SEBELAS | Sundel Jahanam

56 13 0
                                    

VOTE DAN KOMENNYA YA GUYS JANGAN JADI SILENT READER.
INSYAFLAH WAHAI SILENT READER. 😘

***

RUBBY, berjalan anggun memasuki butik Vaira. Dengan kacamata hitam yang bertengger di wajah cantiknya, wanita itu melewati para karyawan sang adik begitu saja, berniat langsung menaiki tangga untuk menemui Vaira.

"Ibu mau mau ke mana, lantai atas tidak boleh di..."

Plak

Tamparan kencang mendarat begitu saja di pipi salah satu karyawati yang mencegatnya untuk naik. "Kamu gak tau  siapa saya?" tanyanya dengan begitu sombong, perlahan kacamatanya ia lepas.

Menatap kesal pada gadis menyebalkan yang seenaknya saja menyentuh tubuhnya itu, gadis tersebut tidak menjawab pertanyaan Rubby, dia hanya menunduk takut serta kebas di pipinya begitu terasa.

"Saya mau ketemu sama Vaira, boleh?" sebenarnya itu bukanlah pertanyaan, karena Rubby sudah lebih dulu berjalan menaiki tangga.
Bahkan tanpa mengetuk lebih dulu wanita itu masuk kedalam ruangan sang adik begitu saja, membuat sang empunya membulatkan matanya karena kaget.

"Mau apa lu ke sini?" tanya Vaira, setelah menarik napasnya begitu dalam dan menghelanya dengan berat.

"Mau apa ya,  ngegosip kali ya." jawab wanita itu dengan senyuman menyebalkannya,  Vaira mengutuk dalam hati, kenapa dia harus memiliki Kakak jelmaan setan seperti ini.

Rubby duduk di sofa yang ada di sebrang sofa yang Vaira duduki, lagi tanpa menunggu di persilahkan. "Udah gak usah basa-basi, lu mau apa?"  Vaira pusing dengan beberapa bahan baku yang belum juga sampai, sedangkan po bluse baru rancangan Alsi sudah membeludak.

"Nih, hadiah pernikahan." Rubby melempat satu buah amplop coklat ke meja.

Vaira menatap bingung pada kakaknya itu, tidak mungkin hadiah yang bagus bukan. Rubby tidak mungkin memberikan hadiah yang akan menerbitkan senyumnya, wanita di hadapannya itu adalah manusia paling terdepan yang selalu ingin melihat tangisnya.

Perlahan ia keluarkan lembaran kertas yang ada dalam aplop itu, terkejut tentu, tapi Vaira tidak boleh terliat seperti istri yang tersakiti bukan.

Lembaran itu, adalah foto. Foto berisi sang suami, yang sedang bersama seorang wanita,  bahkan ada juga  sang suami yang di tarik masuk kedalam apartement, foto itu membuatnya kecewa?
Tentu, tapi dia tidak mau menunjukan kekecewaanya  di depan Rubby.

"Gimana? Baguskan hadiahku?" tanya wanita itu begitu bersemangat.

"Oh, dia bilang kok," jawabnya tentu bohong, pria itu saja tidak pernah telihat sejak mengusirnya dari kamar. "itu mantan pacarnya." lanjut Vaira menebak saja.

"Ah mantan pacarnya, pantesan ya mau di ajak masuk kedalam apart," ujar Rubby, wanita itu dengan santai bersedekap dengan punggung yang bersandar nyaman di sofa. "lu gak curiga, dia have a sex sama mantan pacarnya itu?" tanya Rubby penuh telisik.

Raut wajah Vaira berubah, dan Rubby menyadarinya. "Itu bukan urusan lu." jawab Vaira dingin, tidak menutup kemungkinan bukan, Taksa tidak mau satu kamar dengannya, pria itu tentu masih memiliki perasaan untuk sang mantan pacar bukan.

"Lu gak bisa kasih yang dia mau kali, atau dia yang gak mau sama lu ya?" pertanyaan Rubby kali ini sedikit mengganggu Vaira, wanita itu memejamkan matanya menahan amarah. "tapi bagus deh, neraka  lu sekarang pasti lebih menyakitkan, dan gue bahagia." Wanita itu tertawa setelahnya.

Benar-benar, wanita sundel sialan itu.

