Bab 11

414 22 8
                                    

Sepuluh tahun lalu ....

Ria memandangi coffeshop tempat Fendi bekerja dari kejauhan. Hari ini Sabtu pertama dirinya tidak datang ke tempat itu. Sejak Melati tahu hubungan mereka, bisa dibilang akses pengawasan untuk Ria diperketat. Ria benar-benar kehilangan semangat sejak kejadian itu. Ia ingin selalu di sisi Fendi, namun keadaan memaksanya untuk membatasi pertemuan. Ria tidak ingin Fendi terkena masalah yang lebih besar lagi kalau ia tetap nekad mendatangi lelaki itu ke tempat ini. Bisa dipecat Fendi dari tempat kerjanya. Ia tahu ibunya seberbahaya apa.

"Nggak mau turun, Non?"

Ria menoleh ke arah supir pribadinya. Jujur saja, ia merasa jengkel dengan pria itu. Ria tahu supirnya adalah salah satu mata-mata ibu Ria. Dan apa pun kegiatannya pasti akan dilaporkan ke ibunya itu.

"Nggak. Jalan, Pak!"

Hanya itu yang Ria katakan, hingga membuat sang supir melajukan mobilnya jauh dari sana.

Tangan Ria beralih meraih ponsel dari dalam tasnya. Ia ketik sesuatu di layar itu, lantas mengirimkannya ke chatroom Fendi.

Mas, kangen. Tapi mau ketemu nggak bisa. Aku nggak ke kafe hari ini. Kamu jaga kesehatan selalu ya. Miss youu!

Dan setelahnya, kurang dari lima menit ponsel Ria berbunyi lagi—

Aku juga kangen kamu.

Membaca pesan itu saja mata Ria sudah berkaca-kaca. Sungguh besar pengaruh Fendi dalam hidupnya. Tidak bertemu lelaki itu membuat senyum Ria ikut terenggut. Ria bahkan tdiak bersemangat di sekolah karena masalah ini.

Senin mau ketemu, enggak? Cari tempat lain aja. Aku kebetulan les hari itu. Nanti kita curi-curi buat ketemu.

Ria mengirimkan pesan lagi.

Oke.

Ria sedikit lega membaca balasan pesan itu, walau hatinya sedikit sedih karena Fendi sedikit berubah kepadanya. Lelaki itu sedikit dingin. Ria tahu Fendi seperti itu pasti karena tekanan dari ibunya sendiri. Dan Ria berusaha memaklumi itu. Dibalas saja sudah membuat dirinya senang.

****

Senin yang Ria tunggu-tunggu telah tiba. Fendi memenuhi kemauan Ria dengan menjemput gadis itu ke tempat lesnya. Ria juga sudah memberitahu supir untuk datang menjemputnya hari ini sekitar jam empat sore saja dengan alasan ada pelajaran tambahan. Dan sekarang jam sudah menunjukkan pukul tiga sore saat Ria melihat Fendi di teras depan gedung lesnya.

"Mas!" panggil Ria, membuat Fendi menoleh dengan tampangnya yang lesu.

"Udah selesai belajarnya?" tanya Fendi lembut.

Ria langsung menggandeng tangan Fendi, lantas membawa lelaki itu ke kedai minum depan tempat lesnya. Kedai itu cukup besar. Walau tidak semewah kafe-kafe pada umumnya. Setidaknya, ada pilihan outdoor dan indoor. Maka Ria memilih bagian outdor di halaman belakang agar tidak ketahuan oleh mata-mata ibunya.

Sesampainya di kedai itu—usai mendudukkan diri di salah satu meja dan memesan minuman—Ria meraih tangan Fendi untuk ia genggam. Cowok itu menoleh dengan seulas senyum tipis.

"Mas, kamu gapapa?" tanya Ria khawatir.

"Aku nggak apa-apa."

"Bohong. Pasti kamu sakit banget gara-gara ucapan Bunda, ya?"

Fendi diam. Membuat Ria semakin merasa bersalah.

"Maaf, Mas. Aku nggak tahu Bunda setega itu sama kamu. Aku juga nggak tahu kalau Bunda datangin kampus kamu dan ajuin komplain ke sana. Pasti kamu malu banget ditegur sama pihak kampus, 'kan? Dan ini semua gara-gara aku. Aku yang salah," lirih Ria. Ia merasakan matanya memanas. Cairan bening itu hampir lolos dari pelupuknya.

Sialan, Dia [COMPLETED]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora