Bab 1

456 22 8
                                    

10 tahun kemudian ...

"Mari, Kak. Bikin kartu kredit syaratnya cuma fotocopy KTP. Nggak butuh waktu lama langsung jadi!"

Ria sibuk menyodor-nyodorkan brosur pada orang lewat di depan booth-nya. Sebagai SPG pembuatan kartu kredit, ini adalah keseharian yang biasa ia lakukan. Apalagi saat ini sebuah perusahaan startup sedang mengadakan bazar amal dan berkerjasama dengan bank tempat dirinya bekerja. Bisa panen nasabah dirinya!

Ya, itu adalah dugaan awalnya. Namun sayangnya, sejak pagi berdiri di sini, baru tiga nasabah yang berhasil ia dapatkan. Sumpah, kalau tidak butuh uang untuk menyabung hidup, rasanya ogah dia bekerja seperti ini. Akan tetapi, keadaannya yang jauh berbeda dari masa SMA dulu membuat Ria terpaksa harus bekerja demi kelangsungan hidupnya.

Sebagai anak manja yang apa-apa disediakan, sulit bagi Ria menerima kondisinya yang sekarang.

"Gimana? Dapat nasabahnya?"

Suara itu membuat Ria menelengkan kepala. Ia menemukan rekan kerja sekaligus sahabatnya yang baru kembali dari lobby depan.

"Belum ada yang nyangkut. Tadi, sih, ada yang datang. Bapak-bapak udah berumur. Itu juga bukan ngebikin credit card, tapi malah godain gue!" keluh Ria.

Ana tergelak. Jika ia perhatikan, penampilan Ria ini memang paling mencolok di antara semua SPG yang ada di sini. Badan gadis itu cukup ideal. Kulitnya putih, wajahnya yang enak dipandang, tentu akan membuat orang-orang tertarik—khususnya kaum lelaki. Tak sedikit juga ada yang terang-terangan mengajak Ria untuk jadi selingkuhannya. Dan itu biasanya dari para lelaki tua-tua keladi yang tidak puas dengan istri mereka.

"Gapapa, sih. Justru kalau mereka godain lo, harusnya makin lo rayu. Kesempatan dapatin nasabah, tau!"

Ria menggeleng-gelengkan kepala dibuatnya. "Lo aja deh. Gue ogah."

"Lah, gue memang gitu. Nih buktinya. Udah sepuluh nasabah yang berhasil gue gait dari tadi modal kedipin mata doang," kekeh Ana.

Ria megap-megap mendengarnya. Ia mendadak iri dengan keberhasilan Ana. Di sini entah Ana yang sudah pro menjadi SPG, atau memang dirinya saja yang payah karena belum terbiasa. Ria meringis prihatin melihat nasibnya sendiri.

"Sekarang gini, deh. Daripada lo diem di sini, mending keliling. Lo deketin tuh bos-bos besar yang hadir di acara bazar amal ini. Gue yakin, anak-anak mereka pasti di antaranya ada yang belum punya credit card. Sekalian tuh lo gabung sama sirkel emak-emak di meja sana."

Ria mengangguk-anggukkan kepalanya. Tampaknya ide Ana memang patut untuk dicoba.

"Oke. Gue ke sana dulu."

"Sukses, Babe!"

Dan setelahnya Ria pun berjalan mengelilingi acara itu untuk mencari nasabah. Pakaian seksi yang ia kenakan membuat banyak mata tertuju padanya. Di antaranya orang-orang berdasi. Ada juga beberapa pengunjung lelaki dari kalangan biasa yang menatap ke bagian 'tertentu' di tubuhnya. Dan sejujurnya Ria risih dengan pandangan itu.

"Halo, cantik!"

"Hai, seksi!"

"Gede ya, Kak. Berat nggak bawanya?"

Belum mulai menawarkan, lho, dirinya. Tapi kata-kata kurang sopan itu langsung menyambutnya begitu ia menghampiri sekelompok pemuda. Gentar. Ria rasanya ingin kabur saja dari sini karena malas berurusan dengan orang-orang itu. Namun sebgai SPG, tugas utamanya adalah menggait nasabah. Kalau tidak menemukan nasabah sesuai target, ya tidak gajian dirinya bulan ini.

Menebalkan muka dan kuping, Ria pun akhirnya menghampiri orang itu. Terobos aja deh.

"Permisi, Mas," sapa Ria ramah. Ia ulurkan beberapa brosur ke orang-orang itu. "Udah punya credit card belum? Kalau belum saya bisa, lho, bantuin Mas-Mas semua buat bikin. Caranya gamp—"

Sialan, Dia [COMPLETED]Where stories live. Discover now