Bab 6

423 23 9
                                    

"Berapa total nasabah yang lo kumpulin?"

Ana sibuk berkicau menanyai Ria yang sedang mencatat data-data nasabah itu. Ria melirik total nasabah yang ia kumpulkan selama event ini berlangsung. Dan ternyata hanya lima. Melihat hal itu membuat Ana tertawa meledek. Perempuan itu menunjukkan data nasabah yang ia dapatkan. Lebih dari lima belas. Ria berdecak kagum dibuatnya.

"Kenapa bisa sebanyak itu?!"

"Ya bisa. Makanya udah gue bilang berkali-kali. Lo tuh terlalu monoton dan kurang menarik dari segi selling-nya. Masa dirayu dikit lo udah marah. Padahal emang pekerjaan SPG Yang kayak gitu. Ya maklum lah, tiap pekerjaan ada resikonya. Lo juga nggak bisa maksain sesuatu harus sesuai sama mau lo." Ana menegur.

Ria menghela napas. Untuk masalah itu ia kurang setuju. Mungkin karena memang prinsipnya berbeda dengan Ana.

"Jadi dikit deh bonus lo. Padahal hari ini kan hari terakhir kita di sini."

Ria mengangkat wajahnya sejenak. Ah benar. Ini hari terakhir. Timbul keinginan Ria untuk melihat Fendi terakhir kalinya. Setidaknya sebelum ia benar-benar pergi dari sini.

"Gue ... ke depan dulu sebentar," pamit Ria.

Ana mengangguk mengiyakan. "Nah gitu. Mending lo cari nasabah sana dari pada duduk diem di sini. Apa yang bakal lo dapat kalau nggak gerak-gerak?"

"Iya, iya, bawel," gerutu Ria.

Ria pun pergi meninggalkan booth tersebut. Sejujurnya ia bukan mencari nasabah, melainkan mencari Fendi. Meski belum tahu apakah berani menyapa lelaki itu atau tidak, yang terpenting Ria bisa melihat sosok Fendi karena besok dan seterusnya ia tidak akan bisa lagi melihat wajah mantannya itu.

Asyik mengedarkan pandangannya ke arah lain, Ria justru menangkap sosok Fendi sedang bicara dengan seorang wanita di lobi. Ia pandangi perempuan itu lekat-lekat. Ah, cantik sekali. Kulitnya mulus, bening, terawat, dan pakaian yang dikenakannya pun bermerk semua dari atas sampai bawah. Ria melirik penampilannya sendiri. Ia hanya bisa tersenyum kecut. Penampilannya jauh dari kata layak.

Mengurungkan niatnya mencari Fendi, Ria pun memutar langkahnya menuju toilet. Setibanya di toilet tangis Ria pun pecah.

Ia meratapi nasibnya yang sangat malang itu.

Dunia benar-benar berputar. Sekarang ia yang di bawah dan Fendi yang di atas. Fendi tampak semakin menawan dengan setelan kerjanya yang rapih. Tak ada lagi baju kaos polo shirt putih yang warnanya sudah mulai menguning. Tak ada lagi celana jeans yang sudah bolong-bolong dimakan usia itu. Fendi yang dasarnya memang tampan itu kini terlihat semakin tampan.

Berbanding terbalik dengan dirinya yang dekil dan kusam ini. Bahkan flat shoes yang ia pakai sudah bertahun tidak diganti. Badannya juga lumayan kurus belakangan ini karena sering lupa makan.

Jujur saja, Ria tidak memiliki waktu untuk merawat diri karena sibuk mencari nafkah sepanjang hari.

Mematut dirinya di depan cermin, Ria menatap wajah lelahnya. Kulitnya sudah tidak terawat lagi. Ia benar-benar hancur saat ini.

"Ayah, Bunda ... aku udah pernah bilang kalau duniaku pasti berputar. Tapi kenapa kalian nggak percaya itu?"isak Ria mengisi toilet itu. 

Sialan, Dia [COMPLETED]Where stories live. Discover now