DUABELAS | Sedikit Panik

64 14 0
                                    

VOTE DAN KOMENNYA GUYS.

***

SUDAH rapih dengan pakaian casualnya, Vaira menunggu begitu bosan di sofa rumahnya, hari ini ia dan Taksa akan berkunjung ke rumah orang tua pria itu.

Tapi tiba-tiba saja pria itu pergi tidak tau kemana, dan katanya tidak akan lama. Tapi sudah hampir 2 jam pria itu tidak juga terlihat batang hidungnya.

"Non, Den Taksa sudah menunggu di depan." beritau Mbok Sum, seraya berjalan menghampirinya.

"Oh sudah di depan  ya Mbok, dari tadi?"

"Ndak, baru saja sampai, hati-hati ya Non."

"Iya Mbok, aku pergi dulu."

Berjalan keluar rumah dengan santai, dia bisa melihat mobil Taksa berhenti tepat di depan gerbang rumah. Tau kalau Taksa tidak mungkin membukakannya pintu, ia dengan begitu mandiri membuka pintu mobil di bangku depan.

Bangku itu sudah terisi, dengan berbagai macam belanjaan dan mungkin bawaan untuk sang ibunda, ya tapi kenapa harus di letakan di depan.

"Kamu duduk di belakang." perintahnya begitu datar.

Vaira tak habis  pikir, pria itu bahkan enggan duduk bersebelahaan dengannya, dengan kesal ia tutup pintu mobil itu dengan keras, dan kemudian duduk di kursi belakang, tanpa adanya suara lagi.

Sangat menyebalkan, Vaira ingin sekali berkata kasar pada suaminya ini.

Sedangkan Taksa yang masih merasa menyesal sudah membuat Embun menangis tadi, kini berusaha keras untuk menahan perasaannya.

Rasa kecewanya, rasa sakitnya, semua ia tidak ingin ada lagi yang terluka. Cukup ia saja, tapi pria itu tidak menyadari, bahkan dari kata saja bisa begitu menyakiti, apa lagi dengan sikat tak perduli, ia hanya belum menyadarinya.

***

Berbeda dari kunjungan sebelumnya, kini Devi ibunda dari Taksa menunggu kedatangan sang anak dan menantunya di depan pintu rumahnya.

"Aduh anak-anak Bunda sudah datang." sambutnya dengan senyuman yang begitu lebar.

"Kok Bunda di luar?" tanya Vaira begitu keluar dari mobil, wanita itu berjalan menghampiri sang Ibu mertua yang sudah merentangkan tangannya menyambut kedatangan ia dan Taksa.

"Iya dong, Bunda nungguin dari tadi katanya jam 11, ini sudah mau jam  1 baru sampai." ujarnya seraya memberikan pelukan hangat pada sang menantu. "aduh ini, yang di tungguin gak dateng-dateng dari minggu kemarin." ujarnya ketika sang putra berjalan mendekat dengan belanjaan yang lumayan banyak di tangan.

"Maaf Bun, kerjaan Taksa beneran gak bisa ditinggal." sesal sang putra seraya memberikan pelukan lembut pada ibunya.

Taksa meletakan belanjaan yang ia bawa untuk sang ibu di meja dapur. "Itu Bunda yang mau masakkan?" tanya Taksa seraya menunjuk titipan sang bunda yang begitu banyak.

"Iya dong, Bunda mau ajarin menantu kesayangan Bunda masak hari ini." ujarnya begitu bangga seraya memberikan senyum yang begitu tulus pada Vaira, tentu wanita itu membalasnya tidak kalah tulusnya.

Baru kali ini ia merasa tersenyum bukanlah hal yang sulit,  bibirnya terangkat begitu saja saat melihat senyum di wajah sang ibu mertua.

Devi terlihat begitu bersemangat memberikan pelajaran memasak untuk sang menantu,dan Vaira juga tidak keberatan dia memang mendambakan momen seperti ini, momen yang tidak pernah ia dapatkan seumur hidupnya.

"Loh kamu mau kemana Kak?" tanya Devi pada sang putra yang kini sedang berjalan menaiki tangga.

"Aku tidur sebentar." jawabnya tanpa menghentikan langkahnya.

"Maafin anak Bunda itu ya Vai." ujar Devi penuh sesal. "Bunda tau pasti si Taksa itu masih kaku kaya batukan?" mendengar  pertanyaan itu membuat Vaira tertawa.

"Vai ngerti kok Bun, gak gampang nerima apa yang gak di inginkan." jawabnya di sertai senyum tipis, membuat Devi merasa sedikit sedih, putranya itu harus bisa menerima apa yang sudah ia punya saat ini.

"Udahlah dari pada mikirin anak itu, ayo kita mulai marinasi iganya."

"Oke," sahut Vaira riang. "ini makanan favoritnya taksa ya Bun?"

"Iya betul sekali, nanti bunda kasih tau lagi apa aja yang dia suka, sesekali mungkin kamu bisa masakin nanti walaupun anak itu bisa masak sendiri, tapi pastikan masakan istri beda." Vaira mengangguk menggerti.

Ya, dia juga sudah berpikir untuk belajar memasak dan membuat beberapa macam makanan untuk suaminya itu, siapa tau pria itu akan sedikit melembut padanya.

Memasak sembari mengobrol membuat kedua wanita itu melewatkan menit demi menit dengan begitu menyenangkan. "Sebentar lagi matang, kamu boleh panggil Taksa di kamarnya."

"Kamarnya yang mana Bun?" tanya wanita itu sebelum berjalan menjauh.

"Lorong sebelah kiri, paling pojok."

Walau ragu, wanita itu tetap berjalan menaiki tangga, semakin dekat langkah kakinya membawa ke depan kamar Taksa, semakin kencang debaran jantung wanita itu.

Tok...Tok...

Ia ketuk pintu kamar itu dengan ragu, tapi tidak ada jawaban. "Taksa." panggilnya seraya kembali mengetuk pintu kamar itu, karena masih belum juga ada jawaban, berani tidak berani wanita itu membuka pintu kamar Taksa.

Pria itu terlelap ranjang king size miliknya.

Suasana kamar ini,  hampir sama dengan kamar yang pria itu tempati di rumah mereka, terlihat begitu  maskulin dengan paduan warna gelap.

Berderap pelan menghampiri sang suami yang sedang dalam mimpinya. Vaira berjongkok di sisi ranjang, memandangi wajah tentram Taksa saat ini, pria itu terlihat begitu tampan dengan hidung mancungnya, serta bulu matanya yang panjang dan  lurus, tidak lupa alisnya yang tebal di wajahnya yang lonjong terlihat begitu memukau.

Tanpa sadar Vaira mengulurkan tangannya, mengusap lembut bibir pink milik Taksa itu, sedikit kasar dan kering, tapi ini bukan saatnya memikirkan untuk membelikan Taksa lipcream.

Ditengah pikirannya yang terus berkelana Vaira tidak menyadari kalau pria itu sudah terbangun dari tidurnya, dan kini bahkan jemari Vaira sudah dalam genggaman pria itu.

"Ngapain kamu?" tanya pria itu membuat Vaira tersadar dari lamunannya, dengan cepat ia juga menarik jemarinya dari genggaman pria itu.

Sedikit panik.

"I-itu, masakannya sudah matang."

"Terus? kenapa ngeraba-raba bibirku, mesum." ujarnya seraya berjalan meninggalkan Vaira yang nyawanya masih belum terkumpul itu.

VAIRAAA SADARR!!!

***
TBC

SERAPHICWhere stories live. Discover now