Aliasqi : 9. Lari!

1.6K 204 2
                                    

Aku masih tak menyangka Zidqi bisa seperti ini. Kekanak-kanakan sekali bagiku. Sejak penentuan pemeran drama sampai jam pelajaran akhir, ia masih diam enggan berbicara padaku.

Aku sudah meminta maaf dan membujuknya. Bahkan aku menunjukkan padanya kertas yang berisi nama pemeran drama yang masih tertulis namanya dan namaku sebagai pemain inti. Ia hanya diam saja dan malah mengajak bicara orang lain seakan aku tak ada di hadapannya.

Oh God! Kekanak-kanakan sekali!

Oke, saat pulang nanti aku akan membujuknya sekali lagi. Dan ini akan menjadi yang terakhir.

Aku menghitung tiap detik jarum jam di dinding kelas. Dan bersiap mencegat Zidqi di bingkai pintu.

"Satu, dua, tiga, empat, lima," gumamku pelan dan ketika di hitungan ke lima bel pulang pun berdering. Aku sudah mencengkram tali tas ku kuat bersiap melakukan aksi yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.

Mencegat seorang laki-laki, sudah seperti preman saja. Jangan cap aku sebagai perempuan murahan. Aku harus melakukannya karna nanti ia akan menghindar lagi. Aku tak ingin memendamnya dan menjadi berlarut-larut. Lebih baik bicara sekarang dan putuskan urat malu sejenak. Untuk waktu tak kurang dari dua puluh menit.

Oke! Lia lo pasti bisa!

Setelah melakukan ritual yang selalu di lakukan sebelum keluar kelas. Aku segera menyandang tas dengan mata awas mengawasi pergerakannya.

Langsung saja aku melangkah cepat keluar kelas dan berhenti di samping bingkai pintu. Mengatur napas karna terengah mungkin akibat adrenalin ku yang meningkat. Dan juga detak jantungku yang berdetak abnormal.

"Tenang Li, lo pasti bisa!" seru Bella menyemangati sambil mengusap bahuku meyakinkan aku bisa melakukan ini.

Aku mengangguk lantas balas melambai pada Bella yang sudah menjauh. Aku mengabsen satu persatu teman sekelasku yang baru melewati pintu. Takut kalau-kalau ia malah terlewat dan menghindar lagi.

"Kok Zidqi gak ada?" tanyaku bingung pada diri sendiri setelah seluruh teman sekelasku keluar. Aku berdiri sejenak sambil bersedekap dada menghadap pintu kelas dengan detak jantung yang semakin menggila.

Tak lama kemudian ia melangkah keluar dengan wajah tertunduk menatap lantai. Aku sudah siap merentangkan tanganku menghalang jalannya.

Ia tampak terkesiap dan aku juga ikut terkesiap sampai-sampai ia refleks mundur dua langkah dengan tangan mengusap dada.

"Ya ampun Li, ngagetin aja tau."

Aku malah menyeringai lucu melihat ekspresinya sekarang dan bergumam. "Sorry, kalau gak gini lo gak mau ngomong lagi sama gue," ucapku dan meremas jari menahan gugup.

"Kok ngomong gitu?" tanyanya bingung dengan kening berkerut.

"Abisnya tadi--"

"Zidqi!" panggil Ulfa melambai dan berlari menuju ke arah ku dan Zidqi.

"Sialan," umpatku pelan.

Dan lebih sialnya lagi Zidqi balas melambaikan tangan dan tersenyum ke arah Ulfa.

Sial! Sial!

Cewek itu melirik ku sekilas seperti tak suka dan tersenyum manis pada Zidqi seraya berucap. "Jadi 'kan?"

Jadi apa? Aku hanya bisa bertanya-tanya dalam benak. Apa mereka akan pergi jalan setelah ini atau apa?

Ah! Aku benar-benar kalah sepertinya.

"Jadi kok," balas Zidqi mengangguk dan tersenyum lalu menatapku sebentar dan kembali menatap Ulfa. "Tapi, gue mau ngomong dulu sama Lia, lo tunggu di parkiran, ya." Cewek itu mengangguk patuh sebelum berbalik ia menatap ku sekilas masih dengan pandangan tak suka dan aku balas menatapnya tajam. Dia pikir aku takut dengannya apa?

Aku berdecak pelan melihat tingkahnya yang sok manis dan lugu di depan Zidqi bak putri ayu keraton. Cih, padahal panggilan mereka masih lo-gue bukan aku-kamu seperti yang Zidqi lakukan dengan ku. Meskipun aku sudah tidak menggunakannya lagi.

Sepertinya aku masih satu langkah di depan.

"Kamu mau ngomong apa Li?"

Tuh kan! Aku lebih satu langkah di depan!

Aku tersenyum baru mau membuka bibir tiba-tiba kalimat yang sudah aku susun dari tadi hilang entah kemana.

Ah sial! Di saat-saat seperti ini aku malah seperti orang idiot di depannya.

Ayo ingat! Ayo ingat!

"Eum itu. Lo marah sama gue?" Ia mengernyit bingung.

Cepat-cepat aku meralat perkataanku tadi. "Maksudnya yang tadi loh. Kita jadi pemeran utama itu."

Aku semakin gugup, semakin erat meremas jari-jari tanganku. Malah aku tak sanggup mendongak menatapnya, hilang sudah keberanianku tadi.

Aku bisa mendengar helaan napasnya. Lalu ia melangkah mendekat, memegang ke dua bahuku. "Li, jangan nunduk gitu dong, liat aku sini."

Perlahan aku mendongak menatap ke dua iris gelapnya. Menelan saliva gugup menemukan tatapan teduh itu lagi dan lagi.

"Terus kenapa kamu ngehindar? Tadi aku mau ngajak ngomong tapi kamunya sibuk." Aku kembali menunduk takut melihat bagaimana ekspresinya.

Bagaimana kalau ia menganggap ku aneh? Atau bagaimana kalau ia berpikir aku ini cewek agresif? Aduh, bagaimana ini? Aku tidak mungkin biaa menarik ucapan ku 'kan? Aku harus bagaimana sekarang?

Aku berpikir cara cepat supaya bisa menghindar untuk saat ini. Untuk saat ini saja.

Aku menghitung dalam hati, tepat saat ia melepas tangannya dari bahuku dan tampak hendak membuka mulut, aku langsung mengambil langkah seribu.

Lari! Hanya itu satu-satunya yang bisa aku lakukan sekarang.

-AliasQi-

Vote dan komen ya😊

AliasQi [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang