02: I (Don't) Really Care About You

3.8K 566 2
                                    

Laura menyeruput teh Darjeeling yang mengepul dari cangkir di tangannya. Satu tangan yang lain pelan-pelan menelusuri foto-foto sebuah akun di Instagram.

Dia tidak aktif di media sosial, hanya memiliki sebuah akun Instagram tanpa sekali pun memuat foto. Dia berusaha agar berhati-hati setiap kali jarinya mengusap layar ponsel, supaya foto-foto yang terpampang tidak tersentuh dua kali .

Dia tidak mau membuat gambar hati merah timbul di tengah layar.

"Keren sekali gambarnya!"

"Aku selalu suka membaca komikmu. Cerita dan gambarnya selalu bagus."

"Kenapa tokohnya selalu seorang dokter? Kamu ingin jadi dokter ya?"

Laura membaca komentar-komentar di foto terakhir. Akun Instagram @aimeetandiono tidak dipenuhi oleh foto-foto empunya sedang selfie, jalan-jalan atau kumpul-kumpul bersama teman-teman.

Akun itu hanya berisi komik satuan dengan empat panel yang ceritanya berganti-ganti. Terkadang bertemakan komedi, terkadang bertemakan drama dengan pesan moral tersembunyi.

Terkadang bercerita tentang tokoh yang menolong anak yang tersesat di jalan, terkadang tentang tokoh yang pulang ke kampung halamannya, terkadang tentang tokoh yang mencoba untuk memasak tapi hasilnya berantakan.

Pernah dalam komik berjudul "Minggu", si tokoh dikisahkan hanya duduk di tepi jendela dengan secangkir kopi di tangan. Latar belakang langit di keempat kotak komik itu berubah warna seiring berjalannya hari.

Hanya satu kesamaan dari tokoh-tokoh yang wajah dan jenis kelaminnya selalu berbeda itu: jas dokter yang dikenakan dan stetoskop yang melingkar di leher.

Wajar bila ada komentar-komentar yang menanyakan apakah pengarang berprofesi sebagai dokter atau mengapa tokohnya selalu seorang dokter.

Aimee sendiri tak pernah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan penikmat karya-karyanya. Dia membuat dirinya begitu misterius di mata para pembaca.

Namun, Laura tahu Aimee bukan seorang dokter. Saat ini Aimee tercatat sebagai mahasiswi semester terakhir jurusan arsitektur.

IPKnya terakhir 3,9, dia adalah anak kesayangan banyak dosen, aktif di kegiatan-kegiatan kampus serta menjadi salah satu pengurus organisasi kemahasiswaan.

Sedetil itu Laura tahu, sebab Tante Rena akhir-akhir ini sering sekali bercerita tentang Aimee pada Laura.

"Lau, Aimee dapat beasiswa lagi. IPK-nya tertinggi lagi di antara teman-teman seangkatannya."

"Lau, Aimee nanti pergi ke Singapura selama seminggu. Dia dipilih untuk ikut workshop, dibiayai oleh kampusnya."

"Lau, Aimee sudah diterima magang di Jakarta, studio arsitektur terkenal, kantornya dekat rumah sakitmu."

Setiap pesan yang dikirimkan Tante Rena pada Laura hanya ditanggapinya dengan "oh", "ya" dan "bagus".

Laura tak habis pikir, mengapa Tante Rena tak juga menyadari bahwa dia tidak ingin mendengar berita apa pun tentang Aimee.

"Lau, kamu betulan tidak bisa datang ke Bandung? Ini makan malam ulang tahun Aimee."

Ada sebuah pesan lagi yang masuk dari Tante Rena, membuyarkan konsentrasi Laura yang tengah melihat-lihat galeri Instagram akun Aimee.

Laura membuka pesan itu dan membalas singkat, "Tidak, Tante. Maaf, aku harus jaga malam."

"Kamu sering sekali dapat giliran jaga malam?"

"Ya, dokter yang seharusnya berjaga mendadak berhalangan." Laura berbohong.

"Aimee baru mendapat kabar, dia akhirnya lolos seleksi beasiswa untuk pertukaran mahasiswa ke Jerman. Dia senang sekali, betul-betul kado ulang tahun untuknya."

Laura membaca ulang pesan Tante Rena dengan seksama. Dia ingat bahwa Tante Rena pernah bercerita Aimee ingin ikut pertukaran mahasiswa, kalau bisa di Eropa.

Dengan nilainya yang baik, dia berharap bisa mendapat beasiswa. Laura tak menyangka secepat itu Aimee diterima.

"Bagus lah kalau begitu, Tante," ketik Laura. "Selamat untuk ...."

Laura berhenti mengetik. Ditatapnya cursor berkedip-kedip sejenak sebelum Laura menghapus lagi seluruh pesan itu.

Dia tidak membalas Tante Rena lagi. Beberapa sepupu Laura yang lain pernah bertanya, kenapa dia terlihat begitu dingin pada Aimee.

"Padahal Aimee anak yang dewasa dan menyenangkan, lho. Dia kelihatannya ingin sekali bisa kenal lebih dekat dengan Ci Laura."

Laura menanggapinya hanya dengan mengangkat bahu. "Mungkin karena umur kami terpaut jauh. Lagipula selama ini kan aku tinggal jauh darinya, jadi jarang sekali bertemu."

Sekalipun anak tunggal dan yang paling bungsu di keluarga besar, Aimee memang tidak manja. Dia selalu bersikap sopan, ceria, menebar senyum, dan bisa diajak bercanda.

Aimee bisa diajak berbicara serius sekali pun oleh sepupu-sepupunya yang lain, bahkan yang jauh lebih tua darinya. Semua orang di keluarga besar menyukai Aimee, kecuali Laura.

Laura pernah mencoba untuk bercakap-cakap dan bercanda dengan Aimees seperti sepupu-sepupunya yang lain, namun dia tak bisa. Laura tidak menyangka sikap berjarak yang dia tunjukkan pada Aimee disadari pula oleh sanak saudaranya yang lain.

Sedikit banyak Laura merasa bersalah sebab dia adalah satu-satunya anggota keluarga yang senantiasa bersikap dingin pada Aimee.

Itu sebabnya tahun lalu saat Aimee berulang tahun, Laura mulai memberikan ucapan selamat lewat pesan singkat. Tahun ini Laura bahkan mengirimkan kartu ucapan dan kado berupa buku sketsa.

Ponsel Laura kembali bergetar. Tante Rena mengirim pesan lagi untuknya, sekali pun yang sebelumnya tidak dibalas Laura.

"Aimee titip salam buatmu. Katanya sayang kamu harus jaga malam, padahal dia berharap kamu bisa datang ke Bandung."

Lagi-lagi Laura tidak membalas Tante Rena. Laura menghela napas. Saat mengetahui Aimee hendak pergi ke Eropa untuk pertukaran mahasiswa, tiba-tiba saja merayap sedikit rasa khawatir di dada Laura.

~

JAGA MALAM [Wattys 2018 Winner]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang