SEPULUH | Keluar!!

64 10 2
                                    

DUA minggu sudah umur pernikahannya, tapi Taksa tetaplah sama, bahkan sampai pagi inipun pria itu tidak kunjung tidur dengannya.

Taksa lebih memilih tidur di kamar sebelah, membiarkannya seorang diri setiap malam, walau kini sudah berstatus sebagai  istrinya.

Tapi malam ini, Vaira tidak lagi diam, kalau pria itu tidak mau tidur di kamarnya, dia yang akan tidur di kamar pria itu. Setelah makan malam Taksa memilih untuk ke kamarnya lebih dulu.

Dan ini saatnya dia menyelinap ke kamar pria itu.

"Permisi." bisiknya pelan seraya melangkah kecil memasuki kamar pria itu.

Nuansa kamar yang lebih gelap dari kamarnya tentu saja, ini baru kamar laki-laki. Dengan jantung yang berdegup kencang, dia mengedarkan pandangannya dan tidak  menemukan Taksa, tapi ia bisa mendengar suara percikan air yang Vaira tebak asalnya dari kamar mandi.

Pria itu mandi, syukurlah.

Dengan terburu-buru, Vaira masuk kedalam selimut pria itu, membaui harum maskulin dari selimut yang ia pakai saat ini. Menunggu cukup lama di bawah selimut.

Hingga, sebuah lesakkan di ranjang dapat Vaira rasakan, tapi sialnya degupan kencang di jantungnya sungguh mengganggu. Mendadak gugup dan takut menyelimutinya, bagaimana jika Taksa langsung mengajaknya melakukan itu, tidak bisa  ia bayangkan.

Srek

Selimut yang Vaira pakai di tarik dengan begitu kasar, terkesiap kaget wanita itu sampai terduduk dari posisi tidurnya. Taksa, berdiri menjulang di sisi kasur, menatapnya dengan begitu datar serta kedua tangan yang bertolak pinggang.

"Ngapain?" tanyanya, terlihat sekali pria itu sedang menahan amarahnya.

"Tidur." jawab wanita itu seraya kembali merebahkan tubuhnya di kasur, setelah rasa terkejutnya perlahan hilang.

"Kamar kamu di sebelah, mau aku anterin?" tanya pria itu lagi masih dengan wajah yang begitu datar.

"Aku maunya tidur di sini sama kamu,  kitakan suami istri," tidak mau kalah rupanya wanita ini, hingga terdengar suara helaan napas yang begitu berat. "apasih salahnya suami istri tidur di kasur yang sama?"

"Keluar Vaira!" perintahnya begitu tegas, tapi bukannya mendengar wanita itu malah kembali merapatkan selimutnya.

Tidak, dia tidak boleh kalah.

"Keluar, tolong selagi aku bicara dengan baik." pinta pria itu, yang kini kembali menarik selimut yang Vaira pakai.

"Aku gak punya virus kok, kenapa sih kam..."

"KELUAR AKU BILANG!!!" bentak Taksa dengan suara yang begitu kencang, di sertai dengan wajah putihnya yang kini memerah karena emosi, membuat Vaira yang sudah membulatkan tekatnya kini menyerah.

Wanita itu berlari sekuat tenaga keluar dari kamar Taksa, jantungnya berdegup begitu kencang. Ia sudah sangat sering mendengar bentakan dari sang Ayah, bahkan pukulan yang tidak lagi bisa di hitung berapa banyak, tapi bentakan Taksa tadi begitu menyeramkan.

Dan sialnya, ia takut.

***

KARENA Taksa tidak mau ia ajak mengunjungi orang tua pria itu bersama,  hari ini  dengan keyakinan yang lagi-lagi dengan usaha keras ia tumpuk.

Bisa Vaira, semoga si Tante sudah tidak begitu galak.

"Siang Non." sapaan ramah Vaira terima dari satpam rumah orang tua Taksa, yang kini bergegas mendorong gerbang besar itu.

"Siang Pak." balas sebelum kembali menginjak pedal gasnya untuk memasuki pekarangan rumah mertuannya itu.
Vaira membawakan beberapa jenis buah untuk sang mertua, hari ini karena masih siang pasti hanya ada sang Ibu mertua, pertemuan pertamanya dengan sang ibu mertua sedikit membekas di kepala, sang Ayah pagi ini pasti bekerjakan, tidak ada  yang melerainya nanti jika sang ibu mertua mengajaknya beradu mulut.

"Siang Bi." sapanya pada art yang membukakannya pintu.

"Siang Non, mari Ibu sudah menunggu di dapur." ajak wanita tua itu seraya mengambil alih barang bawaan Vaira.

"Kok di dapur Bi?" tanya Vaira bingung.

"Iya Ibu lagi buat cookis, untuk Non Kama." Vaira mengangguk mengerti, seraya berjalan mengikut wanita itu yang berjalan lebih dulu.

"Bu, Non Vaira sudah datang." ujar wanita itu memberitau sang majikan yang sedang begitu sibuk menimbang berbagai macam bahan untuk cookis yang akan wanita itu buat.

"Ah, cuci tangan dulu, pakai apron, baru masuk ke dapur." perintahnya begitu melihat Vaira yang hanya diam di ambang pintu dapur, dia bingung tapi tetap melakukan apa yang sudah Ibu mertuanya itu perintahkan.

Setelah apron terpasang dengan baik di tubuh wanita itu, dengan ragu ia masuk kedapur berdiri kikuk di sisi sang ibu mertua.

"Ini, campurkan tepung dengan brown sugar dengan spatula ini." perintahnya lagi.

Otak Vaira tiba-tiba terasa begitu kosong, ia belum pernah memasak tidak memasak adalah hal yang ia hindari karena terasa begitu  menakutkan. "Di gulung dulu baju kamu, nanti masuk kedalam adonan." perintah wanita itu lagi, dengan cepat Vaira menarik tinggi lengan baju yang ia pakai.

Bekas luka di lengan wanita itu membuat sang Ibu mertua terdiam, mata wanita tua itu terus menatap begitu kaget pada lengan Vaira, mungkin ini yang sang putri maksud, Vaira adalah anak yang baik, dia hanya salah mendapatkan keluarga.

"Kamu nyilet?" tanya wanita tua itu, menahan keras suara yang sudah mulai bergetar.

Mendengar pertanya dari ibu mertuannya itu membuat Vaira kaget, kedua tangannya tergenggam erat, dia lupa kalau bekas sayatan di lengannya pasti terlihat saat bajunya di gulung.

"Ini luka biasa kok Tan, bukan apa-apa." jawabnya, seraya kembali menurunkan lengan bajunya karena merasa tidak nyaman.

"Menurut kamu sekarang saya Ibu kamu bukan?" pertanyaan yang begitu tiba-tiba dari ibu mertuanya itu membuat tangan Vaira yang sedang sibuk mencampur brown sugar dan tepung itu berhenti.

"Eumm, kalau Tante merasa nyaman saat aku menganggap Tante adalah Ibu aku ya aku gak keberatan, tapi kalau Tante lebih nyaman aku panggil dengan sebutan Tante itu juga tidak masalah." jawaban yang begitu pasrah, pikir wanita tua itu.

Kini dia merasa bersalah, kalimat kasar yang ia ucapkan pada wanita ini pasti sangat menyakitinyakan?

"Kamu boleh panggil saya Bunda,  kamu juga anak  saya  sekarang." Kata demi kata yang wanita tua  itu katakan membuat Vaira menahan keras air matanya.

Kini dia memiliki seseorang yang bisa ia panggil Ibu.

***
TBC

SERAPHICWhere stories live. Discover now