EMPATBELAS | Perasaan khawatir

69 12 0
                                    

Rasa bersalah menguasai, Taksa baru merasa begitu  menyesal dengan kata-katanya yang terlampau ketus semalam.

Sedangkan Vaira yang memang begitu terburu-buru berangkat ke butiknya pagi ini, tidak begitu memperhatikan pandangan Taksa padanya.
Karena kedatangan Rubby beberapa hari yang lalu, membuat salah satu karyawannya mengundurkan diri, terlebih hari ini ada begitu banyak po untuk baju-baju yang baru saja mereka launcing.

Kurangnya pekerja dan banyaknya orderan membuat Vaira turun untuk membantu, hari ini pekerjaanya akan bagitu melelahkan. Tapi tidak apa, demi sebuah  kelangsungan hidup.

"Loh, Bu Vai kok sudah datang?" sapa seorang karyawannya yang terlihat sudah begitu sibuk membungkus berbagai macam orderan.

"Saya takut karyawan saya ada yang ngundurin diri lagi kalau kecapean." jawabnya, seraya berjalan menaiki tangga menuju ruangannya. "saya naik sebentar, nanti saya bantu kalian."

"Siap Bu."

Sesampainya di ruangan, Vaira membulatkan matanya karena begitu terkejut mendapati Juan sudah duduk dengan begitu santai di  sofa  ruangannya.

"Kok lu ke sini gak ngabarin gue dulu?" tanya wanita itu heran mendapati sang teman yang kini menatapnya dengan cengiran menyebalkan itu.

"Perasaan gue gak enak, ternyata..." kalimat Juan terhenti saat matanya tidak sengaja melihat luka bakar yang ada di  tangan kanan Vaira. "kenapa nih tangan lu?" tanya pria itu penuh selidik seraya meraih tangan Vaira yang memiliki luka bakar yang memerah itu.

"Kena oven, ini udah mendingan kok."jawabnya dengan ringisan pelan, tapi Juan tetaplah Juan. Pria itu menatapnya dengan tatapan yang begitu dingin.

Marahkah?

"Ju, gue beneran..."

"Duduk, gue keluar sebentar." potongnya begitu saja seraya berdiri dari duduknya dan berlalu begitu saja keluar dari ruangan Vaira. 

Jarang sekali melihat Juan yang terlihat sedikit emosi itu, tapi ini hanya luka bakar biasa, dan lukanya ini juga sudah lumayan mengering di bandingkan kemarin.

15 menit kemudian pria itu kembali dengan kantung plastik putih di tangannya. "Duduk sini." perintahnya pada Vaira yang kini duduk di kursi miliknya.

Dengan helaan napas dalam wanita itu segera berdiri dari duduknya dan menghampiri Juan yang kini sibuk mengeluarkan salep luka bakar dari dalam  kartonnya.

"Lain kali jangan cuma tangan yang lu bakar, kepala sekalian biar pinteran dikit." omelnya sembari mengoleskan salep luka bakar itu di tangan Vaira.

"Jangan lah nanti rambut gue bau gosong." jawab Vaira di sertai ringisan pelan melihat wajah serius dari Juan. "janganlah marah-marah Mas Juju, bentar juga sembuhkok ini mah."

"Bisa gak sih lu tuh jangan bikin orang khawatir?"

"Hari apeskan gak ada di  kalender."

"Ada aja jawaban lu, heran."

"Mas Juju ganteng deh,  jangan di tekuklah mukanya, nanti keriput." rengek Vaira yang tidak lagi mendapatkan respon dari Juan, pria itu begitu telaten mengobati luka di tangan Vaira.

"Keromantisan macam apanih, pagi buta begini?" ujar seorang wanita yang baru saja datang dengan pakaian casualnya. Alsi, berjalan mendekat menatap lekat pada kedua temannya yang kini hening di sofa.  "kenapa tangan lu Vai?" tanya wanita itu ketika menyadari kegiatan apa yang sedang kedua temannya  itu lakukan di sofa.

"Kena oven, lu berdua pada ngapain sih pagi-pagi ke sini?" tanya Vaira heran akan kehadiran kedua temannya yang tidak  ia undang itu.

