Aliasqi : 10. Bikin Malu Saja! (b) [END]

1.9K 213 5
                                    

Dia menyeringai menambah suasana tegang yang aku rasa. Dan melangkah mendekat, aku refleks mundur dan meluruskan tangan ke depan, menghalaunya mendekat ke arahku seraya menutup mata.

Ia terkekeh sebentar, mungkin lucu melihat tingkahku. "Li, buka matanya dong, aku gak bakal macem-macem kok. Emang kamu pikir aku mesum?"

Ia bertanya seperti tersinggung, tapi ekspresinya malah semakin mesum. Tersenyum miring seraya mengerlingkan bola mata. Dari mana ia belajar hal itu. Ah, sudahlah!

Ia menunduk, menyamakan tingginya denganku. Tangan besarnya terulur menyentuh puncak kepalaku, menepuknya lembut dan membelai rambutku.

"Kayaknya kamu salah paham. Dan sekarang waktu yang tepat buat lurusin semuanya." Ia beranjak ke belakangku membawa dua kursi lalu menyuruhku duduk di salah satunya.

Aku menurut patuh meski enggan menatap ke dua irisnya. "Li, kalau kamu gak mau liat mata aku gak papa kok. Aku ngerti kok perasaan kamu." Ia berdeham sebentar sebelum menghela napas melanjutkan kalimatnya.

"Aku sama Ulfa itu gak ada hubungan apa-apa. Dia emang suka sama aku, tapi aku enggak. Waktu yang di kafe itu sebenarnya aku sengaja. Sebelumnya Ulfa emang minta temenin kesana aku juga gak tega liat dia mohon-mohon terus ke aku. Yaudah aku temenin dia, sebelum masuk aku liat kamu sama Bella dan aku berinisiatif ngerangkul Ulfa buat bikin kamu cemburu."

Aku melongo mendengar penjelasannya dan ia malah terkekeh sebentar lalu melanjutkan. "Aku cuma yakinin perasaan aku, kalau kamu cemburu berarti kamu suka aku. Ternyata iya! Sampe kamu gak nengok waktu aku panggil." Aku mendengus pelan mengingat kejadian itu. Ah, benar-benar!

"Dan waktu itu. Kamu sama Bella liat aku di depan kelasnya Ulfa. Sebenarnya aku cuman ngejelasin tugasnya dia yang sama kayak tugas kita. Tapi, kayaknya dia liat kamu deh makanya dia narik aku lebih deket dan kamu liat itu. Aku tau kamu marah, kesel sampe-sampe muka kamu ketekuk terus. Aku bener-bener minta maaf buat itu. Aku gak maksud." Aku mendongak, menatap ke dua irisnya nan teduh itu. Mencari titik kebohongan namun, tak ada. Mata itu masih sama, teduh tapi tajam seakan aku akan hilang bila ia lengah sedikit saja. Aku sedikit tersentuh. Tidak. Aku benar-benar tersentuh.

"Yang kemaren, dia ngomong 'jadi' itu cuma untuk ngajarin temen sekelasnya tugas Fisika. Cuma itu, gak ada apa-apa lagi. Aku juga udah jelasin ke dia kalau ada orang yang aku suka dan minta dia supaya jangan terlalu deket sama aku. Awalnya dia marah, tapi akhirnya dia ngerti. Dan minta supaya aku jadi temen dia dan jangan jauhin dia. Itu aja." Ada yang lucu di sini. Dia seperti menjelaskan perkara uang di dalam dompet ibunya, yang dia ambil diam-diam. Memelas dan memohon supaya di maafkan.

Sejujurnya aku ingin tertawa tapi tidak tega melihat ekspresinya seperti itu. Aku hanya mengangguk dan tersenyum tipis. "Iya, aku ngerti kok."

Dan dia malah berseru senang sambil melompat mengepalkan tangan di udara dan berteriak kencang. "YES! LIA GAK MARAH LAGI! YES! YES!"

Aku tidak bisa menahan tawa lagi, terbahak-bahak melihat tingkahnya dan ia malah mengajak aku bangkit berdiri seraya menari-nari tak jelas mengikuti irama yang ia buat. Saling mengaitkan jari satu sama lain.

Zidqi-zidqi ada saja!

Ada yang mengganjal di sini. Dia belum bilang siapa orang yang di suka, kan?

Aku sebagai seorang perempuan tentu tidak ingin perasaannya di gantung, tak ada kepastian.

Makanya, setelah Zidqi menghentikan tarian yang ia buat. Dan kami terengah-engah sambil tertawa, aku berinisiatif bertanya.

"Qi," panggilku. Ia berdeham dan menatapku. Masih menggenggam ke dua tanganku dengan ibu jarinya mengelus punggung tanganku.

Tiba-tiba aku gugup. Kenapa rasa gugup ini kembali hadir? Di saat-saat penting seperti ini pula! Tak mungkin, 'kan aku lari lagi. Lagipula pintu kelas sudah di kuncinya.

Haduh!

"Ada yang mau kamu omongin?" tanyanya lembut.

Aku mengangguk ragu. "A-ada." Kan benar, kata yang keluar malah terbata-bata. Kalau bisa aku ingin mencabut rasa gugup ini. Sangat ingin.

"Eum, itu. Aku mau nanya." Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya pelan, menetralisir rasa gugupku.

"Siapa orang yang kamu suka?"

Aku sudah mengatakannya!

"Orang yang aku suka itu, kamu," jawabnya dan tersenyum manis.

Aku termangu. Dia bilang apa? Suka aku? Benarkah?

Jadi selama ini. Rasaku tak bertepuk sebelah tangan?

"Woii! Buka pintunya. Kalau mau pacaran modal dikit dong, masa di dalem kelas!" Seketika itu juga suara riuh dari teman-teman sekelasku berkumandang. Ah, mereka ini.

Zidqi tersenyum lucu, menahan tawa mungkin. Berbalik dan membuka kembali pintu kelas. Setelahnya mereka semua masuk dan menyoraki kami. "Cie, cie, cie!!"

Dasar, mereka ini. Bikin malu saja!

-Aliasqi-

Vote dan komen ya😊

AliasQi [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang