Aliasqi : 5. Jadi Tambah Suka

1.9K 257 11
                                    

Aku memasuki perpustakaan dengan tiga buku di pangkuanku. Aku menoleh ke belakang saat di rasa ada yang mengikuti langkahku. Tapi, sama seperti tadi. Hanya koridor kosong nan lengang.

Sebab sudah lima belas menit yang lalu bel pulang berdering. Dan hanya perpustakaan yang masih buka jam segini, aku telah mengira seperti biasanya. Pak Joko pengurus perpustakaan biasanya akan menutup pintu perpus tepat setengah jam setelah bel pulang berbunyi.

Selalu seperti itu. Aku juga tak tahu alasannya kenapa. Hanya saja, setiap aku datang Pak Joko pasti sedang membaca buku tebal yang tak ku tahu judulnya itu dengan di temani radio kecil yang menyiarkan lagu-lagu lawas kesukaannya.

Seperti saat ini. Terdengar lagu lawas mengalun dengan volume rendah dari radio kecil di sisi kiri Pak Joko. Sepertinya Pak Joko telah menyelesaikan buku yang minggu lalu ku lihat. Karena sekarang sampul buku itu berwarna biru, sedangkan yang terakhir kali ku lihat buku tebal bersampul merah.

"Siang, Pak," sapaku ramah seperti biasa.

Pak Joko mendongak sambil membenarkan letak kacamatanya yang melorot sampai ujung tulang hidung. Untung saja hidung Pak Joko bisa di kategorikan mancung, sehingga kaca mata itu tidak sampai melorot jatuh. Bukan aku memujinya. Tapi, memang seperti itu yang ku lihat.

Aku pernah mendengar, Pak Joko ini ternyata keturunan Portugis asli. Tapi, aku lupa dari mana aku pernah mendengarnya.

Pak Joko segera mencatat nomor dan kode buku yang tertera di halaman pertama di buku peminjaman. Lantas kembali mendongak sambil tersenyum kebapakan. "Mau minjem lagi, kan?"

Aku mengangguk semangat seraya mengacungkan jempol. "Iya, Pak."

Ku dengar kekehan pelan Pak Joko sebelum ia kembali sibuk membaca buku tebalnya itu.

Aku melangkah semakin ke dalam. Mencari rak buku kesukaanku dan memilih tiga atau dua buku yang akan ku baca untuk seminggu ke depan.

Saat asyik memilih buku yang ingin ku pinjam. Suara langkah kaki seseorang memasuki perpus terdengar samar. Biasanya jam segini tak ada satupun murid di sekolahku yang datang ke perpus. Atau mungkin itu Pak Dayat kawan akrab Pak Joko dalam hal permainan catur.

"Lia," sapa seseorang tepat di belakangku. Aku terkesiap refleks berbalik dan menjatuhkan dua buah buku saking kagetnya.

Ternyata itu Zidqi. Buru-buru cowok berkacamata itu membungkuk meraih dua buah buku tadi dan meletakkannya ke dalam rak.

"Maaf, aku ngagetin kamu, ya? Maaf, banget aku gak maksud," ucapnya seraya menangkupkan dua telapak tangan di depan wajah.

Aku menghela napas pelan. Lantas menatap dirinya seledik. "Jangan bilang, lo yang ngikutin gue tadi?" tanyaku langsung. Dan melupakan panggilan aku-kamu yang selalu kami gunakan.

Sepertinya aku akan menggunakan lo-gue sampai ia memberi penjelasan tentang rangkulan mesranya pada Ulfa di kafe kemarin.

Aku cemburu? Tentu. Meskipun hanya dengan status teman yang selalu di perlakukan agak lebih manis dari yang lain. Tentu aku merasa cemburu.

Zidqi hanya menyengir lucu. Memamerkan giginya yang putih rapi itu. "Iya, hehe. Maaf," ujarnya lagi meminta maaf. Dan sekali lagi mengatupkan ke dua telapak tangan di depan wajah.

Aku hanya mendengus lalu mengambil kembali dua buku yang sempat jatuh tadi dan melangkah mendekati meja Pak Joko.

"Ini, Pak." Segera Pak Joko menyalin kode dan nomor buku ke dalam buku peminjaman.

"Banyak-banyak baca buku, ya nak Lia. Semakin banyak semakin luas pula ilmu yang kamu dapat. Bapak dengan senang hati meminjamkan seluruh buku di dalam perpustakaan ini untuk nak Lia," nasehat Pak Joko untukku. Setiap aku meminjam buku di perpus. Meskipun intinya sama tapi Pak Joko selalu memakai kalimat yang berbeda. Mungkin efek buku yang selalu di bacanya, ia memiliki kosakata yang selalu baru.

Aku mengangguk dan berterimakasih sebelum pergi meninggalkan perpustakaan.

Oh, iya! Aku melupakan Zidqi.

Cowok itu masih setia mengekoriku. Tidak, setelah ku pelototi cowok itu, sekarang ia berjalan di sampingku.

"Ngapain, sih pake sembunyi-sembunyi segala? Sok-sokan misterius pake diem-diem ngikutin lagi! Emang ini drama genre thriller apa?" selorohku setengah kesal. Dan lihatlah dia sekarang. Hanya terkekeh-kekeh seolah aku ini seorang komika yang sedang stand up comedy di depannya.

Oh, ayolah! Aku sedang tidak bercanda.

Untung suka, kalau tidak dua buku yang lumayan tebal ini sudah melayang ke kepalanya itu.

"Kamu lucu kalau lagi kesel kayak gitu," cetusnya tanpa babibu dan mengusap lembut rambut ku.

Oh God!

Apalagi ini?

"Jadi tambah suka," lanjutnya dan berhasil membuat pipiku memerah.

Aku jadi kaku tak bisa berkata apa-apa dan berbuat apa-apa. Seperti ada yang menahan tanganku untu tidak menepis tangan Zidqi yang masih bermain dengan rambutku. Dan membungkam bibirku untuk tidak berteriak senang karna perlakuannya sekarang.

Oh untuk yang itu jangan sampai. Aku tidak ingin malu di depannya karna berteriak senang dan membuatnya menatapku seolah berkata nih cewek sehat?

Itu memalukan!

"Kamu makin cantik kalau lagi merah gini, makin suka."

Entah setan apa yang telah merasuki Zidqi melakukan hal yang membuat ku semakin merona dengan degup jantung abnormal seperti ini.

-AliasQi-

Vote dan komen ya😊

AliasQi [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang