Aliasqi : 10. Mati Aku! (a)

1.7K 206 1
                                    

Kemarin aku berhasil lolos dari kejaran Zidqi. Ya, benar setelah aku melarikan diri dari hadapannya ia mengejar ku bahkan meneriaki namaku. Untung saja badanku mungil dan bisa menyelip di antara kerumunan siswa yang memenuhi parkiran karna ada pertengkaran kecil yang sedang berlangsung di sana.

Dan aku mengucap syukur berkali-kali karna aku tidak membawa motor, ada kepentingan di rumah sehingga motor itu di perlukan. Dan aku tak perlu menunggu pertengkaran usai karna hal sepele seperti itu, hanya tergores sedikit mereka sampai adu jotos dan membuat lautan manusia di tempat parkir.

Untuk kali ini, aku sangat berterimakasih untuk yang sedang bertengkar di tempat parkir dan lain kali kalau aku tidak lupa akan ku beri mereka permen sebagai tanda terimakasih pada mereka.

Kalau aku tidak lupa, ya!

Secepat mungkin aku menuju gerbang, mencari tumpangan mungkin atau angkutan umum yang bisa membawa ku pulang secepatnya. Dan lagi aku bersyukur Ayahku sedang menanti tepat di depan gerbang. Menjemputku.

Sungguh berkah sekali hidupku kemarin.

Namun, sekarang berbeda. Aku sudah menghela napas untuk yang kesekian kalinya. Ternyata Zidqi itu bebal sekali. Aku terperangkap di antara meja yang ia susun mengelilingiku. Sengaja ia tak ingin aku mengulangi kejadian kemarin.

Matilah aku!

Kelas ku sudah kosong sempurna, mereka sepertinya mengerti dengan kode yang di beri Zidqi tadi. Mata pelajaran hari ini gurunya tidak bisa datang, ada acara keluarga katanya. Dan kami hanya di beri tugas mencatat untuk bab selanjutnya tapi, yang namanya malas tetap saja menjadi nomor satu meskipun kami kelas unggul sekalipun.

"Li, liat aku." Zidqi berujar gemas karna sedari tadi aku menunduk saja sambil meremas jari menahan gugup yang semakin menjadi-jadi.

Aku hanya mampu menggeleng dan melirik kanan dan kiri mencari celah yang mungkin bisa menyelamatkanku.

Dia berdecak, menopang badannya dengan ke dua telapak tangan di meja lalu mencondongkan badannya ke arahku. Aku menahan napas saat wajahnya semakin dekat dan bahkan aku sudah merasakan napasnya menerpa lembut wajahku.

Aku pias. Aku pastikan itu.

Jarak ini terlalu dekat, aku sudah tak mampu lagi memberi jarak karna kepalaku sudah mentok di dinding kelas.

Mati aku!

Kalau ada yang melihat, orang-orang pasti akan mencap Zidqi mesum.

Oh, benar. Dia tampak mesum sekarang. Ya ampun aku tak kuasa.

Lantas aku mendorong dada bidang itu menjauh dari ku dan cepat-cepat menutupi wajahku yang sudah memerah dengan tas ranselku.

Ya ampun malunya aku!

Dia terkekeh-kekeh minta sekali aku beri bogeman mentah.

"Cie blushing, kenapa Li?" tanyanya mengejekku, ia menarik meja sebagai pembatas aku dan dirinya lalu meletakkannya di sembarang tempat.

Ia melangkah mendekat aku bisa mendengar ia terkekeh geli dan meletakkan ke dua tangannya di sandaran kursiku.

Oh God! Jaraknya semakin dekat!!

Ada apa dengan Zidqi? Kenapa dia jadi semesum ini? Ya ampun haruskah aku mencampakkan embel-embel good boy untuknya?

Oh Tuhan!

Ternyata ini semua tidak sesuai logikaku. Aku kira Zidqi akan bertindak macam-macam, ternyata ia hanya mengacak-acak rambutku gemas dan kembali melangkah menjauh.

Aku menurunkan tas dari wajahku masih menutup mata enggan langsung melihatnya. Sekiranya wajahku sudah tidak semerah tadi, memberanikan diri mendongak menatapnya.

Ia tersenyum manis dengan tatapan teduh sambil bersedekap dada. "Kamu pasti mikir yang enggak-enggak 'kan?" Lagi ia mengejekku dan tertawa geli, aku hanya mendengus sebal seraya memalingkan wajah.

"Apaan sih! Gak!" Ia semakin tertawa. Ya ampun apa yang lucu di sini?

Enggan berkomentar aku bangkit berdiri dan ingin keluar kelas namun lagi-lagi ia mencegatku.

"Mau kemana? Aku belum selesai ngomong Li, jangan kabur-kabur lagi dong. Aku gak bakal ngebiarin kamu lari lagi kayak kemaren."

Mati sudah aku!

Ia menarik tanganku dan membalikkan tubuhku ke arahnya. Aku hanya mampu menunduk dan merutuki keputusanku lari kemarin. Ternyata balasannya tak kalah menegangkan dari kemarin.

Ah sudahlah. Aku pasrah saja sekarang.

Ia memegang ke dua bahuku dan aku pastikan ke dua irisnya menatap ke arahku yang hanya bisa menunduk menahan degup jantung yang bertalu-talu supaya tak terdengar olehnya.

"Li, kamu hobi banget nunduk, ya? Mending liat aku sini, aku lebih ganteng loh dari pada lantai kelas yang kamu pandang itu." Oke, ini menggelikan. Ternyata dia bisa sepede itu. Lucunya.

Aku menahan tawa dengan mengulum bibir tapi sepertinya tidak bisa ku sembunyikan, sebab bahasa tubuhku jelas sekali kalau aku sedang tertawa.

"Haha, pede banget!" seruku dan akhirnya melepaskan tawa karna ulahnya.

Oh God! Lihat wajahnya sekarang. Ekspresi bingung karna aku menertawainya, lucu sangat lucu. Benar-benar minta di beri satu ciuman.

Ah! Kenapa aku jadi cabul begini?

Tapi, ekspresinya itu loh! Sungguh lucu. Aku bertaruh! Dari sekian banyak kaum hawa di sekolahku, pasti aku sendiri yang pernah melihat ekspresinya yang seperti ini. Hahaha.

"Ada yang lucu ya?" tanyanya seraya memeriksa seragamnya dan membenarkan letak dasi lalu berbalik memutar badan melihat kalau-kalau ada yang salah dengan penampilannya.

Aku menggeleng, masih susah payah menyudahi tawaku. Kalau soal penampilan tentu saja tidak ada yang salah dengannya. Dia selalu perfect, dengan dasi yang selalu terpasang dan kemeja putih yang di masukkan. Selalu rapi.

"Ekspresi kamu yang lucu," sahutku meredakan kebingungannya. Sudah bisa mengatur napas yang agak tersengal sehabis menertawainya, bahkan sekarang aku sudah lupa dengan ketegangan yang aku rasakan.

Dia menghembuskan napas dan menggeleng pelan lalu berjalan menjauh, aku kira ia akan pergi lagi seperti kemarin ternyata tidak ia hanya pergi menutup pintu dan menguncinya. Apa? Menguncinya? Dari mana dia dapatkan itu?

Oh, astaga. Ternyata ini lebih menegangkan.

Ia menyeringai, memutar-mutar kumpulan kunci di tangannya. Dan aku refleks melangkah mundur.

Mati sudah aku!

-Aliasqi-

Vote dan komen ya😊

AliasQi [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang