambulan yang terparkir serampangan. Terpaksa ia harus menerobos masuk ke dalam kerumunan orang-orang.

Dari sisi kiri, telinganya jeli menangkap percakapan dua orang ibu-ibu yang sedang berbincang mengenai kejadian. Luffy mencoba berjalan mendekati mereka dan bertanya tentang apa saja yang bisa di jadikan informasi baginya supaya bisa membaca situasi.

"Aduh, Nak. Setiap malam ibu sampai tidak bisa tidur nyenyak karena selalu mendengar suara tangis gadis itu. Benar-benar ngeri setiap kali mereka bertengkar. Suami ibu saja tidak berani melerai maupun ikut campur," jelas ibu berbaju oranye.

"Betul. Satu apartemen ini tidak ada yang berani dengan laki-lakinya. Badannya besar, gahar, garang, yang jelas sangat mengerikan. Kasian gadis itu. Ada yang bilang jika gadis itu dipukuli, ditendang, bahkan dibanting kata tetangga kamar di bawahnya," ibu berbaju krem itu mendekat ke arah Luffy dan memicingkan mata, "pria itu tidak akan segan menodongkan pisau atau benda apapun untuk dijadikan senjata kepada siapapun yang mencoba mengusik perkaranya. Mengerikan sekali. Makanya tidak ada yang berani ikut campur."

Luffy menunjukkan satu lembar kertas yang sedari tadi dibawanya pada ibu-ibu tersebut, "apakah laki-laki tersebut berperawakan seperti ini?" kedua ibu itu mengangguk, "bagaimana dengan gadisnya? Apakah sudah diangkut ke dalam ambulan?"

Ibu berbaju krem mengedikkan bahu, "sepertinya belum. Ibu kurang begitu memperhatikan karena jarak pandang rabun ini."

Infomasi dari ibu-ibu tersebut masih kurang baginya. Luffy masih membutuhkan informasi lebih tentang keberadaan seorang gadis diterkanya merupakan gadis yang semalam ditolong. Kali ini ia nekat menerobos lebih dalam pada kerumunan dan berusaha mencoba mengangkat garis polisi.

Dia merasa percaya diri melakukan hal tersebut sebab, adanya eksistensi 'pin keramat' yang tersemat cantik di sisi dada kiri jas hitamnya. Cara orang dalam. Tapi, belum juga kakinya melangkah melewati pembatas, dirinya sudah dicegat lebih awal oleh polisi penjaga perbatasan. Tak hanya dicegat, dia juga didorong ke belakang.

"Hei, hei mundur! Jangan melewati pembatas polisi atau kau akan kena pidana!" sergah polisi tersebut dengan tangan kirinya yang masih berusaha menghadang.

"Tunggu, saya−"

"Reporter nanti saja. Keadaan sedang genting," polisi tersebut kembali fokus kepada prihal lainnya, menjawab panggilan pada walkie-talkie.

'Reporter mata kau!' Luffy merasa kesal pada polisi tersebut sebab, belum juga menunjukkan pinnya, sudah ditolak. Wajar saja memang, keadaan pada saat itu masih tentatif.

Di ujung kekecewaannya, ada salah satu pria sudah berumur menepuk pundaknya dari belakang. Sontak Luffy menoleh pada sumber tepukan itu. Tampak seorang bapak tua berdiri berjinjit meminta Luffy mendekatkan telinga.

"Kau dari Oberith?" Luffy mengangguk, "aku melihatmu membawa kertas biodata yang kau tunjukkan pada ibu-ibu itu, ikut denganku sebentar."

Bapak tersebut menuntun Luffy ke tempat jauh dari keramaian. Dari raut wajahnya terlihat begitu gelisah. Kemudian dia menjelaskan pada Luffy bahwa dirinyalah klien yang meminta kepada Oberith—tempat kerja Luffy, untuk memesan jasa Luffy.

Beautiful Flowers: Always Got Picked UpWhere stories live. Discover now