49 - Menginginkan Kematiannya

24.9K 1.6K 40
                                    

Rene membuka mata dan wajah tampan Lucas langsung menjadi sumber pandangannya, dia tersenyum, mengulurkan tangan untuk mengusap rahang tegas Lucas yang mulai di tumbuhi bulu. Cara terakhir ini, akan menjadi akhir dari penyelesaian semua masalah dalam hidupnya. Rene ingin kembali ke dunianya yang sebenarnya.

Dia hari ini, begitu cekatan membuat sarapan, menemani suaminya dan anaknya sampai ke depan pintu. Rene juga melambaikan tangan melepas kepergian suami dan anaknya yang hanya berperang dingin di dalam mobil. Ezekiel, bocah itu menatap ponselnya yang menyala tapi pikirannya melayang entah kemana.

"Kau kenapa?"

Ezekiel menoleh, dia menggeleng, mematikan ponsel dan memasukkannya ke dalam saku celana. Tidak lama kemudian, mobil pun tiba di pekarangan sekolah, Ezekiel turun dan berjalan tenang memasuki area sekolah. Dia masuk ke kelasnya, melihat bangku Eireen dan Jay yang kosong padahal sudah hampir semua murid datang hari ini, hanya mereka berdua yang tidak ada.

"Sedih banget ya, Eireen harus pindah sekolah."

Ezekiel sontak saja menatap seorang siswi yang bicara, "Eireen pindah sekolah?"

Mereka mengangguk, "Iya. Setelah Tantenya meninggal, Eireen pindah ke luar negeri. Jay juga hari ini enggak masuk karena dia lagi sakit,"

Jay? Bisa sakit juga bocah itu, Ezekiel pun memilih menyibukkan diri dengan banyaknya tugas yang dia kerjakan.

"Halo!"

Semua pasang mata menatap ke arah ambang pintu, "Loh Jay? Katanya kamu sakit?"

Bocah laki-laki seusia Ezekiel itu menyengir, dia mengangkat tangannya, menunjukan bekas infus yang masih tersisa. "Aku tidak mungkin bolos,"

"Kau sakit, tidak perlu memaksakan diri."

"Aduh manisnya, terima kasih Daniele cantik."

Siswi yang di puji Jay, merasa pipinya memanas. Dia pun menyembunyikan wajahnya di antara lipatan tangan, membuat Jay tertawa pelan dan mendekati Ezekiel yang acuh tak acuh akan kedatangannya. "Semuanya khawatir saat aku masuk padahal izin sakit, bisa-bisanya kau bersikap santai seperti ini padahal kau sahabatku!"

"Sejak kapan kita bersahabat?"

Jay menatap tak percaya pada Ezekiel yang bisa begitu mudah memutuskan rasa percaya dirinya. "Kau kejam sekali, Ezekiel. Tidak tahu kah kau? Aku sangat sedih karena Eireen yang tiba-tiba pindah sekolah,"

"Sayangnya, aku tidak sedih."

"Ih Ezekiel!" Jay seperti anak perempuan yang merajuk, tapi Ezekiel tidak peduli sama sekali.

Ketika jam istirahat tiba, semua murid berbondong-bondong pergi ke kantin untuk mengisi tenaga. Ezekiel dan Jay pun ikut berjalan melewati koridor menuju kantin hingga sebuah suara tembakan, membuat langkahnya berhenti bersamaan dengan teriakan dari para murid perempuan.

***

"Aku tidak akan pernah membiarkan penerus Elguerro hidup tenang!"

"Tapi, Tuan. Bocah itu juga dalam pengawasan Tuan Jossi, akan sangat berbahaya jika kita menyinggungnya."

"Apa kau takut mati sekarang?"

"Siap, saya salah, Tuan."

"Maka, lakukan saja tugas dariku!"

Perpindahan Dimensi Sang Penulis Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt