DUA| Maaf Kak

106 22 2
                                    

EMBUN FARADILA PRADIPA, wanita cantik berkulit putih serta berpotongan rambut pendek di atas bahu itu tersenyum begitu lebar menatap sosok pria tinggi yang tak lain kekasihnya itu, kini berdiri tegap di hadapannya. 

Dipeluknya tubuh kekar itu dengan erat, sudah satu minggu mereka tidak bertemu, kesibukan masing-masing membuat waktunya kian sempit untuk sekedar menatap wajah sang kekasih. 

"Kangen banget." ujarnya manja di dada sang pria, wanita itu bisa merasakan rengkuhan tangan sang kekasih yang semakin erat mendekap tubuhnya, Taksa bahkan menyerukan wajahnya di leher sang kekasih. Menghirup aroma tubuh wanita itu yang amat ia sukai. "ayo masuk, katanya ada yang mau kamu omongin?" ajak Embun, seraya melerai dekapan erat dari Taksa. 

Taksa menarik napas dalam, sebelum mengikuti langkah Embun yang kini berjalan memasuki apartementnya dengan tangan yang terus menggenggam tangan Taksa. 

"Kamu mau kopi? duduk dulu, aku buatin kopi sebentar." ujar wanita itu seraya berjalan menuju pantry untuk membuatkan sang kekasih kopi. 

Tidak berselang lama, wanita itu kembali menghampiri Taksa yang kini sudah duduk di sofa, dengan wajah yang begitu serius, ada apa sebenarnya? Embun belum bisa menebak apa hal yang ingin kekasihnya itu bahas dengannya hari ini. 

Tapi sepertinya, serius. 

"Gimana kerjaan kamu?" buka Taksa setelah menyeruput kopi buatan sang kekasih. 

"Lancar, kenapa Kak?" tanya Embun yang mulai tidak sabaran walaupun mereka baru saja memulai pembicaraan. "aku tau bukan ini yang mau kamu bicarain, ada apa?" 

Helaan napas Taksa terdengar di telinga wanita itu, lalu mata mereka saling bertemu, tatapan yang Embun sadari adanya kekhawatiran di dalamnya. 

Perlahan, Taksa mengambil salah satu tangan Embun, menggenggamnya dengan elusan lembut, dia harus membicarakan semua yang sudah ia siapkan, serta sebuah kotak beludru berwarna biru yang kini sudah berada di dalam saku celananya. 

"Embun, aku tau ini begitu mendadak, tapi aku mau kamu mengerti ini semua demi kebaikan hubungan kita," kalimat pria itui terjeda dengan tarikan napas dalam, membuat Embun semakiin penasaran. "ayo kita menikah." lanjutnya dengan satu tarikan napas. 
Wanita itu dengan sepontan melepaskan genggaman tangan Taksa di tangannya, wajah cantik itu pun masih terlihat begitu tidak percaya. 

"Kamu pasti bercandakan?" tanya wanita itu berusaha untuk meyakini bahwa yang kekasihnya itu katakan hanyalah sebuah lelucon di pagi hari. "kamu laper pasti, aku bu..." Embun yang hendak beranjak dari duduknya kembali terduduk karena Taksa menarik tangannya. 

Pria itu menatapnya dengan tatapan serius yang tidak pernah ia lihat, salah satu tangan pria itu kini bahkan sudah menggenggam sebuah kota beludru berwarna biru. 

Tidak perlu menunggu kalimat yang akan keluar dari mulut prianya itu, kini Embun sudah mendapatkan jawabannya. Kotak beludru itu terbuka perlahan, tapi Embun tidak merasa adanya ke antusiasan dalam diri, saat melihat sebuah cincin tertancap di sana. 

Kenapa Taksa melakukan ini padanya? 

"Kumohon Sayang, menikahlah denganku." 

"Kamu tau betul jawabanku Kak." ujar Embun, dia mau menikah dengan Taksa, tapi tidak secepat ini. 

"Apasih yang buat kamu gak mau nikah sama aku?" tanya Taksa dengan nada yang sedikit meninggi, kesal juga dia rupanya. 

"Pekerjaanku, aku sudah bilang 2 tahun Kak, kita akan menikah 2 tahun lagi, tolonglah aku juga mau nikah, tapi belum sekarang." 

"Tapi kakekku gak bisa nunggu 2 tahun Embun, dia mau aku menikah sekarang atau aku menikah dengan pilihannya." di antara keceplosan serta kejujuran yang terlalu jujur, akhirnya Taksa memaki dalam hati setelah melihat perubahan expresi  wanitanya itu. Tapi sunggu tidak ada pilihan lain. 

"Ah, jadi karena kakek kamu? bukan karena kamu yang memang mau menik..." 

"ENGGAK GITU MAKSUD AKU, TOLONGLAH." pecah juga emosi yang kian Taksa tahan, seharusnya dia tidak membentak Embun saat ini, karena biar bagaimanapun dia yang salah. 

Kalimatnya menyiratkan kalau ia terpaksa mengajak Embun menikah karena sang Kakek. Tapi sebenarnya ia melakukan ini karena Taksa hanya ingin menikah dengan wanita yang ia cintai, itu saja. 

Helaan napas yang terdengar begitu lelah, bahkan kini wanita itu memijit pelipisnya, pening tiba-tiba menghampiri kepala. 

"Apapun alasan kamu, tetap kak. Aku gak bisa." jawab Embun begitu matang, kecewa pasti, Taksa tidak lagi bisa memaksa bukan. 

"Jangan salahin aku, kalau cincin ini melingkar di jari manis wanita lain." kecewa, pria itu meninggalkan sang kekasih yang kini di rundung gelisah. 

Lagi-lagi, memang terlahir dengan kekeras kepalaan yang berlebih membuat Embun tetap pada pendiriannya. 

Maaf Kak.

****

SERAPHICWhere stories live. Discover now