"Ya bantuin lulah, kalau jualan lu banyak komisi kita kan juga banyak, ya gak Ju?" ujar Alsi meminta dukungan pada Juan, yang hanya di balas dengan anggukan pelan dari pria itu.

"Kalau ada apa-apa tuh ngomong Vai, lu belum bisukan?" tanya Juan saat ia selesai mengoleskan salep di permukaan kulit tangan Vaira.

"Iyaaa, lagian juga ini udah di obatin kemarin sama Taksa."

Bohong, ya karena Taksa saja tidak tau kalau tangannya terbakar karena acara memasaknya kemarin.
"Ju, gue lupa mau bilang lu dari kemarin,"sambar Alsi seraya mengambil duduk di sofa yang ada di hadapan Vaira dan Juan. "si Prisil, udah seminggu kali nyariin lu terus, abis nih hp gue bunyi terus."

"Ngapain lagi si manusia itu, udah biarin aja."

"Ya minimal lu chat, jangan ganggu lagi gitu." sarah Alsi pada sang teman, yang hanya di hadiahi dengan diam. '

Juan sudah muak dengan wanita bernama Prisilla itu, setelah menduakannya kini wanita itu merengek ingin kembali, Juan bukan pria bodoh, penghianat tetaplah penghianat.

"Udah ayo, PO banyak, kerja sayang gak kerja gak makan." ujar Juan seraya berdiri dari duduknya, dan meninggalkan kedua wanita itu begitu saja.

Alsi dan Vaira saling menatap, sebelum menggeleng heran melihat sikap Juan. Pria dan segala pemikirannya.

***

"Lu beneran gak mau ikut kita makan malem ini?" tanya Alsi seraya meraih tasnya, Vaira menggeleng pelan.

Taksa tiba-tiba saja mengajaknya makan malam bersama,  bukan Taksa sih, tapi Bunda. Ya  Vaira juga sadar pria itu tidak mungkin memiliki pikiran untuk mengajaknya makan berdua saja. 

"Bundanya Taksa udah duluan ngajak makan hari ini."

"Oh yaudah, gue sama Juju duluan ya?"

"Gak papa kita tinggal?" tanya Juan ketika mereka sudah sampai di depan butik.

Sore ini terasa begitu melelahkan,  sebenarnya kalau bisa Vaira mau langsung pulang dan merebahkan dirinya di kasur, tapi apalah daya dia juga ingin semakin dekat dengan sang suami dan keluarganya.

"Gak papa, bentar lagi dia sampe kok."

"Yaudah,  tunggu di sini jan kemana-mana, gue sama Alsi duluan."

"Iyaaa Mas Juju, bawelnya." perotes Vaira yang di balas dengan usapan pelan di puncak kepalanya sebelum benar-benar di tinggalkan oleh kedua temannya itu.

Pandangan Vaira terpusat pada mobil yang kedua temannya itu taik, sebelum ia terjingkat kaget karena suara klakson mobil yang begitu tiba-tiba mengagetkannya.

Taksa, pria itu yang menekan klakson mobilnya dengan begitu kencang, membuat debar jantung Vaira sedikit lebih cepat saat ini.

"Kok cepet, aku kira masih 10 menitan lagi." ujar wanita itu seraya masuk kedalam mobil sang suami.

Kali ini ia duduk di kursi samping kemudi, dan Taksa tidak melakukan protes apapun.  "Cowok itu siapa? mantanmu?" tanya Taksa tiba-tiba saja.

"Juan?" bukannya menjawab Vaira malah balik bertanya, karena dia juga lumayan bingung dengan pertanyaan Taksa, bukannya mereka sudah pernah berkenalan?

"Siapapun namanya, kayanya kamu sering sama dia ya?"

"Temenku dari  SMA, kenapa?"

"Gak papa, dia keliatan  sayang sama kamu."

"Yap, cuma Juan yang bisa ngertiin aku." jawab Vaira dengan begitu tulus, membuat Taksa seketika terdiam.

Dia juga sadar, dirinya belumlah bisa menjadi orang yang mengerti sang istri. Jangankan mengerti, Taksa saja masih begitu bimbang dengan perasaanya sendiri.

***

TBC

SERAPHICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang