Aliasqi : 7. Pengakuan

1.7K 225 3
                                    

Mungkin aku harus meralat perkataanku yang menyebutkan kalau Zidqi itu termasuk dalam jajaran cowok baik-baik.

Di lihat dari segi tingkah lakunya, memang dia masuk kategori. Itu juga karna dia masuk kelas unggul dan mana ada anak nakal di kelas unggul? Kalau pun ada tidak sampai urakan dan rajin membolos 'kan? Jadi, pergaulan dia baik-baik saja.

Tapi dilihat dari segi perasaan. Bisa dipastikan dia termasuk cowok pemberi harapan palsu dalam kasusku sekarang. Entah tidak?

Ah, entahlah! Aku lelah bila melibatkan tentang perasaan. Tapi, di sini aku tidak sepenuhnya salah karna baper sebab tingkah lakunya yang agak manis padaku. Jadi, jangan bilang aku baperan.

Setelah melihat segalanya aku merasa kalau Zidqi itu hanya bermain. Bilang aku mencuri hatinya tapi dia merangkul cewek lain. Bilang suka padaku tapi dia menatap cewek lain.

Memang apa kurangnya aku dengan cewek itu? Si Ulfa-Ulfa itu! Membuatku kesal saja!

Aku berdesis menahan kesal seraya bangkit merapikan buku dan alat tulis yang berserakan lalu memasukkannya ke dalam tas sandang. Aku sengaja menunggu semua penghuni kelas termasuk dirinya keluar lebih dulu saat bel pulang berbunyi.

Karna efek melamun juga sih memikirkan kejadian tadi. Saat Zidqi dan Ulfa saling pandang dengan jarak yang lumayan dekat. Di depan kelas pula. Seperti tak mempunyai malu saja.

Ahrg sial! Aku kembali mengingatnya lagi!

Aku mulai melangkah pelan dengan wajah tertekuk dan pikiran juga hati yang kacau karna satu nama. Zidqi.

Aku berdecak pelan sembari menghentakkan kaki melampiaskan kekesalan yang aku rasa. Sampai aku tak tahu kalau ada yang memerhatikanku sejak tadi. Berdiri di ujung koridor yang sudah sepi menuju tempat parkir.

Aku hanya bisa menggerutu dan sesekali menendang-nendang sampah gumpalan kertas yang berserakan akibat piket kelas yang belum selesai. Aku bisa melihat sepasang sepatu itu di sana, seperti menungguku untuk mendekatinya, menyejajarkan langkah dan sama-sama menuju tempat parkir.

Aku tahu siapa pemilik sepatu itu. Tahu betul.

Namun, aku hanya melewatinya dan menambah kecepatan setelah melihat motor ku yang terparkir berdampingan dengan ninja hitam miliknya.

Aku hanya bisa menghela napas pelan saat ku tahu ia menahan lenganku. "Lepas!" seruku penuh penekanan masih enggan menatapnya, hanya bisa melihat sepasang sepatuku yang mulai usang.

"Lia," sahutnya tertahan dengan nada rendah yang selalu bisa membuatku meremang seketika. Dan itu juga sukses terjadi padaku sekarang walaupun kondisinya aku sedang kesal padanya.

"Kamu marah?" tanyanya lembut masih dengan nada rendah dan deru napas pelan berhembus dan terasa hangat pada tengkukku. Aku rasa ia sudah mengikis jarak dan perlahan mendekat padaku. Aku bisa merasakan dadanya di belakang tas sandangku.

Ini tidak baik! Tidak! Jantungku bisa keluar kalau harus terjebak dalam situasi seperti ini.

Masih enggan menatapnya aku melepaskan tangan itu dari lenganku perlahan lalu kembali melangkah dan lagi-lagi ia menahanku dengan memblokade jalan dan berdiri bersedekap dada secara tiba-tiba hingga membuat jidatku bertemu dengan dada bidangnya.

Oh sial!

Aku mendengus karna terkejut setengah mati mendapatinya sudah berada di depanku. "Awas! Gue mau lewat!" Ia bergeming tetap bersedekap dada di sana.

"Zidqi awas!" sentakku mulai kesal.

"Gak! Aku mau denger jawaban kamu dulu. Kamu marah sama aku?" tanyanya lagi keukeuh tetap berdiri di sana.

Aku menghembuskan napas jengah. Mendongak mencoba menatap matanya. Meski aku akui mata teduh itu masih sama, membawaku tenggelam dalam irisnya yang gelap.

Tidak! Aku tidak boleh terkecoh dan menjadi mainan nya lagi! Tidak! Tidak akan!

Dan yang selanjutnya aku lakukan hanyalah terdiam menahan amarah dengan tatapan sinis mengarah kepadanya. "Lo mau yang jujur atau bohong?"

Dia terkesiap ada percik rasa bersalah di matanya. "Yang jujur," jawabnya masih dengan tatapan teduh itu. Aku tak tahu apakah tatapan teduh itu akan selalu terarah padaku setelah aku menjelaskan segalanya. Tentang apa yang selama ini hanya aku simpan.

Aku menarik napas panjang sebelum memulai segalanya. Menatap ke dalam iris gelap itu dan mulai membuka mulut.

"Lo tau apa yang selama ini lo lakuin ke gue itu punya pengaruh besar bagi gue. Besar banget sampe jantung gue berdetak abnormal setiap di dekat lo. Setiap lo tatap gue dengan tatapan teduh itu. Setiap lo berbicara lembut dengan nada rendah itu. Setiap lo senyum dan mengedipkan mata genit lo itu. Dan setelahnya cuma lo yang ada di otak gue. Lo perlu tau itu." Aku mendesah tertahan menangkap wajah terkejutnya.

"Dan yang paling parahnya lagi setelah lo plesetin rumus cepat hapalan unsur periodik di perpus waktu itu dengan ganti nama lo dan gue. Gue malah berharap lebih, tapi apa yang gue liat lo malah rangkul cewek lain. Dan kemaren! Kemaren lo bilang suka gue tapi tadi gue liat lagi dan lagi lo sama cewek itu. Gue malah berpikir lo sama aja kayak cowok di luar sana kerjaannya mainin hati cewek, gue salah dan nyesel pernah suka sama lo."

Zidqi seratus persen terkejut, aku tak tahu dia akan mengatakan apa lagi karna setelahnya aku pergi meninggalkan parkiran sekolah dan suaranya yang memanggilku.

-AliasQi-

Vote dan komen ya😊

AliasQi [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang