04: Flashback (1)

3.4K 485 1
                                    

Laura bersyukur saat jaga malam kemarin tidak ada pasien gawat yang datang ke rumah sakit. Keluhan-keluhan mereka tidak membahayakan. Tak ada pasien korban perkelahian. Tak ada pasien korban kecelakaan karena mabuk. Tak ada pasien overdosis.

"Mungkin karena tanggal tua, Dok. Orang-orang lebih memilih di rumah," celetuk seorang dokter co-ass yang ikut berjaga malam dengannya.

Laura segera pulang ke apartemennya setelah tugas jaga malamnya selesai. Biasanya dia mampir terlebih dahulu ke Ofra untuk menikmati makan pagi di sana.

Pancake dengan maple syrup dan egg benedict, ditemani secangkir kopi Mandailing dan berita Minggu pagi yang dibaca lewat tabletnya. Namun, kali itu Laura hanya ingin cepat-cepat pulang.

Sesampainya di apartemen, Laura berdiri di ruang tamu dengan ponsel di satu tangannya. Dia menyesuaikan posisi berdirinya dengan sudut pandang yang dilukiskan Aimee dalam sketsanya.

Sofa di tengah yang diapit oleh satu pot tanaman lidah mertua dan satu buah bean bag berwarna gelap.

Puzzle bermotif penggalan pemandangan kota London terpajang di dinding dalam bingkai.

Meja ruang tamu yang kecil berbentuk elips. Aimee sungguhan telah melukis interior ruang tamu Laura.

Bedanya hanya, tak ada kacamata sebab Laura sedang mengenakan lensa kotak. Sebuah buku berjudul Antologi Rasa menggantikan buku 1Q84 yang sudah selesai dibacanya.

CD Herbie Hancock pun sudah dikembalikannya ke rak sejak lama.

Laura memandang berkeliling, seolah dia bukan penghuni apartemen itu, seolah dia calon pembeli yang sedang mengamati dengan seksama properti yang akan dibelinya.

Laura berjalan menuju rak, menarik keluar album CD Takin' Off Herbie Hancock dan memutarnya.

Tak biasanya dia mendengarkan musik jazz di pagi hari. Laura lebih suka mendengarkan radio saat sarapan, sambil diam-diam menjadi pengamat tren musik masa kini.

Menurutnya tidak semua musik jaman sekarang buruk kok. Setiap generasi terdahulu akan selalu mengkritik tren musik generasi setelahnya.

Seperti generasi jazz dan big band di tahun 40an mengkritik generasi rock and roll di tahun 50an. Generasi synth-pop di tahun 80an mengkritik generasi teen-pop di tahun 90an dan seterusnya.

Namun, pagi itu dia hanya ingin mendengarkan dentingan piano Herbie Hancock sambil duduk di atas sofa. Satu tangannya memeluk kedua lututnya yang terangkat dan satu tangan lagi memegang secangkir kopi.

Perlahan Laura menyeruput kopi panas itu. Laura ingin menghidupkan kembali memorinya akan sebuah malam yang dihabiskannya bersama dengan Aimee.

Beberapa waktu yang lalu, Aimee yang kuliah di Bandung datang ke Jakarta. Aimee harus magang selama satu semester di sebuah studio arsitektur.

Selama di Jakarta, Aimee kos dengan beberapa teman kuliahnya dari Bandung yang juga magang di kantor yang sama. Hanya itu yang Laura dengar dari Tante Rena, yang menceritakannya pada Laura tanpa Laura bertanya.

Walau sudah berbulan-bulan Aimee magang di Jakarta, tak sekali pun Laura pernah bertemu dengannya. Tak ada kontak dari Aimee yang memang tidak dekat dan jarang bertemu dengan Laura.

Laura pun tak berusaha menghubungi Aimee walau Laura punya nomor teleponnya. Namun suatu malam selepas maghrib, ketika Laura hendak pulang tiba-tiba saja dia dipanggil oleh salah seorang dokter co-ass yang sedang berada di stasiun UGD.

"Dok! Dok!" teriaknya panik, memanggil-manggil Laura yang baru saja mengunci pintu ruang prakteknya. "Ada pasien kecelakaan di UGD! Kepalanya bocor!"

JAGA MALAM [Wattys 2018 Winner]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang