48 - Cara Kembali

25.1K 1.7K 32
                                    

"Kesalahan apa di masa lalu yang mereka perbuat sampai di kehidupan sekarang, semua nama yang menyandang marga sama selalu berakhir tragis."

"Benar, beruntung aku hanya kerabat jauh mereka."

Kematian Laudya Walter membuat banyak orang berbondong-bondong untuk datang, tidak ada yang benar-benar merasa hancur, hanya suami dari Laudya, kedua anaknya yang masih kecil, dan juga Eireen yang senantiasa melamun. Eireen sudah di tinggalkan kedua orang tuanya, sekarang juga di tinggalkan sosok wanita yang telah menjaga dan menggantikan peran Ibu dalam hidupnya.

Alasan kematian Laudya, jelas di ketahui suami mendiang Laudya sendiri. Tapi suami dari Laudya tidak bisa menyalahkan siapa pun karena semua ini, bermula atas dendam yang istrinya pendam. Dirinya sudah ribuan kali menjelaskan jika tidak ada manfaatnya balas dendam, tapi Laudya keras kepala dan inilah akhirnya.

"Lau, aku tidak menyangka jika wanita yang kau benci selama ini adalah Irene. Dia wanita yang tidak pantas untuk kau benci," Dirinya menikah dengan Laudya bukan karena Laudya mencintainya tapi karena Laudya menginginkan pelampiasan. Dirinya sangat tahu, tapi dirinya cukup berterima kasih karena Laudya telah melahirkan 2 anak untuknya.

Dia menatap Eireen, tanggung jawab gadis kecil itu kini beralih sepenuhnya pada dirinya sendiri. "Eireen, setelah kremasi selesai, kita akan pindah ke luar negeri dan memulai hidup baru di sana. Kamu tidak apa-apa ikut dengan Paman?"

Eireen menoleh, "Tidak apa-apa, Paman. Aku akan ikut saja,"

"Anak pintar,"

Segala proses telah selesai, suami dari mendiang Laudya benar-benar menyiapkan segalanya dan memboyong kedua anaknya juga Eireen untuk pindah ke luar negeri. Dirinya ingin memulai kehidupan baru di sana hanya dengan anak-anaknya. "Eireen, jangan sungkan dengan Paman. Kau juga boleh panggil Paman dengan sebutan Ayah biar sama dengan kedua Adik,"

Eireen tersenyum sembari menganggukkan kepala, dia menatap keluar kaca jendela pesawat. Kepindahannya, membuatnya tidak akan pernah bertemu dengan Ezekiel. Eireen menyentuh kaca jendela pesawat dengan perlahan, "Ezekiel, Jay, maafkan aku. Aku pergi tanpa pamit, semoga kita bisa bertemu lagi dan kalian tidak ada yang melupakanku."

Di dalam lift rumah sakit, Lucas mau pun Ezekiel masih kebingungan, kemana sebenarnya Kath akan membawa mereka. Tapi ketika lift berhenti di lantai khusus dan penjagaan ketat di sepanjang lorong, perasaan Lucas langsung tidak karuan. Dia berlari menuju pintu ruangan dan memaksa masuk, tidak peduli pengawal mengatakan jika Dokter tengah memeriksa di dalam.

"Sayang!"

"Mama!"

Kedua pria berbeda usia kesayangannya Rene itu bergegas ingin memeluk Rene yang menatap keduanya terkejut, "Astaga. Hentikan! Kalian bisa melukai putriku!" Keduanya kompak menatap Harry dengan bengis, membuat Harry tersenyum sembari mengangkat dua jari pertanda damai.

***

"Aku Kath, Mommy Ezekiel."

Rene menatap sosok perempuan di hadapannya yang berpakaian serba hitam dengan rambut kuncir kuda, dia tersenyum tipis melihat Rene yang memerhatikan dirinya begitu intens. "Kita sama-sama Ibu dari Ezekiel kan?"

"Kurasa tidak," Rene mengubah posisi tidurannya menjadi duduk bersandar di kepala brankar. Dia menatap Kath yang tersenyum ke arahnya dan tiba-tiba, Rene mengingat ucapan putranya tentang wanita yang putranya sebut sebagai Ibu.

"Tebakanmu benar, aku Mommynya. Lebih tepatnya, yang merawat dia sejak kecil,"

"Kalau begitu, terima kasih telah merawat putraku."

Kath tersenyum, "Aku tahu. Kau cukup malas berbasa-basi, tapi Irene. Perlu kau tahu, kita berasal dari dunia yang sama. Tapi kita memiliki perbedaan,"

Deg.

"Aku memiliki keluarga yang bahagia di dimensi satu, aku ingin kembali ke sana. Tapi kau tahu apa syaratnya agar aku bisa kembali?"

"A-apa?"

"Aku harus membunuh orang-orang di sekitarku dengan tanganku sendiri, membunuh akan membawaku ke dimensi yang sebenarnya."

Membunuh akan membawa dirinya ke dimensi yang sebenarnya.

Rene ingin membuka suara lagi, tapi sosok Kath yang tadi dirinya lihat, telah hilang dari pandangan. Rene menatap ke kiri kanan, dia mencoba mencari kemana Kath yang tiba-tiba menghilang.

"Dia sudah kembali ke dimensinya, Irene."

Rene menatap kepulan asap putih di depannya, "Duton! Ini apa maksudnya? Katamu, hanya aku yang bisa mengingat tapi kenapa ada orang lain?"

"Ini kesalahan teknis sebenarnya, tapi biarkan, semua sudah terjadi. Lalu harus bagaimana?"

"Kalau dia bisa kembali ke dimensi pertama, harusnya aku juga bisa!"

"Bisa, tapi apa kau yakin mampu membunuh orang-orang di sekelilingmu? Lucas, Ezekiel, Ayahmu, asistenmu dan semua orang yang ada di sekelilingmu. Orang-orang yang memiliki peran penting dalam hidupmu, jika kau mampu, aku bisa mengembalikanmu ke duniamu yang sebenarnya. Karena di sini memang bukan duniamu,"

"Hanya aku?"

"Apa kau berniat melakukan negosiasi lagi?"

Rene menggeleng pelan, dia menatap tangannya yang di infus lalu bergantian menatap pintu ruangannya yang terbuka. Lucas datang, pria itu mendekatinya dan mengecup keningnya lembut. "Sayang, wajahmu sangat pucat. Apa sesuatu terjadi? Perlu aku panggil Dokter?"

Rene menatap dalam bola mata menghanyutkan suaminya, "Lucas."

"Ya, sayang."

"Hal apa yang akan kau lakukan untukku?"

"Semua yang aku bisa,"

"Termasuk?"

Satu alis Lucas terangkat, "Termasuk? Termasuk apa, sayang? Menyerahkan nyawaku untukmu? Tentu saja, jika itu demi kebahagiaanmu, akan aku lakukan."

Rene merentangkan kedua tangannya meminta peluk yang langsung Lucas peluk dengan erat, menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Lucas, Rene memejamkan matanya. Apa aku akan mampu membunuhmu dan Ezekiel? Aku .... Aku tidak akan bisa, pelukannya pada Lucas semakin mengerat, membuat Lucas turut membalas erat pelukan istrinya.

Melihat bagaimana putranya terlelap dengan wajah tenang, Rene benar-benar tidak mampu jika harus membunuh malaikat kecil tak bersalah yang lahir dari rahimnya. Tapi hidup di dimensi kedua adalah suatu kesalahan, Rene masuk ke dalam kamar mandi dan mematut wajahnya. "Apa aku bisa? Apa aku bisa membunuh suami dan anakku sendiri? Hidup di sini terlalu banyak masalah yang tidak bisa aku selesaikan seorang diri."

Rene menggigit kukunya dengan perasaan cemas luar biasa, dia mendengar pintu kamar mandi di ketuk oleh Lucas. Rene pun keluar, dia langsung memeluk Lucas seakan tidak ada hari esok untuk memeluknya seerat ini. "Kenapa, sayang? Mau aku panggilkan Dokter?"

Rene menggeleng, "Aku hanya ingin memelukmu lebih lama."

"Baiklah,"

Lucas mengecup puncak kepala istrinya begitu lama, "Lucas."

"Iya, sayang?"

"Kau tidak menginginkan aku malam ini?"

"Menginginkan? Kamu baru sembuh, aku lebih dari mampu untuk menahan diri, sayang."

Rene menggeleng, dia meraih kedua tangan besar Lucas dan meletakkannya di depan dadanya. "Aku yang memintanya, apa kau akan menolak dan membuatku malu seumur hidup?"

Lucas pun terkekeh, "Mana mungkin aku bisa menolak jika begini?"

Rene tersenyum, dia ingin memberi kepuasan untuk Lucas, mungkin .... Untuk yang terakhir kalinya.

Maaf, Lucas. Aku harus kembali ke duniaku yang sebenarnya.

***

SPAM KOMENT UNTUK SELANJUTNYA!

Perpindahan Dimensi Sang Penulis Where stories live. Discover now