TIGABELAS |Belajar Masak

78 13 0
                                    

Jangan lupa VOTE DAN KOMENNYA ya guys, supaya aku rajin mengetik. haha.

***

VAIRA, terlihat begitu sibuk di dapur rumahnya. Hari ini rencananya ia akan memasak iga bakar madu kesukaan sang suami, yang sudah ia pelajari bersama sang Ibu mertua beberapa hari yang lalu.

Modal nekat, bisa dibilang seperti itu.

"Yaampun Non, beneran ndak mau Mbok bantu?" tanya Mbok Sum, yang cukup di kejutkan dengan dapur yang begitu berantakan, serta Vaira yang kini terlihat begitu kotor dengan lumuran kecap yang tadi tidak sengaja ia tumpahkan ke bajunya.

"Gak usah Mbok, aku harus bisa buat sendiri, kemarin udah diajarin sama Bunda kok." tolaknya, wanita itu kembali terfokus pada  iga sapi yang sudah ia marinasi selama 1 jam di lemari es.

Ini bisa langsung di panggang ajakan ya?

"Taksa pulang jam berapa ya Mbok?" tanyanya seraya menata rapih potongan iga itu di trai besi dan memasukannya kedalam oven.

"Sebentar lagi Non, mungkin 30 menit dia kalau hari minggu biasanya gak lama."

Semoga saja, iganya matang dalam 30 menit.

"Mbok aku tinggal mandi sebentar ya."

"Iya Non, Mbok yang bereskan dapurnya."

"Makasih ya Mbok, maaf aku jadi ngerepotin."

"Ndak loh Non,  sudah sana mandi, nanti Den Taksa keburu sampai."

Bergegas mandi, Vaira tentu tidak membutuhkan waktu lama untuk bersiap, saat merasa tubuhnya sudah bersih dan wangi, wanita itu segera kembali turun.

"Den, sudah sampai?" sapa Mbok Sum pada Taksa yang berjalan santai masuk kedalam rumah.

"Iya Mbok, hari minggukan gak macet."

"Taksa, aku udah mas..."

"Aku mau mandi dulu." potongnya begitu datar, dia bahkan tidak berniat mendengarkan kalimat yang Vaira katakan sampai selesai lebih dulu, pria itu begegas meninggalkan Vaira, berjalan cepat menaiki tangga.

Vaira membuka oven yang sudah berdenting itu, karena begitu semangat wanita itu tidak menyadari memegang loyang panas tanpa menggunakan glov.

"Aduhhh." ujarnya pelan merasakan rasa panas yang membakar di jemari tangan sebelah kanannya.

"Yaampun Non, sini biar Mbok saja yang angkat." ujar Mbok sum khawatir, seraya mengambil alih loyang yang belum sempat keluar dari oven itu.

Tangan Vaira bergetar karena panas itu terasa mulai menyebar, tapi tidak papa semua hal baru pasti akan mendapatkan resiko juga.

"Ini udah mateng belum ya Mbok, kira-kira?" tanya Vaira ketika loyang itu di letakan di meja pantry.

"Mbok ndak tau e Non, biasa Ibu yang masak ginian."

"Udah kali ya, yaudah lah semoga udah." pasrah wanita itu seraya meletakan iga bakar madu itu di piring.

Semoga Taksa bisa menyukainya.

Tidak butuh waktu lama, Taksa kembali turun dari kamarnya dengan wangi tubuh yang kini berbau sabun, dan pria itu terlihat lebih segar.

Melihat suaminya kini berjalan mendekat,  dengan cepat Vaira meletakan iga bakarnya yang sudah terplating alakadarnya itu di meja.
Taksa mengangkat kedua alisnya melihat iga bakar yang terlihat begitu asing, ada di hadapannya. "Apa ini?" tanya pria itu masih dengan wajah penuh tanda tanya seraya duduk di bangkunya.

Vaira meringis mendengar pertanyaan dari suaminya itu. "Iga bakar madu, aku baru coba pertama kali masak untuk kamu." terangnya seraya mengambil duduk di hadapan Taksa. 

