Aliasqi : 4. Sorry

1.9K 268 10
                                    

"Li!"

Aku yang baru memarkirkan motor milikku, menoleh ke asal suara. Ku dapati Zidqi yang baru datang dengan ninja hitamnya. Nampak terburu-buru melepaskan helm sambil menyapaku.

Aku hanya mengernyit bingung menatapnya lalu dengan langkah santai meninggalkan parkiran menuju kelasku.

Dari arah gerbang, Ulfa datang seraya melambaikan tangan. Bukan ke arahku tentunya, aku bertaruh kalau ia melambai untuk Zidqi yang sedang berlari di belakang ku.

Aku hanya meliriknya sebentar, lantas kembali melanjutkan langkah menuju kelas. Tapi, tunggu. Ada yang menahan langkahku.

Tepat di hadapan ku sekarang. Zidqi membungkuk memegang dengkul seraya mengatur napas yang tak beraturan. Di lihat dari bahunya yang naik turun dan bulir keringat di dahinya.

Ingin sekali ku keluarkan tisu lalu mengusap bulir keringat itu. Tapi, bayangan kemarin saat ia tertawa bahagia seraya merangkul mesra Ulfa benar-benar membuatku jengah.

Sial!

Tanpa berkata-kata aku melewatinya dan kembali berjalan. Tapi, ia mencekal lenganku seraya berkata dengan nada terburu-buru. "Tunggu Li! Aku bisa jelasin yang kemaren. Semua itu gak seperti yang kamu pikir."

Eh? Keningku berkerut dalam. Maksudnya apa?

Aku hanya diam. Menunggu kelanjutan kalimatnya. Tanpa ingin melepas cekalan tangannya di lenganku yang perlahan mengendur sendirinya dan turun menggenggam tangan ku.

Oh God!

Ia menarik ku menghadapnya. Di tatapnya aku dengan tatapan itu. Tatapan teduh kesukaanku. "Li, percaya sama aku. Aku gak ada hubungan apa-apa sama Ulfa. Yang kamu liat kemaren itu gak sama kayak yang kamu pikir," jelasnya. Nada bicaranya lembut seperti biasa, ia semakin erat menggenggam tanganku, bahkan sekarang ia telah menggenggam ke dua tanganku tanpa aku tahu.

Aku hanya balas menatapnya. Tidak seperti yang aku pikirkan, katanya? Oh, this funny!

Oh God! Ini sudah seperti adegan dalam drama romance saat sang wanita salah paham melihat laki-lakinya tampak mesra dengan wanita lain. Lalu dengan lembut sang laki-laki meyakinkan wanitanya seraya menggenggam tangannya erat dengan tatapan hangat. Selanjutnya, oh jangan di lanjutkan!

Aku bisa malu setengah mati jika adegan lanjutan itu terjadi sekarang.

Tapi, aku 'kan bukan siapa-siapanya Zidqi di sini. Aku hanya teman yang di perlakukan agak manis olehnya. Hanya agak, ya. Lalu, apa maksudnya berkata seperti itu?

Perlahan aku melepaskan genggaman tangannya. "Maksudnya apa, ya?" Dengan kalem aku bertanya.

"Gini, kemaren emang gue liat lo sama Ulfa yang bisa di bilang mesra. Terus, sekarang pagi-pagi lo kejar gue dari parkiran cuman buat bilang itu. Apa tadi? Gak seperti yang gue pikir? This funny boy! Gue bukan siapa-siapa lo, jadi lo gak perlu jelasin sampai kayak gini," lanjutku seraya tersenyum tipis. Menghapuskan panggilan aku-kamu yang biasa ku pakai saat bersamanya.

Aku bisa melihat tampang tak percayanya setelah mendengar kalimat ku tadi. Ini agak menyakitkan memang, ku rasa begitu. Tapi, entah dengannya.

Lucu, aku yang bilang bukan siapa-siapanya tapi aku yang sakit di sini. Hah, rasa suka memang membunuh mu.

Aku lirikkan pandangan ke balik punggungnya. Dapat ku lihat Ulfa sedang menahan tangis dengan Siska yang mungusap bahu cewek itu.

"Lebih baik, lo tenangin dia. Meskipun lo bilang gak ada hubungan apa-apa tapi, perlakuan lo kemarin udah bikin satu hati retak pagi ini," ujarku seraya menatap sengit ke balik punggungnya.

Zidqi ikut menoleh, lantas dengan cepat ia kembali menatap ke arahku.

Tak ada kata yang terucap. Hanya tatapan mata, yang ku lihat ia terluka.

Hanya sedikit, atau mungkin itu cuma imajinasiku. Karna secepatnya pula aku langkah kan kaki kembali menuju kelas.

Meninggalkan dia, yang menatapku menjauh.

***

"Li lo gak papa?" tanya Bella tepat saat kepalaku menyembul di bingkai pintu kelas.

Aku hanya menatapnya seolah berkata jangan banyak ngomong, diem atau gue tabok lo!

Bella langsung membekap mulutnya sendiri, dengan ke dua tangan sekaligus.

Aku hanya mendengus sebal, lantas setengah membanting tas ke atas meja dan mendudukan bokongku di sebelah Bella.

Ku lihat Bella melirikku takut-takut. Aku hanya mendecak saat mendapati Bella melirikku, ku lihat Bella terkejut lantas menundukkan kepala.

Huh, aku sudah seperti seorang tempramental dalam keadaan ini, membuat teman sebangku ku takut hanya dengan lirikan mata saja.

Beberapa menit lengang, Zidqi masuk dengan wajah tertekuk dan binar mata bersalah menatap ke arahku. Dan sialnya aku menangkap hal itu.

Segera mungkin aku menunduk, dan pura-pura sibuk mengeluarkan buku dari dalam tas. Dari sudut mataku, ku lihat Zidqi masih berdiri di sana. Tak bergerak sama sekali. Apa mungkin ia masih menatapku dengan pandangan seperti tadi?

"Satu detik, dua detik, tiga detik." Tepat setelah Bella menghitung di hitungan ke tiga detik, Zidqi melangkahkan kakinya ke arahku.

Berhenti tepat di depan mejaku. Lalu ia merogoh saku celananya, mengeluarkan sesuatu dan meletakkan di atas meja. Ia mendorongnya mendekatiku kemudian melangkah kembali ke tempat duduknya.

"Apaan tuh?" tanya Bella dan mengambil sesuatu yang di berikan Zidqi tadi padaku.

Dengan cepat aku memukul tangannya dan mengamankan pemberian Zidqi tadi ke dalam kepalan tanganku. Bella meringis sebentar dan berdecak sebal.

Penasaran, ku buka kepalan tanganku dan menemukan sebuah permen. Berwarna merah dan memiliki tulisan di belakangnya, yang biasa di beli Bella setelah makan siang di kantin.

Ku balik permen tersebut, ingin melihat kata apa di belakangnya. Sedetik kemudian sudut bibirku terangkat. Hanya sedikit.

'Sorry'

Satu kata yang membuat ku merasa diberi harapan lagi.

-AliasQi-

Vote dan komen ya😊

AliasQi [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang