45 - Pengkhianatan

27.8K 1.8K 51
                                    

Rene menepis ranting, dedaunan, apa pun itu yang menghalangi pandangannya mencari jalan keluar. Dia memerhatikan sekeliling dengan seksama, Rene yakin, musuh tidak akan dengan mudah melepaskan dirinya. Mereka pasti tengah berbondong-bondong turun ke bawah sini karena menyakini jika dirinya masih hidup. Rene tahu, mereka tidak bodoh dalam menyerang.

Rene yang bodoh, karena pergi tanpa pengawalan ketat seperti biasanya. Dia pun memegang batang pohon, terdiam sampai akhirnya mendapatkan sebuah ide. Dia pun menggigit lengannya sendiri hingga mengeluarkan darah, sengaja menempelkan ke batang pohon agar meninggalkan jejak untuk orang-orang yang akan menolongnya nanti.

"Aku harus ke mana? Aku tidak tahu, kalau film aksi akan melelahkan seperti ini," suara grasak-grusuk dari arah belakang, membuat Rene membekap mulutnya sendiri. Dia tidak melihat ada celah untuk berlindung selain naik ke atas pohon, dia pun memanjat dan membekap mulut agar tidak kelepasan berteriak.

Di bawah, anak buah Laudya mulai berpencar mencari keberadaan Rene. "CARI! CARI DIA SAMPAI KETEMU! BUNUH DIA DI HADAPANKU!!" Laudya mengepalkan tangannya erat, baginya, sudah cukup membiarkan Rene hidup bebas selama ini setelah membunuh kedua anggota keluarganya dan juga merebut cinta dari pria .... Yang dirinya cintai, cinta dari Giorgio yang tidak bisa dia dapatkan.

Di atas pohon, Rene menatap tidak percaya ke arah Laudya. Rene tidak percaya jika wanita yang dia anggap sahabat ternyata bisa menusuknya dari belakang seperti ini, Rene ingin terkekeh dan tertawa keras, agaknya, Rene terlalu ringan memberi ruang untuk musuh semakin merajalela di sekitarnya. Seperti Laudya contohnya, dia seperti hewan buas yang baru lepas kandang.

Melihat anak buah Laudya semakin menjauh, Rene turun dari atas pohon. Dia mengikuti di belakang, mencari celah itu membunuh satu anak buah Laudya dan merebut pistol yang mereka bawa. Karena mau bagaimana pun, Rene membutuhkan senjata untuk melawan mereka semua. Rene tidak bisa bertarung dengan tangan kosong sedangkan lawan yang lebih banyak jumlahnya, membawa senjata.

Melihat adanya peluang saat seorang anak buah Laudya melipir ke arah berbeda, Rene bergegas mengikuti, tapi ucapan pria itu yang berbicara setelah menekan jam tangannya, membuat Rene terkejut. "Kirim lebih banyak anggota ke sini! Kami belum menemukan Nona,"

Menemukan? Nona? Rene menatap punggungnya terus menerus sembari mendengarkan, "Ya! Kirim lebih banyak sekarang! Saya yang akan memantau kondisi Nona dari lapangan," Ketika pria itu berbalik badan, Rene ingin menyerang hingga langkahnya terhenti dengan mata melotot.

"Luke?!"

"Nyonya!"

Luke langsung mendekati Rene dan membawanya ke tempat aman, "Anda baik-baik saja? Saya khawatir,"

"Aku baik-baik saja, kau kenapa bisa ada di sini?!"

"Ceritanya panjang, Nyonya. Yang pasti, Tuan Jossi tidak akan membiarkan putrinya terluka lebih jauh."

"Kau ...."

"Saya di utus oleh Tuan Jossi untuk datang melindungi Anda,"

Rene tersenyum, "Bagus! Syarat pertama untuk kau melindungi aku, jangan tertawa saat melihat tubuhku yang penuh lumpur!!"

Luke menahan senyum, dia mengangguk dengan yakin hingga sebuah suara dari belakang, membuat Luke menyembunyikan Rene ke belakang tubuhnya. "MEREKA DI SINI! SERANG!"

"Shit!"

Luke langsung melawan semua anak buah Laudya dengan pistol yang di bawanya, Rene juga tidak tinggal diam. Dia mempergunakan keahliannya dalam berkelahi, dia juga merebut pistol dan menembak semua yang mendekatinya. "Kalian sangat kurang kerjaan! Hanya untuk membunuhku, kenapa harus membawa anak buah sebanyak ini?!" Sambil melindungi diri sendiri, Rene terus menggerutu.

Hingga,

Dor!