Menghela napas dalam, dengan ragu pria itu mengambil satu potong iga, menggigitnya, tapi tak kunjung lepas, dan yang lebih mengejutkan lagi rasa asin begitu kuat membuat kepala Taksa pening seketika. 

Dia lapar, mendapatkan makanan yang tidak bisa di makan seperti ini tentu membuat selera makannya hilang, dan rasa kesal mulai menguasai.

Dengan kasar ia meletakan kembali iga bakar itu ke piring hingga menimbulkan sedikit bunyi berdentang. "Ini bukan iga bakar," ujarnya seraya menatap kesal  pada Vaira yang kini sedang menunggu responnya. "kamu ngasih aku karet ban, di taburin garem?"

Deg

Mata Vaira sedikit memanas, tapi dia tidak boleh menangis, ini salahnya karena sejak awal memang Vaira tidak pernah memasak. "Segak enak itu?" tanya Vaira lemah, tapi memang dia juga sudah nethink dengan hasil masakannya ini.

Mbok Sum yang sedang di dapur, tidak bisa banyak berkata. "Kamu cobain aja, kalau gigi kamu mau lepas itu juga." jawab pria itu seraya berdiri dari duduknya, decakan kesal terdengar oleh Vaira.

"Mbok, tolong buatkan Taksa mie rebus aja, antar ke kamar ya." 

"Iya Den."

Setelah kepergian Taksa, Vaira mencoba mencicipi iga bakar buatannya itu. Dan ya, Taksa tidak salah karena memang rasa iga bakar buatannya itu seperti lautan garam.

Sepertinya dia salah memasukan gula, dan malah dua kali memasukan garam. Di tambah iganya yang masih begitu keras, sepertinya Vaira ada melupakan steep yang memasaknya.

"Mbok boleh coba Non?" tanya Mbok Sum yang sadar dengan kekecewaan Vaira.

"Jangan Mbok, nanti Mbok sakit perut." tolaknya seraya membuang iga bakar buatannya itu ketempat sampah. "lain kali kalau masakan Vai sudah enak, baru Mbok boleh cobain."

***

SAAT pagi datang, Taksa turun lebih dulu, pria itu duduk tenang di kursi meja makan. Satu cangkir kopi dan roti panggang sudah ada di hadapannya.

"Den," panggil Mbok Sum, yang langsung mendapatkan respon tatapan penuh tanya dari Taksa yang kini sedang mengoleskan selai kacang di roti panggangnya. "memang masakannya Non beneran ndak enak?"

"Itumah bukan makanan Mbok, memang Mbok gak coba?"

"Ndak, Mbok mau coba tapi kata Non jangan nanti sakit perut." jawaban Mbok Sum sedikit membuat Taksa terganggu, ada rasa tidak enak yang perlahan menyusup dalam dadanya.

Apa perlakuannya semalam terlalu tidak sopan?

"Tapi Den, harus Den Taksa bilanginnya baik-baik loh Den, kasian si Non masak satu jam, keliatan bingung tapi dia masih mau usaha, udah gitu tangannya kena oven, tapi Den Taksa ngomongnya kaya gitu semalem, si Non juga jadi gak makan apa-apa langsung masuk kamarnya." terang Mbok Sum.

Taksa menghela napasnya dengan berat, akhir-akhir ini dia  merasa sulit sekali ya bernapas dengan normal. "Aku gak..."

"Loh Non, ndak sarapan dulu?" pertanyaan Mbok Sum membuat kalimat Taksa tidak berlanjut, pria itu mengikuti arah pandan Mbok Sum yang mengarah pada wanita sedang berjalan cepat menuruni tangga.

"Enggak Mbok, aku buru-buru." jawabnya seraya berlalu pergi, tanpa menyapa Taksa lebih dulu.

Rasa bersalah menguasai, Taksa baru merasa begitu  menyesal dengan kata-katanya yang terlampau ketus semalam.

***

TBC

SERAPHICWhere stories live. Discover now