Bab 10

413 23 8
                                    


"Kamu pembohong! Kamu sudah berani bohong sama Ayah dan Bunda!"

Seminggu setelahnya, hubungan Ria dan Fendi akhirnya terbongkar di hadapan Melati. Hari ini, ibunya itu membawa foto-foto yang berhasil ia dapatkan lewat mata-mata yang disewanya. Dilemparnya foto itu ke hadapan Ria.

"Maafin Ria, Bunda. Ria—"

"Berani kamu pacaran sama anak orang miskin kayak dia? Kamu ini mikir, nggak? Kita itu keluarga terpandang. Bunda ini seorang anggota Dewan. Tolong jaga image Bunda! Apa jadinya kalau orang-orang tau kamu punya hubungan sama karyawan kafe kecil kayak gitu? Bisa malu muka Bunda!"

"Tapi Mas Fendi nggak sehina yang Bunda bilang. Mas Fendi itu baik, Bunda."

Kesal, Melati pun mendaratkan tamparan di wajah putrinya. Ria semakin menangis, namun ibunya itu seolah tak peduli sama sekali.

"Jangan berani bicara omong kosong kayak gitu!" sentak Melati. "Pokoknya hubungan kalian harus berakhir. Putuskan lelaki miskin itu!"

Ria menggeleng cepat. Ia masih mempertahankan Fendi di sini. "Ria nggak akan mutusin Mas Fendi. Cuma Mas Fendi yang bisa ngertiin Ria selama ini di saat Bunda sama Ayah selalu sibuk dan nggak punya waktu buat Ria. Mas Fendi itu baik. Walau dia miskin, tapi dia sopan dan selalu tau cara menghormati aku!"

"Dia cuma manfaatin kamu karena kamu ini berasal dari keluarga kaya raya. Harusnya kamu sadar itu!"

"Nggak, Mas Fendi nggak kayak gitu. Aku yang lebih kenal sama dia!"

Emosi Melati naik ke ubun-ubun. Jika tidak bisa melarang anaknya, maka ia harus melakukan cara yang sedikit kasar untuk memisahkan mereka. Begitu tekadnya.

Keesokan harinya.....

Melati meringis jijik kala memasuki pekarangan sebuah rumah sederhana yang tidak sebanding dengan rumah besar miliknya. Ia ketuk pintu beberapa kali, sudah tidak sabar melihat lelaki yang digadang-gadangkan menjadi kekasih putri bungsunya selama ini.

Menurut informasi yang ia dapatkan dari mata-mata sewaannya, lelaki itu tinggal di sini. Bahkan Melati tahu alamat coffeshop tempat lelaki itu bekerja.

Tak lama, pintu rumah terbuka, menampilkan seorang pria mengenakan kaos dan celana pendek yang warnanya sudah memudar. Melati memandangi pria itu dari ujung kaki sampai ujung kepala. Ia terkekeh meledek. Ternyata ini pacar putrinya? Kampungan sekali!

"Ya, Bu? Cari siapa?"

"Kamu tau? Saya ini bundanya Ria."

Fendi tercengang. Buru-buru ia bukakan pintu selebar mungkin untuk menjamu ibu pacarnya itu.

"Maaf, saya nggak tau, Bu. Ayo silakan masuk—"

"Nggak perlu!" tolak Melati cepat. "Saya bahkan nggak mau repot-repot mengotori kaki saya untuk masuk ke rumah kamu!"

Fendi tertohok mendengar jawaban ibu Ria itu. Badannya bergetar, sudut hatinya terasa sakit menerima penghinaan seperti itu. Pantas saja Ria sering bercerita betapa tertekannya ia selama ini. Wajar kalau ibunya saja memiliki watak seperti ini.

"Ini ada cek lima puluh juta buat kamu. Ambil. Kamu mau ini 'kan? Ini tujuan kamu pacaran sama anak saya kan?"

Melati melemparkan kertas cek ke muka Fendi, yang mana hal itu membuat emosi Fendi tersulut. Ia ambil cek tersebut, ia kembalikan lagi ke tangan Melati.

"Maaf, Bu. Sepertinya Ibu salah menilai. Saya pacaran dengan anak ibu bukan karena ingin memanfaatkannya. Saya tulus sama Ria selama ini!"

Melati terkekeh meledek. "Kurang? Bilang aja. Kamu butuh berapa? Seratus juta? Dua ratus juta? Ayo bilang. Saya kasih ke kamu. Asal kamu jauhin anak saya!"

Sialan, Dia [COMPLETED]Where stories live. Discover now