Enam| Tidak ada waktu, untuk rasa sakit

55 8 0
                                    

VAIRA berjalan santai mengecek kinerja para karyawannya, tidak ada yang harus di khawatirkan sebenarnya. Dia hanya sedikit tegang, karena sore ini Taksa akan datang ke sini, fitting jas yang akan pria itu pakai saat acara pernikahan mereka nanti.

"Ju, lu ngapain dateng lagi?" tanya Alsi yang bingung melihat Juan datang lagi hari ini, tidak biasanya pria itu mampir.

"Sekalian lewat aja, sama sekalian mau liat calon suaminya temen lu tuh."

"Temen lu juga ya." kesal Alsi, dengan tangan yang masih sibuk mensetrika jas serta tuksedo yang akan di coba oleh taksa nanti.

"Lagian, kan kemaren udah gue yang cobain ngapaindi cobain lagi?"

"Kan gue nikahnya sama Taksa, bukan sama lu." jawaban Vaira membuat Juan mendengus kesal. Vaira memandang kagum pada deretan gaun pengantin yang begitu cantik.

Tapi karena acara pernikahannya nanti hanya di gelar secara sederhana, Vaira juga tidak bisa memilih banyak gaun, dia hanya akan memakai satu gaun saja.

"Lu beneran gak jadi pakai gaun kemarin?" tanya Alsi seraya menggantung setelan jas hitam yang sudah rapih ia setrika.

"Iya, bekas luka di punggung gue keliatan kalau gaunnya terbuka gitu." jawab Vaira dengan mata yang masih begitu sibuk mengamati gaun-gaun putih itu.

"Kalau bukan bokap lu, abis gue tumbuk." gerutu Juan kesal, dan Alsi hanya bisa mengangguk menyetujuinya.

Padahal Vaira ingin sekali memakai gaun yang kemarin sudah ia coba, gaun cantik dengan bagian bahu yang terbuka, tapi sayang bekas luka di punggungnya sedikit terlihat, memang bisa di tutupi dengan makeup, tapi dia tidak ingin mengambil resiko itu.

"Dateng jam berapa si Ta..."

"Selamat sore." sapaan seorang pria membuat kalimat Alsi terputus. Taksa, datang dengan seorang wanita cantik dan masih muda. Apa jangan-jangan wanita itu adalah kekasihnya, tapi tunggu dulu dia sepertinya kenal dengan wanita itu tapi di mana dia pernah melihatnya ya?

"Sore." jawab Vaira seraya menjabat tangan pria itu. "Ah, kenalkan ini Alsi, yang ini Juan," ujarnya di sertai dengan jabatan tangan Taksa pada kedua temannya itu.

"Taksa." ujarnya memperkenalkan diri. "ini, adik aku kebetulan dia sedang libur dan mau ikut lihat kita fitting." katanya memperkenalkan sang adik pada Vaira.

"Vaira."

"Kamaniya, senang bisa bertemu lagi Vaira." sapanya di sertai senyum tipis di wajah cantinya.

"Oh my good..." Vaira menggantung kalimatnya karena begitu terkejut, Kamaniya mengangkat kedua alisnya melihat respon Vaira.

Kamaniya, adalah seorang psikolog. Dia membuka sebuah klinik kesehatan mental di jakarta. Dan ya, Vaira adalah salah satu pasiennya, yang kabur begitu saja tanpa menyelesaikan sesi psikoterapinya lebih dulu.

"Kalian sudah kenal?"

"Ya, dulu sekali kami pernah beberapa kali bertemu, iyakan Vaira?"

"I-iya." jawabnya ragu, dia jadi merasa bersalah karena kabur begitu saja tanpa kejelasan.

"Lu kenal?" bisik Alsi di telinga Vaira.

"Itu terapis gue, sialan deh." jawabnya membuat Alsi mendelik kaget.

"Eum, Mbak Kama juga fitting sekalian ya?" Kama mengangguk setuju. "buat Om sama Tante nanti kamu tolong bawain ya?" pintanya pada Taksa yang di jawab dengan anggukan juga.

"Yaudah ayo lu dulu." ajak Alsi seraya menarik Vaira masuk kedalam ruang fitting.

Sedangkan ketiga orang lainnya memilih duduk di sofa. "Calon istri kamu baik Kak, jangan di sia-siakan." Bisik Kamaniya di telinga sang Kakak yang tidak mendapatkan respon.
Taksa hanya diam di sana, menatap lurus ke depan tanpa minat. Dia tau ini salah, tapi tidak memiliki cara untuk memperbaikinya.

SERAPHICWhere stories live. Discover now