***

EMBUN, menggigiti kukunya karena gugup, hari  ini ia kembali mencoba untuk membuat Taksa datang ke tempatnya. Dia tidak ingin terus seperti ini, dia mencintai Taksa dan ada rasa belum bisa merelakan dengan status pria itu yang sudah beristri.

Dia bahkan berbohong kalau lampu kamarnya putus dan tidak bisa menggantinya, dia memutuskan lampu itu sendiri, supaya memiliki alasan untuk membawa pria itu ke sini, Taksa tidak akan tega menolak permintaanya

30 menit menunggu kedatangan pria itu, akhirnya bel apartementnya berbunyi. Dengan tergesah, Embun berlari kecil menuju pintu, wanita itu beberapa kali menghela napas dalam sebelum membuka pintu apartementnya.

Taksa berdiri diam di ambang pintu, tidak ada senyum seperti terakhir kali pria itu datang. "Ayo masuk Kak." Ajak Embun seraya menarik tangan pria yang sepertinya enggan untuk masuk kedalam apartementnya.

"Kamu mau minum apa?" tanyanya ketika mereka sudah memasuki ruang tengah apartement.

"Gak usah, di mana kamarnya?"

"Di sini Kak."

Melihat Taksa yang sepertinya tidak ingin tinggal lama di sini, membuat Embun merasa sedikit sesak di dadanya. Embun membantu memegangi bangku yang Taksa naiki untuk mengganti lampunya.

Hening.

Pria itu terlihat begitu serius memutar bohlam pada porosnya. "Coba kamu nyalain." pinta Taksa, wanita itu pun dengan segera berjalan menuju saklar lampu, dan menyala.

"Makasih Kak."

"Sama-sama, tangan  kamu sudah lebih baik?" tanya pria itu seraya turun dari bangku yang ia taiki.

"Sudah, kamu beneran gak mau minum dulu?" tanya wanita itu lagi saat Taksa berjala keluar kamar dengan bangku di tangannya.

"Gak usah, udah gak ada yang putus lagikan, aku mau langsung pulang." ujar Taksa yang hendak pergi dari apartement itu.

Apartement yang menyimpan kenangan buruknya dengan Embun, dia masih ingat betul penolakan wanita itu di sini. Tapi langkah Taksa saat sudah mencapai pintu terhenti,  rengkuhan kencang di perutnya membuat pria itu menghela napas begitu berat.

"Apa gak ada kesempatan kita kembali seperti  dulu Kak?"  tanya wanita yang memeluknya dari belakang itu dengan suara yang begitu sendu.

"Kamu tau, kesempatanmu sudah habis dan sekarang aku sudah menikah."

"Tapi kamu gak cinta sama diakan? aku bisa nunggu kamu sampai  kita bisa bersama lagi." kekehnya, Embun dan kekeras kepalaannya kembali.

Taksa  mengakui memang dia belum memiliki rasa apapun pada Vaira, tapi janjinya pada wanita itu sebelum mereka menikah untuk tidak berhubungan dengan Embun lagi, belum bisa ia tepati. Rasa bersalah perlahan menyusup dalam  hatinya. 

"Aku tidak mau memberikan harapan apapun," ujarnya seraya melepas perlahan rengkuhan lengan wanita itu di perutnya, dia berbalik menatap wajah wanita yang pernah merajai hatinya itu. "aku minta sama kamu, untuk tidak  menghubungi aku lagi." pintanya dengan pandangan lurus menatap wajah  Embun yang kini memucat.

"Gak bisa Kak, ak-aku gak bisa ngelepasin kamu." tangisnya menyerbu seketika, wanita itu menangis begitu sedih, merasa begitu tersakiti.

Taksa menarik napasnya dalam dan ia hembuskan begitu perlahan, sesak di dadanya begitu  menyesakan, melihat wanita yang ia cintai menangis di hadapannya tentu membuat dia merasakan sakit yang sama.

"Kita sudah berakhir Mbun, dan kamu yang memilihnya."  ujarnya sebelum benar-benar pergi meninggalkan Embun yang menangis semakin kencang. Tidak ada pilihan lain, menyakitinya adalah hal terbaik saat ini. 

Maaf.

***

TBC

SERAPHICWhere stories live. Discover now