"NYONYA!"

Melihat lengannya yang tertembak, Rene mendengus. "Fokus, Luke! Jangan sampai kau mati!"

Rene mengabaikan luka tembak di lengannya, dia berbalik badan dan berlari mengejar Laudya. "BERHENTI PENGKHIANAT! KAU YANG HARUSNYA MATI DI TANGANKU!"

"Tidak akan bisa, Irene! Kau yang pengkhianat! Kau pembunuh! Kau─ ARKH!!"

Rene mengerem kakinya dengan cepat, dia melihat sedikit lagi celah terinjak membuat tubuhnya terperosok ke dalam jurang. Rene melihat ke bawah, melihat tubuh Laudya yang terperosok dengan terus berguling ke bawah jurang. Bersamaan pula dengan beberapa anak buah Laudya yang datang melayangkan tembakan ke arah dirinya

Rene mengumpat pelan, dia tidak ada pilihan lain selain ikut terjun ke bawah jika tak ingin mati sia-sia tertembak. Dia sengaja menjatuhkan dirinya ke bawah, memejamkan mata dengan melindungi wajahnya dengan kedua tangan. Ketika tubuhnya menghantam sesuatu yang keras, Rene meringis sembari mengepal tangan di lengannya yang semakin mengeluarkan darah.

Dia melihat, sosok Laudya yang mengambang di sungai. Tanpa memikirkan hal lebih, Rene berjalan cepat dengan menyeret satu kakinya. Dia ikut menceburkan diri ke dalam sungai dan menarik Laudya yang tak sadarkan diri ke tepian. wanita itu menekan dada Laudya untuk melakukan pertolongan pertama.

"Kau tidak boleh mati selain mati di tanganku,"

Rene terus menekan dada Laudya sampai wanita itu terbatuk-batuk dan menyentak tangannya. "Cih! Dasar tidak tahu terima kasih!" Rene berdiri, dia membasuh wajahnya yang ternoda lumpur dengan air sungai yang mengalir. Ini rasanya sangat menyegarkan dan melegakan, ketika beban berat lumpur sirna dari wajahnya.

Hingga, Rene merasa sesuatu yang sedikit tajam menekan lehernya. Dia pun mendengus, "Kau ini memang tidak tahu terima kasih. Sudah aku tolong malah berniat membunuhku, apa tujuanmu sebenarnya?"

"Membalaskan dendam keluargaku!"

Rene tetap diam pada posisinya tanpa bergerak, "Kita bertukar posisi saja. Kalau kau yang menjadi aku, kau diserang dan akan di bunuh, apa kau akan diam saja padahal kau bisa melakukan perlawanan? Lalu, jika kau hampir di lecehkan dan suamimu melihatnya, apa suamimu akan tutup mata dan telinga? Jawab aku sekarang!"

"Tapi kau merebut cinta Gio untukku!"

"Bodoh! Gio jatuh hati padaku sebelum dia bertemu denganmu! Di mana otakmu, Laudya?!"

Laudya ingin menusuk leher Rene, tapi Rene dengan cepat mengelak, membuat Laudya kehilangan keseimbangan dan jatuh ke dalam sungai kembali. Rene pun berdiri sembari memegang lengannya yang terluka, "Lebih bagus kau mati tenggelam saja kalau begini. Dasar menyusahkan!"

Rene menatap ke belakang, dia tidak tahu ada di mana sekarang. "Aih sial! Kenapa aku harus ada di posisi ini?"

"NYONYA! NYONYA!"

Seketika, kelopak mata Rene langsung berbinar mendengarnya, dia berlari mendekati beberapa pria berpakaian serba hitam dengan logo organisasi Jossi di dada kanannya. Rene pun mendekat, "AKU DI SINI!"

Luke langsung mendekat dengan tubuh penuh akan darah, dia tersenyum menatap Nyonyanya yang baik-baik saja. "Nyonya! Kita harus segera pergi, Anda harus mendapat perawatan dari rumah sakit."

Rene mengangguk, dia berjalan di bantu Luke. Melewati medan yang terjal dan membuat kakinya begitu kesakitan, Luke peka. Dia melepas sepatunya, berjongkok dan memakaikan sepatu ke kaki Rene. Andaikan Rene gadis remaja yang mudah kasmaran, pasti dia sudah meleleh dengan apa yang Luke lakukan.

"Terima kasih, Luke."

Rene berucap sebelum terhuyung jatuh tak sadarkan diri yang langsung di tangkap oleh Luke.

***

Spam koment untuk selanjutnya!!

Perpindahan Dimensi Sang Penulis Where stories live. Discover now